Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengadopsi anak tanpa persetujuan orang tuanya saja sudah salah. Apalagi kalau yang diadopsi salah sasaran. Mestinya ini dijadikan pelajaran oleh enam sukarelawan Darfur asal Prancis yang terlampau ”bersemangat”.
Senin pekan lalu, jaksa pengadilan Creteil, pinggir Kota Paris, mengajukan tuntutan delapan tahun hukuman penjara atas tuduhan penculikan anak, terhadap keenam sukarelawan itu. Ini adalah hukuman yang persis sama, minus kerja paksa, yang diketuk palu 26 Desember lalu oleh pengadilan Ndjamena, ibu kota Chad. Beruntung, keenamnya diperkenankan pulang ke Prancis atas perjanjian yudisial kedua negara.
Yang terjadi bukan sekadar kesalahpahaman internasional. April tahun lalu, lembaga amal Zoe’s Ark asal Prancis—tempat keenamnya berkhidmat—mengumumkan niatnya mengevakuasi sepuluh ribu anak yatim piatu Darfur, Sudan, dari konflik etnis yang berkecamuk hampir lima tahun terakhir. Mereka ingin menempatkan balita yatim piatu dalam perawatan keluarga Prancis, yang diperbolehkan oleh hukum internasional.
Chad bertetangga dengan Sudan, yang terletak di persis di sebelah timurnya. Di perbatasan, hampir seperempat juta pengungsi konflik bermukim. Zoe’s Ark banyak melakukan aktivitas di situ untuk mengurus anak-anak korban konflik.
Meski ditentang pemerintah Prancis, yang curiga Zoe’s Ark tak memenuhi prosedur legal, lembaga amal yang didirikan komunitas penggiat olahraga off-road ini jalan terus. Pada akhir Oktober lalu, aparat Chad menyetop 103 anak Chad yang sedang menunggu pesawat menuju Prancis. Enam sukarelawan Zoe’s Ark ditahan, bersama tujuh orang Prancis dan Spanyol yang merupakan awak pesawat sewaan. Tuduhannya tak tanggung-tanggung: upaya penculikan!
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy marah besar. Ia datang ke Ndjamena dan berniat membawa pulang semuanya. Tapi usaha ini gagal. Enam orang yang dianggap paling bertanggung jawab ditahan dan menjalani proses hukum. Belakangan diketahui, ke-103 anak yang siap diterbangkan keluar dari Chad itu bukan pengungsi konflik ataupun yatim piatu. Mereka anak-anak Chad sendiri yang diambil dari kota perbatasan Abeche, dan punya setidaknya satu orang tua.
Ketika diadili di Ndjamena, keenamnya menyatakan tidak bersalah. Salah satu terdakwa, pendiri dan pemimpin Zoe’s Ark, Eric Breteau, sampai sekarang masih mogok makan bila kelima orang lainnya tidak dibebaskan. Menurut mereka, ini ulah licik perantara—sejumlah kepala puak di Sudan—yang meyakinkan mereka bahwa 103 anak itu adalah yatim piatu asal Darfur.
Mereka ngotot ingin menyelamatkan nyawa anak-anak itu dan melakukan evakuasi medis, bukan proses adopsi. ”Setiap hari saya memikirkan mereka,” kata Emilie Lelouch, kekasih Eric yang juga terdakwa, di pengadilan. ”Saya tak pernah menyesal.” Padahal keluarga anak-anak itu mengatakan kepada polisi, mereka tak tahu anak mereka akan dibawa ke luar negeri. Meski agak tak masuk akal, sebagian mengaku terkena buai rayu untuk menyerahkan anak-anak mereka—berumur 1 hingga 10 tahun—untuk dibawa ke sekolah lokal.
Seolah mendapat kesempatan mengkritik negeri yang pernah mengkoloninya—Chad bekas jajahan Prancis—Presiden Chad Idriss Deby menyebut kejadian itu penculikan dan perdagangan anak. Wartawan asing dan lembaga sosial lain diundang mengunjungi anak-anak itu, yang kini berada di sebuah panti asuhan di Kota Abeche. Tersebarlah kesan, mereka bukan yatim piatu dan bukan pula dari Darfur.
Maka terpuruklah Zoe’s Ark di mata sesama badan amal yang beroperasi di sana. Badan yang mengaku berdedikasi kepada anak yatim itu menuai tudingan terlampau gegabah dan amatir dalam melakukan operasinya.
Sulitnya, Zoe’s Ark sendiri seakan ”mengundang” masalah sejak awal. Dalam situsnya, mereka sudah jauh-jauh hari menyatakan berseberangan dengan pemerintah. ”Tentu saja rencana evakuasi kami ini akan berhadapan dengan orang-orang keji di Khartum (ibu kota Sudan); para politikus yang akan meneriakkan skandal, etika, legalitas, dan trauma psikologis bagi anak-anak yang tercerabut dari akarnya,” demikian tertulis.
Akibatnya, ya salah culik, eh, salah adopsi tadi.
Kurie Suditomo (AFP/BBC/Le Monde)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo