Tahun 1977 agaknya akar merupakan tahun tarpa Henry
Kissirger di atas, pentas. Setelah terbiasa melihatnya, muncul
di halaman pertama koran, kepegiannya mungkin agak janggal
terasa Tapi bisakah kita melupakannya? Bagaimana kita
menilainya?
HEINZ Alfred Kissinger lahir di Furth, Bavaria Jerman, 27 Mei
1923. Setengah abad kemudian, Agustus 1973, ia menjadi orang
Yahudi pertama yang menduduki jabatan menteri luar negeri
Amerika Serikat.
Peristiwa penting itu terjadi, hanya 30 tahun setelah lewat
naturalisasi ia mendapatkan kewarganegaraan Amerika. Masa 50
tahun sebelum jadi Menteri mau pun tahun-tahun setelah itu,
adalah masa-masa sibuk bagi Kissinger. Juga masa
peristiwa-peristiwa penting bagi dunia.
Lima belas tahun hidup di Jerman, tatkala Hitler makin berkuasa,
Kissinger bukannya tidak mengalami terror Nazi. Ayahnya dipecat
dari jabatan guru sekolah. Ia sendiri diusir dari sekolah umum,
untuk akhirnya menjadi murid pada sekolah khusus untuk orang
Yahudi.
Furth, kota kelahirannya itu, memang merupakan salah satu tempat
permukiman Yahudi. Di sana ada tiga ribu orang Yahudi dari
keseluruhan 80 ribu penduduk. Tapi ketika perang dunia berakhir,
orang Yahudi yang masih tersisa di kota itu cuma ada 70 orang.
Sebagian mengungsi, seperti keluarga Kissinger, tapi sebagian
besar mati di kamp konsentrasi lazi. "Saya tidak begitu sadar
mengenai hal itu. Untuk anak-anak, soal tersebut tidaklah begitu
serius. Adalah mode sekarang ini untuk menjelaskan semua soal
secara psiko-analitis, tapi secara terus terang, tekanan politik
pada masa kecil saya bukanlah hal yang kini mengendalikan hidup
saya", begitu Kissinger mengenang masa kecilnya.
Tokoh yang kemudian amat menentukan dunia pada belahan kedua
abad ke-20 itu memasuki Amerika dengan cita-cita utama menjadi
akuntan. Ini pekerjaan independen yang lazim menghidupi
orang-orang Yahudi di rantau. Tapi perubahan terjadi setelah
pertemuannya dengan Frits Kraemer seorang imigran Jerman, yang
mengajaknya ikut sebagai anggota korps intelijen pada pasukan
infantri Amerika yang menduduki Jerman.
Frit Kraemer itulah yang mengarahkan Kissinger. Karena itu
Kraemer sering disebut "penemu" Kissinger. Heinz yang kemudian
jadi "Henry" itu memasuki Universitas Harvard setelah
meninggalkan dinas militer di tahun 196. Dengan beasiswa dari
berbagai sumber serla pensiunan militer yang cukup besar,
Kissinger menyelesaikan pelajarannya dalam ilmu pemerintahan
dengan cepat dan dengan hasil gemilang. Tahun 1950 ia mendapat
ijazah sarjana muda. Tahun 1952 sarjana (M.A). Lalu ia menjadi
doktor dengan predikat summa cum laude di tahun 1954. Tapi
bahkan ketika masih M.A., Kissinger sudah mundar-mandir ke
Washington, dalam kedudukannya sebagai salah seorang penasehat
Gabungan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Amerika.
Kedudukannya sebagai guru besar di Universitas Harvard yang amat
terhormat, serta tulisannya mengenai masalah-masalah strategis,
menarik perhatian luas di kalangan politikus terkemuka di
Washington mau pun New York. Tapi kesempatan terbuka lebih lebar
bagi Kissinger, ketika ia bergabung dengan Council For Foreign
Relations (CFR), suatu organisasi yang berada di bawah kendali
keluarga Rockefeller. Dari CFR inilah umumnya datang para pemuka
politik Amerika sejak tahun 1922, baik bagi partai Demokrat mau
pun Republik. Bahkan jauh sebelum secara resmi menjadi tenaga
penting bagi Presiden Nixon di tahun 1968, Kissinger telah
membantu Presiden Kennedy (dalam soal Berlin) dan Lyndon Johnson
(dalam soal Vietnam).
Dalam CFR itulah. Kissinger berkenalan dengan konsep "Tata Dunia
Baru", suatu istilah yang kemudian hari lebih dipopulerkan oleh
Kissinger sebagai "international system of order" sebagai
landasan bagi detente yang amat masyhur itu. Sebagai konseptor
dari politik luar negeri Nelson Rockefeller (yang menjadi calon
Presiden Amerika pada pemilihan tahun 1968), Kissinger
bertanggungjawab atas semua konsep-konsep yang diumumkan oleh
Rockefeller ini. Dan konsep detente itu sudah terlihat dengan
jelas pada pidato calon presiden terkalahkan itu. Dalam salah
satu pidato kampanyenya yang disiarkan ke seluruh dunia oleh
kantor berita Associated Press pada 26 Juli 1968, Nelson
Rockefeller-- yang waktu itu menduduki kursi Gubernur New
York-berkata bahwa ia "akan bekerja kearah terciptanya secara
internasional suatu tatanan dunia baru berdasarkan kerja sama
Barat-Timur". Nelson mengumumkan pula rencananya untuk memulai
pembicaraan dengan Peking segera setelah ia terpilih. Juga
dengan Uni Soviet hubungan akan diperbaiki.
Nelson tidak terpilih, dan Non jadi presiden. Kissinger
dikabarkan amat kecewa. Ketika untuk pertama kalinya ia mendapat
kabar bahwa Nixon mungkin akan menggunakan tenaganya, ia dengan
marah berkata: "Nixon tidak pantas jadi presiden, dan saya tidak
mau bekerja sama dengannya". Tapi ketika Nixon betul-betul
membutuhkan Kissinger, Nelson Rockefeller mendesaknya agar mau
bekerja untuk presiden terpilih itu. "Kalau kau menolak, jangan
menegur saya lagi", ancam Nelson. Dan Kissinger masuk Gedung
Putih. Jabatan pertama: Ketua Dewan Keamanan Nasional.
Bersama Kissinger, turut pula masuk ke Gedung Putih
konsep-konsep "tatanan dunia baru". Sehingga bagi para pengamat
politik yang mengenal Kissinger sejak lama, tidak terlalu
terkejut dengan kebijaksanaan luar negeri Kissinger yang
terkenal sebagai detente Barat-Timur itu. Yang mula-mula
dilakukan Kissinger di Gedung Putih adalah mengusahakan peredaan
ketegangan Barat-Timur itu. Kedudukannya sebagai ketua Dewan
Keamanan Nasional menempatkannya dalam posisi yang cukup
berwibawa untuk melaksanakan cita-cita lamanya. Sejumlah
perundingan rahasia yang dilakukan oleh Kissinger kemudian
menghasilkan sejumlah persetujuan antara Moskow dan Washington.
Medan penting pertama yang menjadi empat memamerkan perwujudan
hasil politik peredaan Timur-Barat itu adalah Vietnam. Jauh
sebelum memasuki Gedung Putih, Kissinger sudah sering menyatakan
sikapnya mengenai harusnya Amerika keluar dari Vietnam. Lewat
kontak-kontak pribadi, dengan menggunakan jasa baik tokoh
komunis Australia, Wilfred Burchet, di tahun 1967 Kissinger
sudah mengadakan kontak dengan Hanoi. Ketika konperensi
Perdamaian Paris (Averell Harriman sebagai ketua delegasi
Amerika) gagal, Kissinger terjun sendiri secara amat rahasia.
Maka terkenallah perundingan rahasia Kissinger-Le Duc Tho yang
kemudian berhasil mencapai persetujuan bulan Januari 1973 yang
amat terkenal itu.
Sumber-sumber Gedung. Putih kemudian mengungkapkan betapa
kuatnya pengaruh Kissinger terhadap Nixon dalam soal Vietnam
ini. Secara terbuka Kissinger menentang penyerbuan Kamboja di
tahun 1970, peranjauan Haipong di bulan Mei 1972 dan pemboman
Hanoi di bulan Desember 1972.
Nixon yang amat marah terhadap Kissinger, konon memerintahkan
agar telepon ketua Dewan Keamanan Nasional itu disadap, setelah
tersiar desas-desus bahwa rencana-rencana Nixon itu "dibocorkan"
oleh Kissinger kepada Anatoly Dobrinin, duta besar USSR, pada
suatu resepsi di kedutaan besar Soviet di Washington. Tapi
akhirnya, Kissinger juga yang menang: tentara Amerika ditarik
dari Vietnam dan Vietnam Selatan jatuh ke tangan Komunis di
tahun 1975, setelah -Kamboja lebih dahulu dikuasai Khmer Merah.
Setelah itu, Laos pun secara perlahan-lahan dikuasai oleh Patet
Lao.
Untuk perdamaian di Vietnam, Kissinger dan Le Duc Tho mendapat
hadiah Nobel perdamaian. Le Duc Tho menolak, Kissinger menerima
bagiannya.
Sejumlah kritik dilemparkan kepadanya. Tapi sekali lagi, bagi
mereka yang kenal Kissinger, kejadian di Vietnam hampir tidak
meleset dengan skenario lamanya. Ketika baru memulai
kontak-kontak rahasianya dengan Hanoi, Kissinger sudah yakin
bahwa Indo Cina pada akhirnya akan dikuasai Komunis, dan untuk
menyelamatkan muka Amerika, kejatuhan itu harus terjadi beberapa
tahun setelah seluruh pasukan Amerika ditarik. Pemerintahan
Presiden Thieu, meski telah diperkuat dengan sejumlah senjata
mutakhir oleh Washington, ternyata terlalu rapuh untuk bertahan
sebagai yang diimpikan Kissinger.
Kunjungan rahasia Kissinger ke Peking di tahun 1971 jug bukan
hal baru kendati amat sensasionil. Rencana CFR yang diucapkan
secara terbuka oleh Nelson Rockefeller dalam pidato kampanyenya
di tahun 1968 itu berakibat luas. Setelah Nixoh berkunjung ke
Peking di bulan Pebruari 1972, polarisasi dunia antara dua blok
besar tiba-tiba mencair. RRT tiba-tiba muncul ke permukaan
politik dunia, dengan kedudukan yang cukup penting untuk
diperhatikan.
Diplomasi pribadi yang penuh kerahasiaan, yang diperkenalkan
Kissinger sejak ia memasuki Gedung Putih, makin lama makin
membuat Nixon amat tergantung pada ketua Dewan Keamanan Nasional
ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, pada
tahun 1971, sebuah komite dibentuk. Dan semua pejabat penting
yang menyangkut keamanan dan politik luar negeri harus tunduk
pada ketua komite tersebut. Ketua itu tidak lain dari Kissinger.
Sejak itulah CIA maupun Pentagon dan Kementerian Luar Negeri
sebenarnya sudah berada di bawah pengawasan Kissinger. Timbullah
macam-macam komentar mengenai siapa sebenarnya menteri luar
negeri: William Rogers yang resmi mengepalai Kementerian Luar
Negeri, atau Kissinger yang mengetuai komite penting tersebut.
Terbukti kemudian bahwa Kissinger yang menang. Di bulan Agustus
tahun 1973, Rogers harus memberikan kursinya kepada Kissinger.
Dalam posisi yang amat kuat itulah Kissinger menangani perang
Yom Kipur yang melanda Timur Tengah di bulan Oktober 1973.
Dengan mandat penuh untuk memutuskan apa saja yang dianggapnya
baik, Nixon melepas Kissinger ke Moskow beberapa hari setelah
perang berkobar di kawasan terusan Suez dan pegunungan Golan.
Meski pun secara militer Israel akhirnya unggul, diplomasi
Kissinger yang jelas berdasar pada peredaan ketegangan, akhirnya
tunduk juga pada kompromi dengan Moskow yang jelas amat
menguntungkan Mesir. Israel marah. Tapi Kissinger yang amat
berkuasa tidak mudah dipermainkan oleh siapa pun di Jerussalem.
Lewat persetujuan Moskow itulah maka terjadi perundingan
langsung antara perwira-perwira Israel dan Mesir di kilometer
101 Kairo Suez, yang kemudian disusul dengan penempatan pasukan
penyangga PBB.
Ketika gencatan senjata telah tercapai, sementara sejumlah
pasukan Mesir masih terisolir di tepian timur terusan Suez,
pasukan yang berada di sebelah barat terusan masih sering
melakukan penembakan meriam ke arah pasukan Israel. Laporan
mengenai kejadian ini cuma ditertawakan oleh Kissinger. Kepada
Moshe Dayan yang mengeluh mengenai peristiwa itu, Kissinger cuma
berkata: "Anda ini cuma melihat yang ada di bawah hidung. Anda
sama sekali tidak melihat gambaran global". Dengan jawaban itu,
jelas Kissinger berfikir dalam kerangka detente.
Masih dalam konflik Timur Tengah ini, Kissinger kemudian
memperkenalkan sejenis diplomasi baru, "shuttle diploma"
kegiatan bolak-balik antara ibu kota negara-negara bersengketa,
yang dilakukan sendiri oleh Kissinger. Tanpa memperdulikan
resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242 yang dicapai beberapa saat
setelah perang enam hari di tahun 1967, Kissinger mengatur
pemisahan pasukan Mesir dan Israel di front Suez, dan kemudian
Israel dan Sirya di front Golan. Di kemudian hari, kegiatan
Kissinger yang amat spektakuler itu dinilai oleh para ahli
politik luar negeri Amerika sebagai hal yang sama sekali tidak
berprinsip bahkan tidak bermoral. Bekas Duta Besar Amerika
Serikat di PBB, George W. Ball, dalam bukunya yang baru terbit
menilai hasil diplomasi bolak balik Kissinger tersebut sebagai
"mengenyampingkan kemungkinan serius untuk mencapai
penyelesaian menyeluruh, dan memberikan kepada salah satu pihak
yang bersengketa sejumlah besar senjata untuk mempertahankan
wilayah yang mereka rebut dengan kekerasan, tanpa memperdulikan
keputusan internasional yang diputuskan oleh Dewan Keamanan yang
diperkuat oleh putusan-putusan selanjutnya".
Perang Yom Kipur diikuti oleh boikot minyak, yang dilancarkan
oleh negara-negara Arab. Ini membawa suatu perkembangan baru
dalam hubungan Washington dengan negara-negara sekutunya di
Eropa Barat. Hubungan itu Inenjadi amat serius soalnya oleh
detente itu juga. Negara-negara anggota NATO makin lama makin
sadar bahwa detente yang diarsiteki oleh Kissinger itu cuma
makin melemahkan posisi militer negara-negara Barat. Admiral
Zumwalt dari Angkatan Laut Amerika, tahun silam secara terbuka
mengecam detente. Dari admiral inilah rupanya tersiarnya
data-data militer Amerika yang berada jauh di bawah jumlah
persenjataan, baik nuklir mau pun konvensionil, yang dimiliki
oleh Uni Soviet. Sementara jumlah senjata yang dimiliki Amerika
Serikat tetap seperti yang disetujui dalam perundingan
pengurangan dan pembatasan senjata, Uni Soviet secara diam-diam
terus meningkatkan jumlah senjata dan jumlah pasukannya.
Kissinger bukan cuma mengancam akan menangkap Zumwalt dengan
tuduhan insubordinasi, tapi juga memerintahkan agar laporan CIA
ke Kongres mengenai pelanggaran oleh pihak Rusia supaya
dibatasi. Bahkan siaran radio Suara Amerika mendapat perintah
untuk mengurangi serangannya kepada Moskow, dalam siaran-siaran
yang ditujukan ke Eropa Timur.
EROPA Barat yang makin gugup melihat persenjataan Pakta Warsawa
yang makin menghebat itu, terus menerus menyatakan protes ke
Washington. Ketegangan pun terjadi antara Washington dengan
sekutu-sekutunya yang tidak begitu yakin dengan detente itu. Di
dalam kabinet Ford yang menggantikan Nixon sendiri terjadi
perpecahan. Menteri Pertahanan James Schlesinger tidak begitu
bersimpati dengan kebijaksanaan luar negeri Kissinger. Ia
akhirnya harus menerima keputusan Ford yang memecatnya dari
jabatan sebagai kepala Pentagon .
Kecaman terhadap Kissinger tidak cuma datang dari Pentagon dan
para diplomat macam Ball atau dari pihak Nato. Kritik juga
datang dari para anggota Kongres yang menaruh curiga terhadap
kemungkinan Kissinger terlibat dalam peristiwa Watergate.
Sebagai orang yang amat berkuasa di Gedung Putih masa itu,
nampaknya memang berdasar untuk mencurigai Kissinger. Apalagi
setelah terbukti bahwa dialah orang pertama dalam masa Nixon
yang memerintahkan penyadapan pembicaraan telepon sejumlah
pejabat Pentagon dan beberapa wartawan yang dicurigai ikut
membocorkan rahasia Pentagon yang dipelopori oleh Daniel
Elsberg. Terhadap kecurigaan itu, di tahun 1974, Nixon pernah
mengeluarkan ancaman mengundurkan diri.
Dengan ancaman atau tidak, Kissinger akhirnya akan mundur juga
di pertengahan bulan Januari tahun depan, beberapa saat setelah
Presiden terpilih Jimmy Carter secara resmi mengambil alih
pemerintahan dari tangan Gerald Ford. Bahkan ketika masih duduk
di kursinya, sejumlah kritik dan pujian telah diarahkan kepada
Kissinger. Belum pernah Amerika Serikat mempunyai seorang
menteri luar negeri semasyhur Kissinger dengan sejumlah buku
mengenai diri dan kegiatannya terbit pada masa berkuasanya. Dan
buku, dengan kecaman atau pun pujian nampaknya masih akan terus
mengalir di masa-masa yang akan datang.
Kesalahan Kissinger, sebagaimana dikatakan para pengritiknya
seperti Ball ialah bahwa ia hanya main dengan bola-bola yang
besar tapi terbatas jumlahnya. Ia terlalu memusatkan perhatian
pada negara-negara tertentu, dan dengan demikian tak memiliki
banyak alternatif dalam permainan. Kekurangan Kissinger yang
lain tentu saja ketergantungan suatu politik luar negeri AS pada
seorang pribadi, bukan sebuah lembaga.
Pernyataan-pernyataan Presiden terpilih Carter, yang
mencerminkan ketidak-setujuannya pada cara diplomasi Kissinger,
serta kekuasaan yang berlebihan di tangan menteri tersebut,
nampaknya harus ditafsirkan bahwa diplomasi gaya Kissinger yang
amat pribadi dan penuh kerahasiaan akan segera berakhir.
Kenyataan itu juga diperkuat oleh pernyataan calon pengganti
Kissinger Cyrus Vance, yang bertekad untuk tidak banyak
melakukan perjalanan. Ia akan memusatkan kegiatan pada
pengorganisasian kementeriannya dalam membantu Carter.
Tapi perubahan apapun yang bakal terjadi nanti, Kissinger akan
dipuji atau dikecam, suatu hal yang pasti: profesor Universitas
Harvard, orang Yahudi kelahiran Jerman itu adalah orang istimewa
dalam sejarah diplomasi dunia moderen. Dia memang "super-K",
meskipun bukan super manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini