PERISTIWA itu bermula hanya 20 menit setelah pesawat tolak
landas dari lapangan terbang Bombay, India. "Saya melihat
beberapa orang bangkit dari bagian belakang pesawat. Mereka
berseru: jangan bergerak, angkat tangan, jangan melihat wajah
saya." Begitu bintang film Amerika, Carole Wells Karibian,
kemudian mengisalikan pengalamannya di awal peristiwa yang
mengerikan itu. Pesawat kemudian membalik ke arah Bombay.
berputar-putar di atas lapangan terbang untuk kemudian
melanjutkan penerbangan ke arah timur. Pesawat yang melakukan
penerbangan Paris-Tokyo itu seharusnya mendarat di Bangkok
beberapa jam kemudian. Tapi yang terjadi adalah pendaratan
darurat di Dakka, ibu kota Bangladesh.
Pesawat DC 8 milik perusahaan penerbangan Jepang, JAL yang
membawa 142 penumpang dan 14 orang awak pesawat itu, memulai
penerbangannya di Paris dan melakukan persinggahan di Athena.
Kairo. Karaci dan Bombay. Besar dugaan para pembajak itu memulai
penerbangan mereka di Bombay. Pi. hak keamanan pelabuhan udara
di Bombay melaporkan kemudian mengenai 4 orang Jepang yang
melakukan perja. lanan secara berkelompok dengan menggunakan
nama Baba, Tokudaira, Miyamae dan Shimomura (satu-satunya
wanita). Barang jinjingan mereka yang beratnya 40 kilogram
nampaknya tidak diperiksa secara saksama karena seca. ra halus
prang-prang Jepang itu mcno. lak. "Tidak ada barang terlarang di
sini." kata salah seorang di antara mereka dalam baltasa
Inggeris yang lancar meski tetap dalam aksen Jepang.
Pembajak Bertopeng
Setelah terjadi pembajakan, para bekas sandera mengaku melihat 5
orang pembajak yang beraksi, seorang di antaranya tidak bisa
dikenali wajahnya karena selalu menutupinya dengan sehelai kain.
Jika memang demikian, maka besar kemungkinan bahwa pembajak itu
menaiki DC 8 JAL itu tidak dari satu persinggahan. Pihak
kepolisian di Tokyo mencurigai pembajak yang menutupi mukanya
itu sebagai "mungkin bukan prang Jepang."
Pembajakan yang bermula pada hari Rabu pekan silam, terjadi
hanya beberapa hari setelah sebuah pesawat jenis yang sama milik
perusahaan yang sama, mengalami musibah berat di sekitar kos to
Kuala Lumpur. Bisa dibayangkan betapa panik pihak Jepang ketika
mendapatkan berita pembajakan tersebut. Ketika diperoleh
keterangan bahwa pesawat dengan selamat telah mendarat di Dakka,
pemerintah Jepang dengan segera menghubungi pemerintah
Bangladesh agar tidak memberi kesempatan kepada para pembajak
itu pergi dengan membawa sandera mereka. Pada saat yang sama,
pemerintah Jepang juga sibuk membicarakan permintaan para
pembajak.
Tuntutan pembajak sampai ke Tokyo lewat pemerintah Bangladesh -
yang berunding dengan pembajak di lapangan terbang Dakka - dan
melalui sebuah kantor berita di Beirut. Di ibu kota Libanon -
tempat berlindung secara gelap sejumlah pimpinan Tentara Merah -
sebuah kantor berita menerima surat dari mereka yang mengaku
bertanggung jawab atas pembajakan itu. Menamakan diri Tentara
Meralt dari kelompok Komando Hidaka. dalam surat itu disebutkan
pula bahwa jika pemerintah Jepang tidak membebaskan 9 orang
talianan serta menyerahkan uang sebesar 6 juta dolar (harus
terdiri atas lembaran seratus dolar), maka pesawat beserta
isinya akan mereka hancurkan. Pemerintah Jepang yang sudah
berpengalaman dengan kenekatan Tentara Merah itu - pembantaian
membabi buta di lapangan terbang Lod serta pemboman di berbagai
tempat di Jepang - tidak berpikir panjang. Tuntutan pembajak
semua diterima. Yang jadi soal adalah batas waktu yang terlalu
singkat dari pihak pembajak.
Membuat Mengerti
Dalam hal memelihara kesabaran para pembajak itu, Kepala Staf
Angkatan Udara Bangladesh, Marsekal Gafoor Mahmood memainkan
peranan yang amat penting. "Saya selalu berusaha membuat mereka
mengerti, dan tidak sekedar mengatakan ya atau tidak," begitu
Mahmood menjelaskan cara diplomasinya. Para pembajak yang
kelelahan, kelihatannya memang makin tidak sabaran, sehingga
suatu kali mereka melepaskan tembakan ke arah pasukan-pasukan
Bangladesh yang mengepung pesawat terbajak itu. Tapi berkat
desakan Mahmood, pada hari Kamis, 5 orang sandera dilepaskan, 4
orang kemudian menyusul pada hari berikutnya. Umumnya yang
dilepaskan adalah anak-anak, kaum wanita atau mereka yang sakit.
Di Tokyo, pemerintah Jepang tidak saja harus bekerja keras
mengejar batas waktu yang digariskan oleh para pembajak, tapi
jugs harus menghubungi Para tahanan yang dipenjarakan di
berbagai tempat serta mencari dolar yang terdiri atas lembaran
ratusan, "Ini bukan pekarJ aan mudah, sehingga kita barangkali
harus menerbangkan uang itu lan Amerika Serikat," keluh seorang
pejabat deparlu Jepang pekan silam. Masaalalt keuangan
nampaknya. dapat' segera teratasi, tapi kentudian ternyata bahwa
tidak semua tahanan itu bersedia dibe. baskan olelt Tentara
Mertqh. Yang mula-mula menolak adalah Toshio Omura, 34 tahun.
Omura yang ditangkap di Kanada dan dibawa ke Jepang pada bulan
Desember tahun silam itu dengan tegas berkata: "Tujuan saya
adalah revolusi sosial. Saya sama sekali tidak tertarik pada
kegiatan mereka dan karena itu tidak ingin pergi." Dua tahanan
lainnya juga menolak.
Yang akhirnya diterbangkan dari Tokyo ke Dakka cumalah 6 orang.
Setelah diselidiki alasan penolakan ketiga tahanan tadi,
kemudian ditemukan bahwa mereka memang bukan anggota Tentara
Merali seperti yang 6 itu. Kenyataan ini memperkuat dugaan
polisi Jepang bahwa Tentara Merah memang dalam keadaan
kekurangan tenaga - sehingga lama baru melakukan aksi setelah
tahun 1975 menduduki kedutaan Amerika di Kuala Lumpur - sehingga
perlu mengambil hati anggota radikal dari kelompok lain agar
suka bergabung ke dalam Ten tara Merah.
Sementara Pemerintah Jepang sibuk di Tokyo, penterintah
Bangladesh sibuk pula di Dakka. Di menara lapangan terbang
Dakka, Marsekal Mahmood tidak curna berunding dengan pembajak,
tapi jugs dengan duta besar beberapa negara yang warganya ikut
menjadi sandera. Indonesia prihatin terhadap pembajakan itu
karena Marsekal Muda Kardono (Dirjen Perhubungan Udara) bersama
isterinya jugs ikut terbajak. Pembesar Indonesia itu berada
dalam perjalanan dari Paris kembali ke Jakarta ketika musibah
itu terjadi. Nyonya Kardono yang men. derita penyakit sesak
nafas dilepaskan oleh para pembajak di Dakka, tapi Kardono
diterbangkan terus sampai pembajakan selesai.
Usaha penyelamatan sandera yang dilakukan di Dakka yang
berlangsung dengan lancar itu. hampir saja mengalami kegagalan
hari Minggu pagi, beberapa jam sebelum pesawat terbajak itu
memulai penerbangannya ke Timur Tengah. Bangladesh tiba-tiba
saja dilanda sebualt percobaan kudeta. Terjadi tembak-menembak
di kota, din lapangan terbang yang jaraknya cuma 4 kilometer
dari kota tidak luput dari ketegangan itu. Presiden
Ziaurraltnian kemudian memang bisa ntengatasi keadaan meski
dengan korban sekitar 100 jiwa tewas. Tapi para pembajak yang
panik dan tidak tahu apa yang terjadi, hampir saja mengambil
tindakan yang jelas akan membahayakan jiwa para penumpang.
Untunglah Marsekal Mahmood segera kembali dari arena pertempuran
di kota untuk kemudian melanjutkan kembali perundingannya dengan
para pembajak tersebut.
Keenam tahanan yang dibebaskan din diterbangkan dari Tokyo itu
dilepaskan ke pesawat satu persatu dengan membawa masing-masing
1 juta dolar. Setiap tahanan yang diterima oleh rekannya di
pesawat 10 sandera dilepas. Semuanya 60 sandera dilepaskan pada
hari terakhir pembajakan itu di Dakka. Sisanya dilepaskan di
Kuwait 7 orang. Damaskus 10 orang din yang 12 orang dilepaskan
di tempat tujuan para pembajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini