Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<Font size=2 color=#CC0033>Uni Eropa</font><br />Penyair di Pucuk Eropa

Perdana Menteri Belgia Herman van Rompuy terpilih sebagai Presiden Uni Eropa. Mengapa Tony Blair tersingkir?

23 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menu makan malam di gedung Justus Lipsius, Brussel, Belgia, Kamis pekan lalu itu menggiurkan. Ada jamur hutan, ikan bandeng tanpa duri, dan fondan cokelat. Namun Perdana Menteri Swedia Fredrik Reinfeldt tampak tak berselera. Ia masih cemas menunggu 26 pemimpin Eropa yang sedang bersidang memilih Presiden Uni Eropa di gedung lain. Sidang yang buntu terba­yang di pikirannya.

Reinfeldt malam itu menjadi ”tuan rumah”. Ia adalah Presiden Uni Eropa terakhir yang selama ini dipilih secara bergilir enam bulan sekali. Pertemuan puncak para pemimpin Eropa itu memutuskan masa jabatan Presiden Uni Eropa diubah menjadi dua setengah tahun. Siapa pun yang terpilih disebut presiden pertama Uni Eropa.

Semak hati Reinfeldt pupus menyaksikan para pemimpin datang dengan tersenyum. Mereka mengabarkan aroma perseteruan justru mencair dalam pertemuan di gedung yang terletak di Avenue de Cortenbergh itu. Inggris yang selama ini berkukuh mencalonkan Tony Blair sebagai Presiden Uni Eropa melunak.

Inggris sadar mereka akan berjalan sendiri jika tetap ngotot mengajukan Blair. Dua negara besar di Eropa, Prancis dan Jerman, tegas tegas menolaknya. Kanselir Angela Merkel dan Presiden Nicolas Sarkozy rupanya khawatir karisma dan pengalaman Blair di panggung politik internasional justru akan meredupkan peran Jerman dan Prancis.

Perdana Menteri Inggris Gordon Brown pun menarik dukungan terhadap Blair. Ia sadar pendahulunya itu telah menjadi ”musuh bersama” karena dukungannya yang membabi buta pada Perang Irak lalu. Namun, jika ia menarik Blair, harus ada konsesi sepadan. Brown meminta komisioner perdagangan Uni Eropa asal Inggris, Catherine Ashton, dipilih menjadi Menteri Luar Negeri Uni Eropa. Pemimpin negara negara ”kiri” Eropa setuju. Pertemuan pun berlangsung mulus.

Perdana Menteri Belgia Herman van Rompuy, 62 tahun, pun dengan suara bulat dipilih sebagai presiden pertama Uni Eropa. Para kepala negara Eropa itu rupanya lebih memilih pemimpin yang mampu membangun konsensus di antara mereka ketimbang macan politik internasional macam Blair. Dan itu ada pada diri Rompuy, yang dikenal sebagai juru damai dan negosiator andal.

Wajah bungah menghiasi paras Reinfeldt saat memperkenalkan Rompuy dan Ashton kepada para pemimpin. ”Ini adalah tim kepemimpinan Eropa yang baru,” ujarnya. Pasangan ini di mata Reinfeldt diharapkan memberi ruang bagi setiap negara menciptakan pemenang dan bukan pecundang. ”Kami telah memperolehnya,” ucap Reinfeldt.

Rompuy mengungkapkan bahwa kecemasan dan ketidakpastian akibat krisis finansial global serta perubahan iklim akan menjadi prioritasnya. ”Tanpa penghormatan terhadap keragaman, kita tak akan dapat menjadi kesatuan. Saya akan selalu mengingat hal itu. Setiap negara harus memperoleh kemenangan dari setiap negosiasi,” ujarnya.

Pemimpin sayap kanan Partai Kristen Demokrat Belgia ini justru dikenal sebagai penyair ketimbang macan politik. Ayah empat anak ini telah menulis beberapa buku. Blog pribadinya berisi puisi puisi yang ditulis dalam format haiku, puisi Jepang dengan format 17 baris. Namun ia dinilai berhasil menyatukan Belgia yang terbagi atas penduduk berbahasa Belanda di utara dan penduduk miskin berbahasa Prancis di bagian selatan. Kualitas yang ia miliki, termasuk kesederhanaannya, rupanya memikat sebagian besar pemimpin Eropa.

Rompuy menyelesaikan pendidikannya di bidang filsafat dan ekonomi. Perjalanan politiknya dimulai ketika ia bergabung dengan Partai Kristen Demokrat. Dia menjadi ketua partai pada 1988 1993. ”Dia lebih pemikir, sedangkan saya orang yang suka bertindak,” kata adiknya, Eric van Rompuy, deputi Partai Kristen Demokrat.

Sukses memimpin partai, Rompuy kemudian diangkat sebagai menteri keuangan. Di bawah kepemimpinannya, Belgia setuju mengadopsi mata uang euro. Pada Desember 2008, Raja Albert II mendapuknya sebagai perdana menteri.

Namun Rompuy tak gila kekuasaan. Ia telah memberi tanda tak akan bertarung dalam pemilihan kursi perdana menteri mendatang. ”Sejak 1994, saya mempertanyakan hal yang sama. Ja­wabannya ternyata politik bukanlah segalanya dalam hidup,” kata dia.

Sita Planasari (Irish Times, AFP, Christian Science Monitor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus