Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Setidaknya 22 orang, termasuk tiga biksu Buddha, ditembak mati dari jarak dekat di Myanmar tengah pekan lalu, menurut post-mortem seorang dokter. Penentang kekuasaan militer menyebut peristiwa ini sebagai pembantaian warga sipil yang dilakukan oleh tentara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tatmadaw atau militer Myanmar mengakui pasukannya terlibat dalam bentrokan dengan pejuang pemberontak di wilayah Pinlaung, negara bagian Shan selatan, tetapi tidak melukai warga sipil. Juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan dalam sebuah pernyataan, Pasukan Pertahanan Kewarganegaraan Karenni (KNDF) dan kelompok pemberontak lainnya memasuki desa Nan Neint setelah pasukan pemerintah tiba untuk mengamankan milisi rakyat setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ketika kelompok teroris melepaskan tembakan keras, beberapa penduduk desa tewas dan terluka," katanya dikutip dari Reuters pada Jumat, 17 Maret 2023. Dia tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Seorang juru bicara KNDF mengatakan tentaranya memasuki Nan Neint pada Minggu, 12 Maret 2023, dan menemukan mayat berserakan di sebuah biara Buddha.
Video dan foto yang disediakan oleh KNDF dan kelompok lain, Karenni Revolution Union (KRU), menunjukkan luka tembak di badan dan kepala mayat serta lubang peluru di dinding biara. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian materi tersebut.
Sebuah laporan post-mortem oleh Dr. Ye Zaw mengatakan bahwa senjata otomatis kemungkinan besar digunakan dari jarak dekat untuk membunuh 22 orang, termasuk tiga biksu berjubah kunyit. Dokter Ye Zaw merupakan bagian dari National Unity Government (NUG), pemerintahan sipil di pengasingan yang dibentuk sejak kudeta.
"Karena tidak ada seragam militer, peralatan, dan amunisi yang ditemukan di sisa jenazah, terbukti bahwa mereka adalah warga sipil," kata laporan tersebut, yang salinannya telah ditinjau oleh Reuters. "Karena semua mayat ditemukan di dalam kompleks biara Nan Nein, terbukti bahwa ini adalah pembantaian."
Pertempuran telah berkecamuk di daerah itu setidaknya selama dua minggu. Menurut laporan media lokal, sekitar 100 bangunan dibakar di dalam dan sekitar lokasi dugaan pembantaian di Nan Neint. Kabar ini juga dikonfirmasi pasukan perlawanan dan gambar satelit yang diverifikasi oleh Myanmar Witness, sebuah organisasi yang mendokumentasikan pelanggaran HAM.
Myanmar, negara anggota ASEAN, mengalami krisis sejak militer merebut kekuasaan pemerintahan yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada 2021. Gerakan perlawanan, beberapa bersenjata, telah muncul di seluruh negeri. Militer melawan dengan kekuatan mematikan dan oposisi diberi label "teroris". Beberapa pasukan militer etnis juga memihak junta.
Aung Myo Min, menteri hak asasi manusia di NUG, mengatakan junta telah menggenjot operasi tempur dan menyerang kelompok warga sipil tak bersenjata dalam setidaknya empat kejadian dalam dua minggu terakhir.
"Jelas terbukti bahwa strategi junta adalah menargetkan warga sipil, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya kepada wartawan dalam konferensi media online.
Junta membantah menargetkan warga sipil. Ia mengklaim pasukannya hanya menanggapi serangan oleh "teroris". Sedikitnya 3.137 orang tewas dalam penumpasan militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan nirlaba untuk Tahanan Politik. PBB telah menuduh militer melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
REUTERS
Pilihan Editor: Kuil di Thailand Kosong, Seluruh Biksu Dipecat karena Pakai Narkoba