Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1>RUSIA</font><br />Serangan Maut Si Janda Hitam

Pelaku teror diperkirakan berasal dari kelompok yang melakukan hal sama tahun lalu. Kini mereka mencoba menarik perhatian dunia internasional.

31 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di pagi buta itu, Senin pekan lalu, Gordon Cousland, 39 tahun, mengayunkan langkah cepat-cepat, meninggalkan pesawat yang baru saja mengantarnya ke Moskow. Bergegas di Bandar Udara Internasional Domodedovo, Moskow, terbayang sudah wajah putrinya yang baru berumur enam bulan yang bakal dijumpainya. Tak disadarinya, pada saat yang sama sebuah kelompok radikal merencanakan sesuatu yang menggagalkan pertemuan pria Inggris itu dengan putrinya.

Pagi itu bom berbahan dasar trinitrotoluene meledak di antara kerumunan orang yang tengah menunggu bagasi di Bandara Domodedovo. Saksi mata mengatakan seorang perempuan berpakaian hitam berteriak, ”Saya akan membunuh kalian semua,” sebelum ledakan dari bom seberat 5-10 kilogram itu menghancurkan tempat tersebut. ”Dua warga Inggris meninggal dunia,” ujar juru bicara Komite Investigasi Rusia, Vladimir Markin, Selasa pekan lalu. Ada warga Prancis dan Jerman di antara orang asing yang tewas.

Diperkirakan, kelompok separatis radikal yang menamai diri The Black Widow kembali beraksi. Dan kalau dugaan ini terbukti, kelompok yang biasa melancarkan teror di tempat umum itu—di stasiun metro Lubyanka dan Park Kultury pada Maret tahun lalu—telah menggeser arena pertunjukan berdarahnya ke pentas internasional (Bandara Internasional Domodedovo). The Black Widow adalah kelompok perempuan radikal yang suami dan saudara lelakinya tewas di tangan tentara Federasi Rusia. Kelompok ”janda hitam” ini kadang disebut juga ”Shahidka”—diambil dari kata ”syahid” ditambah kata ”ka” yang berarti perempuan.

Dugaan ini begitu kuat setelah kelompok itu bersumpah akan melancarkan serangan bom bunuh diri di sepanjang Kaukasus Utara hingga Moskow, jantung Rusia. Bahkan mereka secara terang-terangan mengancam akan meledakkan bom di Olimpiade Musim Dingin 2014. Sumpah para pejuang Chechen ini rupanya dilatarbelakangi perlakuan yang mereka terima setelah pasukan Federasi Rusia berhasil menguasai Kota Grozny dan mengusir kelompok-kelompok separatis dari Chechnya. Saat itu, muslim di Kaukasus Utara banyak yang menjadi korban kekerasan tentara Rusia.

Pada Oktober 1992, mantan Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin Federasi Rusia meluncurkan perang terbuka guna menggulingkan pemerintahan separatis Chechnya. Saat itu pasukan Federasi Rusia secara brutal menyerang warga sipil Chechnya, yang menyebabkan 60 orang di antaranya terbunuh. Sejak perang terbuka ini, Federasi Rusia secara represif mengatur segala aspek kehidupan dan pemerintahan Chechnya. Bahkan, pada 2002, Federasi Rusia menolak berunding dengan kelompok separatis dan malah meledakkan gedung dan rumah warga di Kota Grozny.

Akibatnya, 130 orang yang tergabung dalam kelompok separatis menggalang dan melancarkan pemberontakan. Pada tahun itu pula dua pemimpin separatis Chechnya, Aslan Maskhadov dan Shamil Basayev, tewas terbunuh. Pada 2009, pemimpin separatis Chechnya lainnya, Akhmed Zakayev, menyerukan penghentian perlawanan bersenjata terhadap polisi Chechnya di bawah Federasi Rusia.

Namun sisa kelompok separatis yang meneruskan perjuangan Maskhadov dan Basayev menganggap perjuangan Chechnya yang kontra terhadap Federasi Rusia belum selesai. Mereka mengancam terus melakukan aksi teror. Termasuk kelompok The Black Widow.

Beberapa analis mengatakan pemberontakan kelompok separatis akan bertambah pada 2012. Sebab, pada tahun itulah pemilu Presiden Rusia akan dilaksanakan. Para analis menduga pemberontakan ini dilatarbelakangi agenda Federal Security Service yang ingin Vladimir Putin kembali menjadi presiden.

Meskipun banyak pihak dan analis berspekulasi bahwa peristiwa ini dilatarbelakangi kepentingan politik, Presiden Rusia Dmitry Anatolyevich Medvedev tetap yakin hukum yang tidak ditegakkan dengan sepatutnya adalah penyebab utama. ”Seharusnya kita mencari tahu dari mana mereka (teroris) mengamati dan bagaimana cara mereka mengamati,” ujarnya.

Cheta Nilawaty (Reuters, The Russiantimes, The Hindu.com, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus