Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita tak biasa ini datang dari Nigeria. Aktivis dan pemerintah yang biasanya berlawanan justru bersatu. Para aktivis dari Koalisi Melawan Tembakau bersama-sama pemerintah berkumpul di pengadilan di Ibu Kota Abuja, Senin lalu, menggugat tiga perusahaan rokok raksasa: British American Tobacco (BAT), Philip Morris, dan International Tobacco Ltd.
Aktivis dan pemerintah menuduh tiga perusahaan itu telah menyeret anak-anak muda dan anak-anak di bawah umur menjadi pengisap rokok, menggantikan pasar mereka yang kian kecil di negara-negara Barat. Mereka meminta ketiganya membayar uang ganti rugi total US$ 40 miliar (sekitar Rp 390 triliun). Nilai ini jauh lebih besar dari anggaran tahunan Nigeria. Angka itu dihitung sebagai biaya yang harus dibayar pemerintah untuk mengatasi para korban rokok pada masa mendatang.
”Mereka menargetkan anak-anak muda dan anak di bawah umur sebagai pasar dan strategi penjualan mereka,” ujar Akinbode Oluwafemi dari Koalisi Melawan Tembakau di Nigeria.
Oluwafemi pun menggambarkan bagaimana perusahaan rokok besar mengorganisasi berbagai konser dengan menggelar para bintang besar untuk menarik mereka. ”Mereka juga memasang iklan dengan menggunakan gadis-gadis elok dan pria bertampang kaya, mobil yang menyilaukan, dan rumah-rumah mewah untuk memikat anak-anak yang merokok di usia muda agar menjadi perokok seumur hidup,” ia melanjutkan.
Menurut data WHO, sekitar satu dari lima anak muda Nigeria merokok. Jumlah perokok perempuan muda pun meningkat 10 kali lipat selama 1990-an.
Sebelumnya, beberapa negara bagian di Nigeria, antara lain Lagos, Kano, dan Gambe, telah melakukan gugatan sejenis. Dari catatan pemerintah Lagos, dua orang di Lagos setiap hari meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok.
Menurut seorang jaksa yang mewakili pemerintah federal, Babatunde Irukera, gugatan kali ini didasarkan pada dokumen setebal 3.000 halaman yang berisi surat-surat elektronik internal beberapa perusahaan rokok yang terungkap dalam serangkaian class-action di puluhan negara bagian di Amerika pada 1990-an.
Dalam email-email tersebut didiskusikan bagaimana mereka menargetkan anak-anak dan mempengaruhi para pembuat kebijakan di Nigeria. ”Dokumen yang kami gunakan menunjukkan bagaimana mereka meningkatkan jumlah YAUS di Nigeria,” kata Irukera. YAUS singkatan dari young and underage smokers (perokok muda dan di bawah umur).
Dalam dokumen Philip Morris, yang bermarkas di Swiss, tahun 1981 tercantum, ”Remaja masa kini adalah calon konsumen reguler masa depan, dan mayoritas perokok pertama mulai merokok ketika mereka masih remaja.”
Satu dekade berikutnya, BAT yang berpusat di Inggris menyebutkan dalam laporan internalnya soal kebiasaan perokok muda di Nigeria. ”Di banyak kasus, ditemukan sejak mereka berusia 8 atau 9 tahun. Kebanyakan responden telah mulai merokok sebelum mereka meninggalkan bangku SMP. Awalnya, merokok dipicu rasa ingin tahu dan keinginan terlihat dewasa, tapi kemudian menjadi kebiasaan dan kebutuhan.”
Ketiga perusahaan menyangkal tuduhan itu. Dalam sebuah pernyataan, BAT mengatakan, ”Anak-anak tidak dan tak akan pernah menjadi audiens kami.”
Perusahaan ini mengkritik pemerintah Nigeria munafik dan hanya mengejar uang yang nilainya lebih besar dari anggaran tahunannya, dan jauh dari anggaran sistem kesehatan mereka. Sekitar enam tahun silam, pemerintah Nigeria memberikan keringanan pajak terhadap BAT agar memindahkan produksinya dari Inggris ke Nigeria.
BAT mempertanyakan angka yang diajukan. ”Kami tak mengerti bagaimana pemerintah bisa mendapatkan angka seperti yang mereka minta,” ujar juru bicara BAT di London, Catherine Armstrong.
Namun semua masih harus menunggu. Pengadilan menunda persidangan hingga Maret mendatang. Philip Morris Investment Ltd. tak muncul. Tak ada pula yang mewakilinya.
Purwani Diyah Prabandari (Guardian, BBC, Xin Hua, This Day)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo