Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sekigun menyerah lagi

Sekigun nama tentara merah jepang menghebohkan pemerintah jeppang karena aksi terornya sejak 1970. sejumlah negara menyesalkan sikap pemerintah menyerah pada kehendak teroris.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Tentara Merah Jepang (Sekigun) menghiasi halaman-halaman koran di berbagai penjuru dunia sejak tahun 1970. Dengan membajak sebuah pesawat terbang domestik Jepang - memaksanya terbang ke Korea - untuk pertama kalinya kaum radikal Jepang memasuki gelanggang internasional. Tapi sejarah kegiatan mereka sebenarnya sudah bermula bertahun-tahun sebelurmnya. Mula-mula cuma dalam bentuk demonstrasi di jalan-jalan menentang persetujuan keamanan Jepang-Amerika Serikat. Juga desakan agar pulau Okinawa agar segera diserahkan oleh Amerika kepada pemerintah Jepang, menjadi salah satu isyu untuk demontrasi mereka. Tekanan keras pemerintah Jepang terhadap mahasiswa radikal itu memikat mereka mengalihkan kegiatan ke tingkat internasional. Perjuangan melawan penindasan dan "manipulasi kapiubisme terhadap rakyat tertindas" memudahkan mereka bersekutu dengan kegiatan kaum radikal di berbagai penjuru. Dengan gerilyawan radikal Palestina pimpinan George Habbash yang Marxistis itu mereka mendapatkan kerja sama yang amat intim. Selepas mendapatkan latihan militer di kamp-kamp Palestina, orang-orang radikal dari Jepang itu pun ikut menyerang musuh Palestina di berbagai tempat. Secara amat menyolok, di bulan Mei 1972, lapangan terbang Lod, Israel, diserang secara membabi-buta oleh 3 anggota Tentara Merah. Korbannya: 26 orang mati dan lebih dari 70 yang luka-luka. Dua dari penyerang tewas, sedang yang satunya, Kozo Okamoto, sempat tertangkap. Kerja sama Tentara Merah dengan gerilyawan Palestina menjadi semakin nyata di tahun 1973. Pada bulan Juli tahun itu, seorang anggota Tentara Merah bersama 3 orang Palestina membajak sebuah jumbo milik JAL yang berada dalam perjalanan dari Paris ke Tokyo. Semua penumpang selamat, tapi yang tersisa di lapangan terbang Benghazi, Libya, adalah puing-puing. Pesawat mereka ledakkan. Hampir setahun kemudian, pada bulan Januari 1974, 2 anggota Tentara Merah bersama 2 gerilyawan Palestina menduduki instalasi penyulingan minyak milik Shell di Singapura. Kejadian yang amat membuat panik pemerintah Republik Singapura itu, kemudian berakhir dengan tenang setelah para pembajak tiba dengan aman di Yaman Selatan. Secara tersendiri, Tentara Merah juga melakukan aksi di berbagai tempat, termasuk di Jepang. Pada bulan September 1974, 3 anggota Tentara Merah menyerbu kemudian menyanderi 9 orang yang mereka temukan di dalam kantor kedutaan Perancis di Den Haag Negeri Belanda. Berunding selama 100 jam, mendapatkan pembebasan atas teman-teman mereka yang ditahan oleh pemerintah Perancis, mereka kemudian terbang ke Suriah. Masih di tahun yang sama, beberapa kantor perusahaan besar Jepang di Tokyo menderita serangan bom waktu. Salah satu kantor yang amat menderita adalah milik Marubeni Co. Pada tahun 1975, Tentara Merah sekaligus beraksi di dalam maupun di luar Jepang. Di Jepang, mereka mencoba membunuh Putera Mahkota Akihito dengan sebuah bom api. Alasan untuk tindakan ini adalah karena Tentara Merah mendakwa keluarga kaisarlah yang bertanggungjawab atas pecahnya perang Pasifik. Aksi ini tidak berhasil mencapai sasaran. Sebaliknya, sejumlah anggota Tentara Merah ditahan. Untuk melepaskan mereka, di tahun yang sama, kedutaan Amerika di Kuala Lumpur diduduki Tentara Merah. Pemerintah Jepang mengalah, tahanan dilepaskan, dan kedutaan Amerika dikosongkan. Setelah aksi-aksinya di tahun 1975 Tentara Merah tiba-tiba saja tidak terdengar kabar beritanya. Pejabat kepolisian di Tokyo kabarnya yakin sekali bahwa riwayat kelompok radikal itu memang telah berakhir. "Mereka amat kekurangan tenaga," begitu seorang perwira kepolisian menjelaskan. Berita pembajakan di antara Bombay-Dakka itu sudah jelas amat mengejutkan Tokyo. Ternyata kemudian bahwa masa dua tahun tanpa aksi bagi Tentara Merah adalah periode mempersiapkan diri untuk aksi-aksi berikutnya. Menarik untuk dicatat bahwa tanggal 28 September, hari dimulainya pembajakan, adalah pula hari ulang tahun Fusako Shigellobu, 32 tahun, "Ratu Teroris," sebagai yang disebutkan oleh kepolisian Tokyo. Fusako Shigenobu inilah yang memainkan peranan penting dalam melibatkan Tentara Merah pada kegiatan terorisme internasional. Diperkirakan Fusako kini berada di Beirut, setelah sekian lama meninggalkan Jepang. Ia memulai kegiatannya ketika masih menjadi mahasiswa di awal tahun enam puluhan di Tokyo. Mula-mula cuma sebagai penyelundup senjata - pentungan, batu, tombak - ke dalam kampus yang berontak dan terkepung rapat oleh polisi. Tekanan polisi dan pemerintah Jepang membuatnya makin radikal untuk akhirnya melarikan diri ke luar negeri. Suaminya, Takahasi Okudaira, iuga seorang anggota Tentara Merah. Pusako kini janda, sebab Takahasi tewas dalam penyerangan di lapangan terbang Lod pada tahun 1972. Protes Resmi Kalangan kepolisian di Tokyo hampir yakin bahwa pesan yang mereka terima dari Tentara Merah lewat sebuah kantor berita di Beirut berasal dari Fusako ini. Pesan menyebutkan nama Tentara Merah sebagai yang bertanggungjawab terhadap pembajakan Bombay-Dakka. Disebutkan pula dalam pesan itu bahwa yang kini beraksi adalah unit Komando Hidaka, "sebagai peringatan dan penghormatan terhadap Hidaka yang bunuh diri dalam penjara Yordania pada tahun 1975." Ia ditahan oleh pemerintah Amman karena memasuki wilayah Yordania dengan paspor palsu. Sebelum ke Yordania Hidaka bersama teman-temannya ikut membajak kantor kedutaan Amerika di Kuala Lumpur. Lewat pesan dari Beirut itu pulalah pemerintah Jepang mengetahui kehendak para pembajak: 9 tahanan serta 6 juta dolar Amerika. Pemerintah Jepang dengan segera menyatakan persetujuannya. "Jiwa manusia jauh lebih berharga dari pada bumi, begitu Takedo Fukuda, perdana menteri, menjelaskan keputusan kabinetnya. Meski keputusan Jepang itu bukan tak terduga - Jepang dari dulu selalu menyerah kepada kehendak teroris - sejumlah negara toh menyesalkan putusan itu. "Ini bisa mendorong kaum teroris melakukan pembajakan lagi," kata seorang diplomat di Tokyo. Tapi sebelum terdengar protes resmi dari negara mana pun, Hajime Fukuda, Menteri Kehakiman Jepang, sudah menyatakan protes dengan pengunduran diri dari kedudukannya yang penting itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus