Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1>Palestina</font><br />Bocor dari Al-Jazeera

Otoritas Palestina dihantam pembocoran dokumen rahasia perundingan damai dengan Israel. Terlihat begitu putus asa, dan tetap tak ada titik temu.

31 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan orang mendobrak pintu gerbang kantor stasiun televisi Al-Jazeera di Ramallah, Tepi Barat, awal pekan lalu. Mereka menulisi elevator dan tembok dengan kata-kata ”Al-Jazeera mata-mata dan binatang”. Mereka juga membentangkan poster bertulisan ”Al-Jazeera = Israel”.

Situasi di Jalur Gaza jauh lebih kacau. Ribuan pendukung Hamas membakar gambar Presiden Mahmud Abbas dan orang-orang dekatnya, Rabu pekan lalu. Peti yang ditempeli gambar Mahmud Abbas, Perdana Menteri Salam Fayyad, dan ketua perunding Saeb Erekat ikut dilalap api. ”Seluruh bangsa Palestina seharusnya menyingkirkan mereka,” kata Atallah Abu al-Suboh, pemimpin Hamas di Rafah.

Berbagai aksi tersebut merupakan buntut pembocoran dokumen rahasia perundingan Palestina-Israel oleh Al-Jazeera, tanpa menyebut sumbernya. Sejak Ahad malam, stasiun televisi yang berkantor pusat di Doha, Qatar, tersebut menggelontorkan ribuan dokumen rahasia selama perundingan Palestina-Israel yang mereka sebut Palestine Papers.

Dokumen tersebut berupa surat elektronik, catatan pertemuan, dan komunikasi di antara para pemimpin Palestina, Israel, dan Amerika Serikat selama kurun 2000-2010. Koran The Guardian juga membuka Palestine Papers ini.

Di antara dokumen yang dibuka ada masalah yang selalu menjadi pengganjal dalam perundingan yang sudah berjalan sekitar dua dekade ini. Misalnya saja soal wilayah. Pada Juni 2008, tim perunding Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menawari Israel untuk mendapatkan semua permukiman yang mereka bangun di Yerusalem Timur, kecuali Har Homa (Jabal Abu Ghneim) yang banyak dihuni warga Arab Israel.

”Ini pertama kali dalam sejarah, kami memberikan usul tersebut,” kata perunding Palestina, Ahmed Qurei. Sejak 1967, Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman yang seolah menjadi sabuk yang mengelilingi Yerusalem.

Soal Haram al-Sharif (Temple Mount) alias Masjid Al-Aqsa, kawasan paling suci bagi Yahudi dan tempat suci ketiga bagi umat muslim, pada Oktober 2009, Saeb Erekat menyatakan siap mempertimbangkan cara yang kreatif untuk menyelesaikan masalah Haram al-Sharif. ”Dengan sebuah badan atau komite,” katanya.

Tentang pengungsi, Palestina menawarkan pemulangan 10 ribu pengungsi setiap tahun selama 10 tahun. Adapun Israel hanya bersedia menerima pemulangan 1.000 pengungsi setiap tahun selama lima tahun. Padahal, sejak 1948, ada jutaan pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai negara.

Dalam dokumen lain, bekas Menteri Luar Negeri Amerika Condoleezza Rice menyatakan para pengungsi Palestina bisa ditempatkan di Amerika Latin. Dokumen itu juga mengungkap kekeraskepalaan Israel dalam beragam isu.

Para petinggi Otoritas Palestina geram dengan pembukaan dokumen oleh Al-Jazeera. ”Apa yang dilakukan terhadap kami adalah bahwa kami bersalah, kami seharusnya dieksekusi, dan setelah eksekusi, kami diadili dengan tidak adil,” kata Erekat.

Ia menuduh Al-Jazeera hanya memprovokasi rakyat Palestina agar melakukan revolusi. Menurut dia, Amerika dan Israel memimpin kampanye untuk menggulingkan Otoritas Palestina karena menolak meneruskan perundingan damai, sementara pembangunan permukiman Yahudi terus dilakukan. Pada saat yang sama, Palestina sedang melobi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengakuan kedaulatan.

Sejak perundingan damai berhenti Oktober lalu, Palestina menjalankan rencana B, yaitu melobi sejumlah negara untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara dengan wilayah pasca-1967. Awal Januari, Palestina membuka perwakilan di Argentina, Bolivia, dan Ekuador. Uruguay dinyatakan segera menyusul, juga dua negara lain.

Langkah tersebut mengundang kegeraman Tel Aviv dan Washington. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Yigal Palmor, menegaskan Palestina hanya bisa mendapatkan ”negara”-nya melalui perjanjian damai dengan Israel. Dia minta Palestina segera melanjutkan perundingan.

Erekat mengaku ada sebagian dari dokumen yang benar. Tapi, dia menambahkan, ”Apakah tidak aneh bahwa kita telah menawarkan semua konsesi yang diminta Israel, tapi tetap saja belum ada kesepakatan damai?”

Purwani Diyah Prabandari (The National, BBC, Al-Jazeera, Haaretz, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus