Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Resah berdarah di jalur gaza

Ribuan orang palestina berdemonstrasi di jalur gaza. puluhan orang tewas. kerusuhan terbesar sejak 20 tahun silam. israel banyak menerima kecaman termasuk dari golongan kiri israel.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI giliran Jalur Gaza diguncang krisis. Daerah Palestina yang dicaplok Israel -- hasil menang perang tahun 1967 -- dalam sepuluh hari terakhir ini berlumuran darah. Sebelum situasi mereda, kerusuhan menjalar ke Tepi Barat -- juga daerah Palestina yang diduduki Israel. Sumber-sumber PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di markasnya yang baru di Baghdad menyatakan, korban yang tewas karena dibantai tentara Israel -- paling sedikit 47 orang. Tel Aviv menyatakan hanya 16 orang. Sementara itu, pemimpin PLO Yasser Arafat menegaskan bahwa organisasi itu akan mengambil serangkaian tindakan untuk mendukung perlawanan rakyat Palestina. Ia juga menyatakan terima kasih pada semua pemerintah dan pihak-pihak yang bersahabat, termasuk sejumlah orang Israel, yang bersimpati mendukung rakyat Palestina dan mendesak agar tentara Israel ditarik mundur dari dua daerah pendudukan itu. Adapun kerusuhan di Jalur Gaza mencapai puncaknya ketika ratusan pemuda Palestina menghambur ke jalanan, bersenjatakan batu dan molotov. Pasukan para dan satuan infanteri Israel yang mulai diturunkan Rabu pekan lalu menghadang mereka dengan peluru bermesiu. Bukan dengan peluru karet atau semburan air, seperti lazimnya. Ratusan yang lain terluka, puluhan lagi tertangkap -- sebagian bahkan diseret dari dalam Rumah Sakit Shifa, ketika mereka hendak dirawat akibat dihajar popor senapan. Dari London, Amnesti International langsung mengirimkan gugatan kepada Menhan Israel Yitzhak Rabin. Organisasi ini mempertanyakan keabsahan Israel yang telah menggunakan, kata pernyataan itu, "kekuatan tak masuk akal", untuk menghadapi pemuda di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Pembantu Menlu AS, Richard W. Murphy mengatakan, cara-cara Israel semacam itu "Tidak sesuai dengan tata cara yang sudah lazim dalam pergaulan internasional." Dari Malaysia, PM Mahathir Mohamad juga berkomentar. "Sekali lagi itu merupakan bukti kebrutalan pemerintah Israel yang tidak menghargai keadilan dan kemanusiaan," katanya. Ia juga mengimbau rezim di Tel Aviv, agar menghargai hak-hak sah orang Palestina atas tanah kelahiran mereka. Suara-suara itu tidak membuat Menhan Israel Yitzhak Rabin bergeming. Yang diperhitungkan Tel Aviv adalah Mesir bukan AS, penyokong utama Israel, bukan pula Pasaran Bersama Eropa, mitra dagang terpentingnya. Pejabat Menlu Ezer Weizman, salah seorang arsitek perjanjian damai Mesir-Israel 1979, mengatakan bahwa pihaknya bertekun selama 48 jam, menyiapkan tanggapan resmi untuk Mesir. "Untuk meyakinkan Mesir bahwa kami tidak akan mengecewakan mereka." Mesir memang satu-satunya negara Timur Tengah yang menandatangani akta perjanjian dengan Israel. Mesir sendiri pekan lalu sudah menyatakan kecemasannya atas penembakan orang-orang Palestina itu, dan menilainya sebagai ancaman terhadap perdamaian di Timur Tengah. Dalam dua puluh tahun terakhir, kerusuhan Gaza adalah yang paling gawat di kawasan itu. Kekuatan demonstran Palestina sudah berlipat menjadi ribuan orang. Bis-bis dibakar, setelah penumpangnya disuruh pergi, lalu ban-ban disulut sebagai barikade jalanan. Sebuah restoran milik keluarga Yahudi di Distrik Jabal Mukhaber diserang sekitar 500 orang Palestina. Lalu di Distrik Azariyeh bom molotov meletus di kantor polisi. "Setahu saya, selama 20 tahun, sejak 1967, baru kali ini saya saksikan kerusuhan sedemikian dahsyat," kata Aharon Sarig, Direktur Jenderal Kota Praja Yerusalem. Anak-anak sekolah diam di rumah dalam rangka mogok belajar. Masyarakat Palestina sudah menyerukan agar semua warganya yang tinggal di wilayah kekuasaan Israel itu melakukan mogok umum mulai Senin ini. Picu kerusuhan ini adalah insiden Selasa dua pekan lalu, ketika empat orang Palestina tewas tertabrak truk tentara Israel, di dekat kamp pengungsi di Jalur Gaza. Pihak tentara menyebutkan peristiwa itu kecelakaan lalu lintas biasa. Orang-orang Palestina menganggap, ada unsur kesengajaan. Barangkali juga sebuah pembalasan terselubung -- apalagi ketika kemudian pihak tentara begitu mudah melepas peluru -- atas penyusupan seorang gerilyawan Palestina dengan layang gantung yang menewaskan enam serdadu Israel, bulan lalu. Maka, warga sipil Palestina di kawasan pendudukan Israel itu pun berontak. Marah. Di kawasan pendudukan itu, ada 1,5 juta orang Palestina, 650 ribu di antaranya menghuni kamp pengungsi di Jalur Gaza. Mereka hidup berimpit-impitan, dengan fasilitas air minum yang mengucur hanya dua hari dalam seminggu. Mereka pun dipepet oleh kemiskinan dan pengangguran -- sebagian melarikan diri ke ajaran keagamaan yang militan. Anak-anak muda, yang lahir dan tumbuh ketika tanah kelahirannya sudah di bawah kekuasaan Israel, kini terpanggil untuk maju. Mereka itulah yang turun ke jalan belakangan ini. Seperti menggugat nasib sendm. Sementara itu, pertemuan-pertemuan internasional, seperti KTT negara Arab bulan lalu, masih belum memprioritaskan masalah Palestina. Protes orang Arab Palestina itu mendapat dukungan golongan kiri Israel. Sabtu malam kemarin, di Tel Aviv, sekitar 3.000 orang menghadiri rapat umum yang diorganisasi gerakan perdamaian Israel. "Jika kita hendak hidup tenang di sini dan menegakkan demokrasi, maka kita harus menghargai hak-hak orang Palestina," kata Shulamit Aloni, anggota gerakan hak-hak asasi yang berhaluan kiri. "Jika mereka tidak merasa punya hak apa pun dan tanpa harapan, mereka akan bangkit. Dan kita terpaksa berkelahi. Dan itu akhir dari segalanya." Perbedaan pendapat memang terjadi di Tel Aviv, juga di antara para pejabat pemerintah. Ketika Yitzhak Rabin ngotot menggunakan kekerasan -- kalau perlu dengan senjata -- Ezer Weizman justru bersikap lain. "Siapa pun yang berpendapat bahwa kejadian ini bisa dilupakan begitu saja, ia telah melakukan kesalahan serius," kata Weizman. Bagaimanapun, "Ini bukti kegagalan dalam mengusahakan satu solusi politik, dan ketiadaan niat ke arah itu." Mohamad Cholid, kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus