SEKITAR 700 wanita dan anak-anak Palestina di Baalbek, Ahad
silam, turun ke jalan. Mereka membentuk pagar betis untuk
melerai bentrokan bersenjata antara kelompok Al-Fatah yang
menyokong dan menentang Yasser Arafat. "Jangan tumpahkan darah
kalian untuk sesama Palestina," bunyi salah satu yang dibawa
demonstran.
Sejak pemberontakan di tubuh Al-Fatah meletus, empat pekan
berselang, tercatat sudah belasan gerilyawan Palestina tewas dan
cedera akibat bentrokan senjata yang tak terelakkan. Menurut Abu
Jihad, pembantu terdekat Arafat, bentrokan terjadi karena kaum
pemberontak berusaha merebut sebuah pos PLO di Lembah Bekaa,
Libanon. Usaha itu berhasil digagalkan orang-orang Arafat.
Tapi di Damaskus mereka sukses. Kelompok pembangkang yang
dipimpin Abu Musa itu berhasil merebut depot logistik di sana.
Tindakan ini ditafsirkan orang sebagai reaksi atas "hukuman
pengucilan" yang diberlakukan Arafat terhadap Musa dan
kawankawan. Sebuah maklumat yang disiarkan kubu pemberontak
mengklaim bahwa di belakang mereka berdiri 10.000 gerilyawan
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Sesudah perebutan depot logistik di Damaskus, Arafat, tanpa
menghiraukan tawaran Suriah untuk mengatasi konflik Al-Fatah,
menyelinap ke luar dari Damaskus dan lembah Bekaa. Ia
meninggalkan anak-buah yang hampir cerai-berai untuk mencari
dukungan sekutu politiknya. Ketika tembak-menembak terjadi di
Baalbek, Arafat dikabarkan berada di Aljir minta dukungan bagi
perjuangannya pada Presiden Chandid Benjeddi. Ia sebelumnya
berada di Rumania dan bertemu dengan Presiden Nicolae
Ceausescoe. Rumania menjanjikan untuk PLO.
Kantor berita resmi PLO, WAFA memberitakan Yuri Andropov juga
berpesan kepada Arafat agar mengutamakan kekompakan baik di
kalangan PLO maupun dalam hubungan dengan Suriah. Pemimpin
tertinggi Uni Soviet itu masih menyatakan dukungannya bagi
perjuangan kemerdekaan Palestina.
Apakah kobaran semangat macam begitu yang dicari Arafat? Tentu
tidak. Di saat-saat kritis sekarang, Arafat agaknya ingin
menunjukkan pada dunia bahwa ia tetap pemimpin PLO yang sah.
Namun seorang teman seperjuangannya justru membuktikan lain.
Temannya itu, Shalah Halaf, yang diutus ke Moskow oleh Arafat,
justru ingin keluar dari Al-Fatah. Tindakan itu, menurut dia,
akan dilakukannya bila perpecahan di tubuh organisasi gerilyawan
Palestina terbesar itu (meliputi 80% dari potensi PLO) tetap
saja berlarut-larut. Khalaf sudah aktif sejak Al-latah
didirikan 18 tahun silam.
Pemberontakan dalam tubuh Al-Fatah, menurut Arafat,
ditiup-tiupkan oleh Kepala Negara Libya Muammar Qaddafi yang
tahun silam menyerukan agar Arafat dan PLO-nya mati syahid saja
di Beirut Barat. Karena itu ia terus menggalang dukungan untuk
"menjinakkan" Qaddafi. Dari Aljir Arafat dikabarkan bertolak ke
Arab Saudi, India, Persatuan Emirat Arab, dan Kuwait. Missi
Arafat ini sampai Senin malam belum memperlihatkan hasil
positif.
Akan berantakankah Al-Fatah jika ditinggalkan Arafat? Abu Musa
mengatakan tidak. "Al-Fatah tidak kekurangan pemimpin. Bahkan
banyak yang lebih hebat dari Arafat," ujar Abu Musa.
Kolonel Abu Musa, yang menuduh Arafat gagal besar, tidak setuju
dengan gaya kepemimpinan tokoh Nomor 1 Al-Fatah yang semakin
lama semakin moderat. "Lihat! PLO dengan mudah memihak siapa
saja, Amerika, Soviet, Rencana Fahd, atau Rencana Brezhnev.
Sikap begitu tak ubahnya cocktail politik - semacam ramuan yang
tidak karuan," katanya. Thomas Friedman, seorang analis Timur
Tengah, menulis bahwa pemberontakan Al-Fatah bisa merupakan awal
dari tamatnya riwayat Arafat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini