Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Luar Negeri dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Dubai menyoroti kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa sejumlah perempuan WNI pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka diduga menjadi korban eksploitasi dengan dipaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menuturkan selama periode Januari-Maret 2025, KJRI Dubai telah menerima dan menindaklajuti 19 kasus PMI yang dieksploitasi sebagai PSK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari 19 korban tersebut, 7 korban telah berhasil dipulangkan ke Indonesia, sedangkan 12 korban lainnya masih berproses penegakan hukumnya dan saat ini ditampung di shelter KJRI Dubai," kata Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 15 April 2025.
Judha juga mengungkap modus yang digunakan dalam kasus tersebut. Awalnya, jelas Judha, para pekerja tersebut telah bekerja sebagai pembantu laksana rumah tangga (PLRT). Kemudia, mereka diiming-imingi gaji tinggi agar mau kabur dan pindah pekerjaan.
"Namun ternyata mereka dibawa ke muncikari dan dipekerjakan di tempat prostitusi sebagai PSK," ujar Judha.
Merespon sederet kasus TPPO tersebut, Judha menyampaikan, KJRI Dubai telah bekerja sama dengan Criminal Investigation Division Kepolisian Dubai untuk proses penyelamatan dan penegakan hukum. Dia juga menegaskan bahwa KJRI Dubai juga telah menyediakan nomor hotline (+971 56 332 2611) untuk menanggapi secara cepat setiap pengaduan.
Sebagai langkah preventif, Judha menjelaskan, KJRI Dubai aktif melakukan sosialisasi ihwal modus dan bahaya TPPO kepada kelompok PMI, agensi, hingga komunitas masyarakat Indonesia.
KJRI Dubai bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abu Dhabi juga bekerja sama dengan para tokoh masyarakat di tujuh keamiran di UEA melalui pembentukan tim pendamping PMI.
Judha menegaskan mengimbau agar para PMI tidak mudah tergiur iming-iming gaji tinggi dan kemudian kabur dari majikan resminya. "Status ilegal akan menempatkan mereka menjadi rentan tereksploitasi, termasuk eksploitasi seksual," tuturnya.
Selain itu, Juda mengingatkan bahwa sesuai Permenaker No. 260 Tahun 2015, UEA merupakan negara yang terlarang untuk penempatan PMI sektor domestik (PLRT).
Secara khusus, Judha juga menyoroti sebuah video milik seseorang bernama Eni Roheti. Saat ini, sambung Judha, KJRI Dubai telah berhasil berkomunikasi Eni. Judha menjelaskan bahwa Eni menyatakan tidak memiliki masalah di Dubai. Namun, kasus yang menimpa temannya telah ditindaklanjuti dan dilaporkan ke kepolisian setempat.
Sebelumnya, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) melaporkan terdapat kasus eksploitasi seksual terhadap 19 pekerja migran Indonesia di Dubai, Uni Emirat Arab. Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan tujuh di antara korban telah berhasil dipulangkan ke Indonesia.
“Sementara 12 yang lain masih dalam proses hukum dan berada di shelter KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) di Dubai,” ucap Karding dalam konferensi pers di Gedung Kementerian P2MI, Jakarta Selatan, pada Jumat, 11 April 2025.
Karding mengatakan, para pekerja migran tersebut semula bekerja sebagai pekerja rumah tangga untuk majikan. Namun mendapat iming-iming untuk kabur dan berpindah pekerjaan di sana dengan gaji yang lebih besar.
Alih-alih mendapat pekerjaan yang layak, para pekerja migran itu justru dipertemukan dengan muncikari dan dijebak untuk menjadi pekerja seks komersial. Sehingga, menurut dia, kasus ini menjadi tindak pidana perdagangan orang atau TPPO.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah seorang pekerja migran bernama Eni Roheti membuat unggahan di media sosial terkait kondisi pekerja migran yang terjerat TPPO. Karding memastikan Roheti dalam kondisi aman.
P2MI bekerja sama dengan Kemlu RI dan KJRI Dubai untuk memastikan perlindungan PMI yang terjebak dalam TPPO tersebut. Sesuai Permenaker Nomor 260 Tahun 2015, kata dia, penempatan PMI domestik ke Uni Emirat Arab masih dilarang, dan semua pengiriman harus mematuhi aturan dan prosedur resmi. "Maka mereka (PMI) ini juga sebagai pekerja migran unprosedural," kata dia.
Hammam Izzuddin ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: 19 Pekerja Migran Indonesia di Dubai Dipaksa Jadi PSK