Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

4 Propaganda Israel untuk Membenarkan Kejahatan Perang di Gaza

Meski mengatakan memburu Hamas, Israel terbukti mengebom kamp pengungsi, rumah sakit, ambulans, jurnalis hingga warga sipil di Gaza.

11 November 2023 | 14.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Asap mengepul saat pengungsi Palestina berlindung di rumah sakit Al Shifa, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Hamas dan Israel, di Kota Gaza, 8 November 2023. REUTERS/Doaa Rouqa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan mendadak kelompok pejuang Palestina di Gaza, Hamas, ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu membuat negara Zionis itu murka. Tak hanya menewaskan 1.200 warga Israel, mayoritas militer dan polisi, Hamas juga berhasil menyandera sekitar 240 orang, baik warga Israel maupun warga asing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai balasan, hanya beberapa jam setelah serangan Hamas, Israel memborbardir jalur Gaza secara brutal.Hingga Sabtu 11 November 2023, lebih dari 11 ribu warga Palestina dibantai Israel, sebagian besar adalah perempuan anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski mengatakan memburu Hamas, Israel terbukti mengebom kamp pengungsi, rumah sakit, ambulans, jurnalis hingga warga sipil. Serangan terhadap lokasi-lokasi yang dilindungi dalam aturan hukum perang internasional pun diterabas Israel, dengan sejumlah dalih.

Berikut 4 propaganda Israel untuk membenarkan kejahatan perang di Gaza

1. Fitnah 40 Bayi Dipenggal Hamas

Saat awal-awal setelah serangan Hamas ke sejumlah kibbutz atau perumahan warga di selatan Israel, kabar kekejian serangan Hamas dilontarkan oleh tentara Israel dan jurnalis yang mengikuti mereka. Nicole Zedeck, koresponden outlet berita swasta Israel i24NEWS, mengatakan dalam video bahwa tentara Israel mengatakan kepadanya bahwa mereka menemukan “bayi, kepala mereka dipenggal.”

Video tersebut telah dilihat lebih dari 11 juta kali di X, menurut penghitung penayangannya. Dalam tweet lainnya, Zedeck menulis bahwa tentara mengatakan kepadanya bahwa mereka yakin “40 bayi/anak-anak terbunuh.”

Meski tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya karena tidak ada foto yang ditunjukkan oleh tentara Israel, kabar ini langsung dipercaya oleh influencer, sejumlah politikus Amerika hingga Presiden AS Joe Biden.

Marc Owen Jones, seorang profesor studi Timur Tengah di Universitas Hamad Bin Khalifa di Qatar yang mempelajari misinformasi, mengatakan kepada NBC News bahwa klaim “40 bayi dipenggal” memiliki lebih dari 44 juta tayangan di X, dengan lebih dari 300.000 suka dan lebih dari 100.000 kiriman ulang. Akun utama yang menyebarkan klaim tersebut adalah i24NEWS dan akun resmi Israel, menurut data Jones.

Pada 12 Oktober, Pemerintah Israel mengakui kabar pemenggalan kepala bayi tidak dapat dikonfirmasi.

2. Jurnalis Palestina Mengetahui Rencana Hamas Menyerang Israel

Jurnalis Reuters Palestina Mohammed Salem yang meliput pemboman Israel di Gaza, berpose untuk foto saat dia bekerja di atap di Kota Gaza 12 Oktober 2023. REUTERS/Arafat Barbakh

Selama serangan mematikan Israel di Gaza sejak 7 Oktober, Komite Keselamatan Jurnalis (CPJ) melaporkan 40 jurnalis tewas hingga 10 November 2023. CPJ menyebut 35 jurnalis adalah warga Palestina, 4 warga Israel dan seorang pewarta foto Reuters berkebangsaan Lebanon.

Sebagian besar jurnalis Palestina tewas tidak saat bekerja, melainkan dalam pengeboman rumah mereka oleh Israel.

Di saat angka kematian jurnalis di Gaza, tertinggi saat konflik sejak 1992 menurut CJP, tiba-tiba sebuah organisasi yang mengklaim sebagai pengawas media asal Israel, menuding jurnalis Palestina terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

HonestReporting – yang menggambarkan dirinya sebagai organisasi nirlaba yang berfokus pada “bias media anti-Israel” – melaporkan jurnalis foto lepas Palestina yang mendokumentasikan serangan Hamas, terlibat dalam serangan tersebut.

“Apakah ini dikoordinasikan dengan Hamas?” kata laporan tersebut. “Apakah masuk akal untuk berasumsi bahwa ‘jurnalis’ muncul begitu saja di pagi hari di perbatasan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan para teroris? Atau apakah mereka bagian dari rencana?”

Laporan ini membuat pemerintah Israel menjustifikasi serangan terhadap jurnalis yang dianggap membela Hamas.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, “Para jurnalis ini adalah kaki tangan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.” Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan jurnalis yang mengetahui pembantaian tersebut namun bertindak “sebagai penonton” harus diperlakukan sebagai teroris.

Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi menulis kepada media bahwa “orang-orang tertentu” yang bekerja untuk mereka “memiliki pengetahuan sebelumnya tentang tindakan mengerikan ini.” Sebuah unggahan di media sosial yang menyertainya mengatakan bahwa siapa pun yang tetap diam mengenai serangan tersebut sebelumnya harus diperlakukan seperti teroris.

Danny Danon, anggota parlemen Israel dan mantan perwakilan tetap pemerintah untuk PBB, mencatat bahwa badan keamanan dalam negeri Israel telah mengumumkan akan “menghilangkan semua peserta pembantaian 7 Oktober.”

“Para ‘jurnalis foto’ yang mengambil bagian dalam rekaman penyerangan itu akan ditambahkan ke daftar itu,” kata Danon.

Namun, Direktur eksekutif HonestReporting menarik kembali implikasi dari laporan kelompok tersebut, dengan mengatakan bahwa tidak ada bukti yang mendukung anggapan bahwa para jurnalis terlibat dalam serangan tersebut.

Sehari setelah laporan tersebut diterbitkan, Direktur Eksekutif HonestReporting Gil Hoffman, mantan reporter Jerusalem Post, mengatakan kepada The Associated Press bahwa organisasinya hanya “mengajukan pertanyaan” dan mengakui bahwa mereka tidak memiliki bukti bahwa para jurnalis tersebut terlibat dalam serangan tersebut.

Pada saat itu, kerusakan telah terjadi, dan baik jurnalis foto maupun media yang mencetak karya mereka telah berjuang untuk melindungi keselamatan mereka, mempertahankan reputasi mereka dan menjauhkan diri dari tuduhan terorisme.

3. Hamas Menjadikan Rumah Sakit sebagai Tempat Berlindung

Seorang pria Palestina bereaksi di samping mayat di klinik rawat jalan Rumah Sakit Al Shifa, menyusul serangan Israel, di Kota Gaza, 10 November 2023 dalam tangkapan layar yang diperoleh dari video media sosial. Ahmed Hejazi/Instagram/via REUTERS

Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah memborbardir seluruh rumah sakit di Gaza meski lokasi tersebut dilindungi oleh hukum perang. Israel berdalih serangan itu sah karena Hamas menggunakan rumah sakit sebagai markas atau tempat berlindung.

Hingga Sabtu 11 November 2023, rumah sakit terbesar di Gaza, Al Shifa, terus mendapat serangan Israel. Dokter Lintas Batas menyebut sudah tidak dapat menghubungi tim medis yang berada dalam. Sementara tim medis juga tidak dapat keluar karena masih banyak pasien yang harus diselamatkan.

Israel merilis apa yang dikatakannya sebagai “video berbasis intelijen” dengan ilustrasi model 3D dari area di bawah tanah. Mereka juga merilis rekaman yang menunjukkan dua warga Palestina tak dikenal berbicara melalui telepon, di mana salah satu dari mereka memberi tahu yang lain bahwa Hamas bermarkas di rumah sakit tersebut. Keaslian rekaman tersebut tidak dapat diverifikasi.

Human Rights Watch (HRW) mengatakan pihaknya tidak dapat mengkonfirmasi klaim Israel bahwa Hamas menggunakan Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza untuk tujuan militer.

“Militer Israel mengklaim bahwa Hamas memiliki markas besarnya di bawah rumah sakit al-Shifa, dan bahwa pejabat militer Hamas berada di dalam rumah sakit tersebut. HRW tidak dapat menguatkan tuduhan ini,” kata HRW dalam sebuah pernyataan di X Kamis malam pekan ini.

Rumah sakit lain yang juga dibidik oleh Israel adalah Rumah Sakit Rehabilitasi dan Prostetik Sheikh Hamad bin Khalifa, yang umumnya dikenal sebagai Rumah Sakit Qatar

Sanad, badan investigasi digital Al Jazeera, telah membantah klaim terbaru otoritas Israel bahwa ada terowongan Hamas di bawah rumah sakit itu pada Rabu pekan ini.

Sebuah video yang dirilis oleh militer Israel menunjukkan sebuah lubang di halaman rumah sakit, tepat di sebelah tembok luar, yang mereka duga mengarah ke terowongan Hamas.

Namun, penyelidikan Sanad menunjukkan bahwa ini hanyalah pintu masuk untuk reservoir air yang digunakan rumah sakit untuk mengisi kolam terapi bagi orang yang diamputasi, mengairi lahan, dan sumber air cadangan jika terjadi keadaan darurat.

Sanad menganalisis rekaman satelit dan arsip pembangunan rumah sakit dan berbicara dengan salah satu insinyur asli yang membangunnya.

Rumah sakit yang dibangun Qatar ini mulai beroperasi pada 2019. Seperti rumah sakit lain di Jalur Gaza yang terkepung, rumah sakit tersebut telah dirusak oleh pemboman udara Israel yang tiada henti yang menargetkan fasilitas medis.

4. Hamas Gunakan Ambulans sebagai Alat Transportasi

Warga Palestina memeriksa kerusakan ambulans setelah diserang pasukan Israel di pintu masuk rumah sakit Shifa di Kota Gaza, 3 November 2023. REUTERS/Mohammed Al-Masri

Israel menyerang konvoi ambulans yang membawa pasien dalam kondisi kritis di depan Rumah Sakit Al-Shifa Kota Gaza pada akhir pekan lalu, fasilitas medis terbesar di daerah kantong tersebut, yang menurut saksi mata menewaskan dan melukai puluhan orang.

Sedikitnya 15 orang tewas dan 50 lainnya luka-luka, kata otoritas kesehatan yang dikelola Hamas pada Jumat. Rekaman dari tempat kejadian menunjukkan setidaknya selusin korban berlumuran darah berserakan di tanah dekat ambulans. Tampaknya ada kerusakan akibat pecahan peluru pada setidaknya satu mobil di lokasi kejadian.

Israel mengatakan mereka menargetkan ambulans tersebut karena digunakan oleh Hamas, menurut pernyataan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF). “Sebuah pesawat IDF menabrak ambulans yang diidentifikasi oleh pasukan sebagai digunakan oleh sel teroris Hamas di dekat posisi mereka di zona pertempuran,” tulisnya.

“Sejumlah anggota teroris Hamas tewas dalam serangan itu… Kami memiliki informasi yang menunjukkan bahwa metode operasi Hamas adalah dengan mentransfer anggota teror dan senjata ke dalam ambulans,” kata pernyataan itu.

Serangan ambulans tersebut mendorong Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk mengulangi seruannya agar gencatan senjata di Gaza, namun ditolak oleh Israel.

“Saya ngeri dengan laporan serangan di Gaza terhadap konvoi ambulans di luar rumah sakit Al Shifa,” kata Guterres dalam sebuah pernyataan.

Pasukan Pertahanan Israel dan dinas keamanan Shin Bet kemudian pada Rabu merilis bukti yang diklaim tentang penggunaan ambulans oleh Hamas untuk melaksanakan operasinya, termasuk rekaman dari panggilan telepon yang disadap dan interogasi terhadap milisi yang berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober.

Dalam panggilan telepon yang disadap dan disiarkan oleh militer, terdengar seorang anggota kelompok teror berbicara kepada seorang pria Gaza, mengatakan bahwa dia “dapat pergi dengan ambulans apa pun” yang dia inginkan.

Namun, The Wasington Post menyebut video dan foto dari serangan ambulans menunjukkan pasien di dalam ambulans hanyalah perempuan dan anak-anak.

REUTERS | AL JAZEERA | THE HUFFINGTON POST

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus