MINYAK dari Libya dikenal berkadar belerang rendah. Sudah sejak
lama negeri ini secara tetap menyalurkan sebagian besar
minyaknya ke Amerika Serikat, sekalipun keduanya uk punya
hubungan diplomatik lagi. Terakhir, kctika produksi harian
minyak Libya merosot dari 1,7 juta jadi 700 ribu barrel, AS
setiap hari masih menerima suplai 275 ribu barrel.
Dengan uang minyak (petrodolar) itulah, menurut dugaan
Washington, Tripoli membiayai berbagai gerakan radikal --
tcrutama Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Maka Senator
Gary Hart, misalnya, menganjurkan agar Gedung Putih segera
menghentikan impor dari Libya. Dengan cara itu, dia menduga
sumber keuangan negeri itu akan terpukul.
Gayung pun bersambut. Pekan lalu Dean Fischer, jurubicara
Departemen Luar Negeri AS, mengungkapkan kemungkinan negerinya
memboikot impor minyak dari Libya. Menurut dia, pemerintahan
Reagan sudah mual menyaksikan berbagai tindakan pemimpin Libya
Kolonel Muammar (addafi yang dianggap "melawan hukum". Antara
lain disebutnya Qaddafi menyokong "gerakan terorisme
internasional, dan membantu kegiatan subversif melawan
pemerintah setempat."
Menara Eiffel
Nama Kolonel Qaddafi awal November juga dihubungkan dengan suatu
usaha membunuh Christian Chapman, 60 tahun, seorang diplomat
senior Kedubes AS di Paris. Chapman pagi itu tengah menyeberangi
jalan di dekat Menara Eiffel. Mendadak seorang lelaki sekitar 30
tahun, menembaknya dari jarak 20 meter. Chapman segera
berlindung di balik mobil Plymouthnya yang antipeluru. Orang
berwajah "Timur Tengah" itu segera angkat kaki meninggalkan
tujuh selongsong peluru senjata genggam jenis Beretta, buatan
Italia.
Di Washington, Menlu Alexander Haig menduga. bahwa Kolonel
Qaddafi berada di belakang usaha pembunuhan tersebut. "Kami
mendapat berita dari sumber yang layak dipercaya bahwa Kolonel
Qaddafi membantu keuangan dan mensponsori latihan berbagai
kelompok teroris," katanya. Menurut Haig, kelompok teroris
itulah yang antara lain selalu berusaha "membunuh para diplomat
Amerika."
Tapi benarkah Washington akan memboikot minyak Libya? Adalah
Presiden Ronald Reagan sendiri yang pcrtama kali menyangsikan
keampuhan boikot minyak itu. Menurut dia, jika AS memboikot,
Libya tentu akan menjual minyaknya ke Eropa Timur atau Uni
Soviet.
Pendapatan Libya dari sektor minyak tahun ini diperkirakan hanya
akan mencapai US$ 7 milyar--tahun lalu US$ 22 milyar. Boikot
tadi diduga tidak akan berpengaruh. Cadangan devisanya (tanpa
emas) sebesar US$ 8 milyar, yang diduga akan tetap utuh
mengingat Tripoli tak membiayai banyak pembangunan di negerinya.
Hampir sebagian besar penghasilan minyaknya dihamburkannya hanya
untuk membeli perlengkapan perang, dan terutama mengongkosi PLO.
Adalah Kolonel Qaddafi pula yang dua tahun lalu pernah
menganjurkan OPEC (Organisasi Negara Pengekspor Minyak) agar
mengurangi produksi mereka secara besar-besaran untuk memukul
AS. Tapi Arab Saudi menolaknya. Bahkan ketika pecah perang
Irak-Iran, Oktober tahun lalu, Saudi mendongkrak produksinya
hingga di atas 10 juta barrel/hari.
Tindakan Saudi itu, tentu saja, menyebabkan terjadinya glut
(kelebihan sekitar 3 juta barrel/hari), dan menggoyahkan harga
minyak Libya yang dipasang USS 37 per barrel. Dalam situasi
seperti itu, Exxon, perusahaan minyak AS terbesar, memutuskan
sejak 4 November mengundurkan diri dari semua kegiatan
eksplorasi minyak dan gasnya di Libya. Dari ladang minyak negeri
itu, Exxon setiap hari menghasilkan sekitar 40 ribu
barrel--sementara pada tahun 60-an produksinya rau-rata 750 ribu
barrel.
Pengunduran diri Exxon itu menurut Petroleum Intellegence
Weekly, lebih banyak karena alasan ekonomi--bukan disebabkan
tekanan poliuk Washington. Tripoli kabarnya menghendaki pajak
minyak sekitar US$ 2 setiap barrel. Tapi Exxon, yang menganggap
harga minyak Libya USS 37 terlalu tinggi, menolak usulan tadi.
Karena tidak mencapai kesepakatan dalam pungutan pajak itu,
Mobil Oil pun menghentikan produksinya sejak 1 November, dan
juga berniat angkat kaki dari Libya.
Sikap Exxon dan Mobil itu, jika diikuti maskapai minyak lainnya,
tentu akan memukul jantung perekonomian Tripoli. Maka dalam
upaya melunakkan sikap berbagai perusahaan minyak tadi, Libya
dikabarkan akan menurunkan harga minyaknya setiap barrel dengan
US$ 1. Dengan cara itu, Libya mengharapkan minyaknya bisa
bersaing pula dengan produksi Nigeria yang berharga US$ 36 per
barrel.
Sementara itu, Washington pun. menganjurkan kepada seluruh
perusahaan minyak AS agar secara berangsur menarik para pekerja
mereka yang berkebangsaan Amerika. Di Libya kini masih tinggal
sekitar 1.500 pekerja Amerika.
Sedang ditekan dari berbagai penjuru, Libya menuduh AS berusaha
meruntuhkan pemerintahan di Tripoli. "Boikot minyak AS bertujuan
menggoyahkan stabilisasi pemerintahan Kolonel Qaddafi," demikian
pernyataan resmi Tripoli.
Libya juga menuduh AS membantu bekas Menteri Pertahanan Chad
Hissene Habre dengan persenjataan yang disalurkan ke Chad lewat
Sudan. Dari daerah bergolak yang mengandung banyak Uranium itu,
Tripoli secara berangsur seja awal November menarik mundur
4.00C pasukannya. Penarikan mundur itu di lakukannya sesudah
Presiden Chad Gou kouni Oueddei menganggap perlawanar Habre
mulai melemah. AS dan Sudan pun kabarnya berjanji tak akan mem
bantu bekas menteri pertahanan itu lagi. Kolonel Qaddafi, secara
moral juga men dapat tekanan dari Organisasi Persatuan Afrika
(OAlJ).
Sebagai pengganti pasukan Libya, Prancis mengusulkan agar OAU
mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian ke Chad. Secara
aklamasi usul itu diterima 34 anggota OAU. Kepada Chad itu
Prancis, dan juga sejumlah negara Afrika (seperti Zaire),
berjanji akan memberikan bantuan ekonomi yang tidak mengikat.
Libya sendiri sesungguhnya juga pernah berjanji memberikan
bantuan keuangan. Tapi sebelum terwujud, Oueddei mengusirnya.
Sekitar 300 pasukan para Zaire yang merupakan bagian dari 5.000
pasukan pemelihara perdamaian OAU, sudah tiba di Ndjamena,
ibukota Chad. Dan ternyata Kolonel Qaddafi, tanpa permintaan
Presiden Oueddei, tak ingin mempertahankan "pasukan
perdamaiannya." Tapi dia tetap dicurigai, dan AS masih melihaya
berbahaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini