SEHARI menjelang pemilihan umum di Korea Selatan, sebuah pemandangan dramatik muncul di layar televisi: seorang "mata-mata" Korea Utara diekstradisikan dari Bahrain. Di bawah pengawalan ketat, spion wanita itu terlihat turun dari pesawat di bandar udara Kimpo International, Seoul. Ketika kamera diarahkan close up, terlihat mulut spion itu diplester rapat. Ini dilakukan untuk mencegah ia minum racun, percobaan bunuh diri yang telah dilakukannya di Bahrain. Wanita yang memiliki identitas Mayumi Hachiya itu adalah seorang dari dua tersangka peledakan pesawat Korea Airline, KAL 858 rute Baghdad-Seoul ahkir November lalu. Pesawat yang jatuh di perbatasan Muangthai-Burma itu merenggut 115 jiwa penumpang, sebagian besar warga Korea Selatan. Mayumi, bersama tersangka lainnya yang mengaku bernama Shinichi Hachiya, dituduh memasang bom dalam perjalanan Baghdad -- Abu Dhabi. Mereka lalu turun di Abu Dhabi, waktu pesawat berhenti untuk transit, sebelum menuju Bangkok dan akhirnya Seoul. Pada hari pemilu Rabu pekan lalu, foto Mayumi -- yang sebenarnya belum jelas betul identitasnya -- terpampang besar-besar di halaman depan koran-koran pemerintah. Tulisan yang tercetak di situ menuduh Korea Utara sebagai dalang sabotase KAL 858 itu. Diberitakan pula, Presiden Chun Doo-Hwan sudah pula mengambil langkah-langkah seperlunya, menyiagakan pasukan di perbatasan, menghadapi kemungkinan invasi Korea Utara. "Awas ancaman komunis dari Utara" adalah kampanye tetap yang sudah agak membosankan di Korea Selatan. Tapi kecelakaan pesawat dan adanya seorang mata-mata wanita merupakan isu menggigit dalam kampanye kali ini. Rakyat terdesak untuk mengakui penguasa sekarang -- yang didukung kekuatan militer -- adalah benteng pertahanan yang diperlukan. Tak pelak lagi, Roh Tae-Woo calon presiden dari partai yang berkuasa DJP itu mendapat angin buritan. Peluang Roh itu tercermin pada pol harian Joong-ang Daily News yang diumumkan Sabtu pekan lalu. Sebenarnya, 73,3% pemilih belum dapat menentukan pilihannya, sampai hari pemilu tiba. Tapi ketika hari pemilu tiba, 72% responden menyatakan memilih Roh Tae-Woo, dan hanya 28% yang memberikan suara untuk Kim Young Sam. Memang dalam pol itu tak ada pertanyaan khusus tentang kaitan pemilu dengan isu kecelakaan KAL 858, namun para pengamat politik yakin, isu itu sangat mempengaruhi pemilih. "Kedatangan Mayumi di Seoul saya kira diatur dengan cermat oleh pemerintah," ujar Dr. T.C. Rhee, ahli sejarah Korea dari Universitas Dayton, Ohio, AS, yang kini berada di Seoul. Rhee dalam pembicaraan khusus dengan wartawan TEMPO, Seiichi Okawa, memperkuat kesimpulan Joong-ang, bahwa isu itu besar pengaruhnya pada massa yang mengambang. "Terutama kaum wanita," katanya. Pol partai pemerintah DJP (Partai Keadilan Demokratik) yang dipublikasikan harian Chosun Ilbo, menunjukkan popularitas Roh di awal kampanye tidak terlalu menggembirakan. Dari 12 pol selama kampanye, sampai pol ke-8 dan 9, nama Roh berada di bawah Kim Young Sam. Keadaan baru berubah pada pol ke-10, setelah isu KAL 858 beredar. DJP sendiri mengakui, isu sabotase Utara itu sangat mempengaruhi kemenangan Roh Tae-Woo. Tapi benarkah Mayumi digerakkan Korea Utara? Belum ada bukti pasti, persis seperti tuduhan sabotase lainnya: pengeboman di Rangoon pada 1983 menjelang kunjungan Chun Do-Hwan ke Burma, di mana 21 pejabat Korea Selatan, termasuk tiga menteri tewas. Korea Utara sendiri menyangkalnya berulang-ulang. Ada lagi: Sabtu pekan lalu pihak kejaksaan mengeluarkan pernyataan, Mayumi ternyata bukan orang Korea. Ia, menurut para pemeriksa, kemungkinan besar orang Jepang atau Cina. Keterlibatan Mayumi dalam operasi peledakan agaknya sukar disangkal. Padanya ditemukan sejumlah peralatan teroris, antara lain celana dalam yang memiliki kantung tersembunyi, dan sejumlah rokok dengan filter yang kosong. Mayumi sendiri mengaku, ia sebenarnya tak tahu apa-apa. Ia menurut saja apa yang diperintahkan padanya, karena ia hanya pembantu, sekaligus pacar dari teroris pemegang paspor Shinichi Hachiya. "Sang ayah" tewas menenggak racun ketika diperkisa di Bahrain, tempat mereka tertangkap. Terdapat data yang menunjukkan kaitan antara kedua teroris Hachiya dan Korea Utara. Shinichi Hachiya, pemegang paspor yang dipalsukan, sudah ditemukan dan mengaku pernah meminjamkan paspornya kepada Akira Miyamoto alias Li Kyong-U, seorang pemalsu paspor ulung berkebangsaan Korea yang tinggal di Jepang sejak 1938. Kyong-U ini, menurut catatan kepolisian Jepang, pernah terlibat kegiatan mata-mata Korea Utara di Jepang tahun 1985. Hingga kini ia belum tertangkap. Dugaan lain menyebutkan, kedua teroris itu bukan mata-mata Korea Utara, melainkan anggota Tentara Merah, grup teror yang terkenal itu. Pelacakan menunjukkan, sebelum mencapai Baghdad mereka singgah di Yogoslavia. Tempat singgah ini menjadi penting karena pentolan Tentara Merah, Osamu Maruoka, yang tertangkap di Jepang hampir bersamaan waktu, baru saja mengunjungi Yugoslavia dan mengantungi tiket perjalanan ke Korea Selatan. Ada lagi: menjelang Mayumi diekstradisikan, sebuah telepon ancaman dari Libanon masuk ke Imigrasi Bahrain, minta agar Mayumi, rekan mereka, dibebaskan. Pengancam itu mengutarakan pula sasaran peledakan KAL 858 adalah orangorang Jepang, bukan Korea -- pesawat itu memang mengangkut para buruh Korea dan Jepang yang akan pulang berlibur. Petunjuk lain adalah meledaknya South African Airways 747 di Mauritius, sekitar 24 jam sebelumnya. Pesawat yang berangkat dari Taipei, Taiwan, menuju Johannesburg, Afrika Selatan, itu membawa 41 nelayan Jepang. Menjelang keberangkatan pesawat ini, dinas intelijen penerbangan yang bekerja untuk Asosiasi Penerbangan Internasional sudah mengirimkan peringatan, ada indikasi Tentara Merah yang bermarkas di Libanon akan melakukan sabotase. Pemeriksaan jenazah dan puing-puing SAA 747 menunjukkan pesawat itu memang diledakkan. Namun, apa pun motivasi peledakan KAL 858 dan siapa yang melakukannya, musibah yang terjadi sangat menguntungkan calon presiden Roh Tae-Woo. Ia, yang Juli lalu mampu menemukan terobosan di tengah keadaan yang mahasulit, kini dengan cepat melihat peluang emas untuk meraih kemenangan. Bagi Roh, 155 nyawa tak boleh melayang percuma. Jim Supangkat (Jakarta), Seiichi Okawa (Seoul)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini