Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Natal

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NATAL nampaknya bukan lagi hanya kesibukan Kristen. Bahkan sebelum orang-orang Nasrani datang ke misa yang sesak tapi khidmat di hari itu, semua kaum nampak ikut bersuka. Kartu-kartu dikirimkan mengucapkan Selamat Natal Dst. Dan lagu-lagu diperdengarkan. Disain kartu itu mungkin dibuat oleh seorang Budha yang mencoba meniru lukisan Botticelli. Dan di kaset itu mungkin Nanna Maskouri, wanita Yunani berkacamata, simpatisan komunis yang menyanyikan Christos Genate. Bukankah Adi Bing Slamet juga ikut menyeru Yesus yang lahir? Di tepi jalan besar para penghias etalase pun memajang Santa Klaus untuk setiap orang yang lewat, seolah-olah setiap orang merayakan "X-mas", dengan sayu dan kereta-luncur yang ditarik rusa, seolah-olah di negeri tropis ini kita juga mimpi tentang Kermis putih, seperti Bing Crossby dan Loretta Lynn. Natal memang kegembiraan, dan karena itu mungkin semua orang merasa senang ditulari. Natal juga (seperti hari raya dan suci lain di zaman ini) telah dikomersiilkan, dan perdagangan serta iklan memang telah berhasil melintasi batas-batas calon konsumennya. Atau mungkin ini semangat peradaban kita kini juga: Natal kita rayakan karena kita ingin menekankan kembali makna ketenteraman. Sejarawan Perancis Philippe Aries, dalam sebuah buku yang menarik tentang masa kanak dari abad ke abad, menunjukkan bahwa pemujaan kepada Natal adalah gejala sehabis Zaman Tengah Eropa. Sebelum itu, hari suci utama adalah Paskah, sesuai dengan theologi Kristen yang percaya bahwa peristiwa Kristus menjadi Tuhan adalah kejadian yang lebih besar ketimbang kedatangannya ke bumi. Konon baru dalam abad ke-19 pemujaan kepada Hari Natal berkembang-biak, dengan laju. Paskah, Kebangkitan Kembali, mungkin sesuai dengan nilai keagungan - sesuatu yang "feudal". Natal, Kelahiran Sang Anak, mungkin sesuai dengan suatu semangat, ketika keluarga batih jadi penting dan ketika (untuk memakai kata-kata Aries) "anak jadi unsur yang tak terlepaskan dari kehidupan sehari-hari". Dengan kata lain, sesuatu yang "bourgeois": sesuatu yang berseri-seri karena berita kelahiran, karena sejumlah kado serta hadiah, dan karena suatu suasana tenteram serta hangat di tengah musim salju yang lebat. Tapi adakah itu berarti bahwa kita telah kehilangan solidaritas, dan hanya tersenyum puas di antara tembok rumah sendiri? Ibu Theresa, biarawati yang berada di tengah-tengah kaum miskin di Calcutta yang jorok itu, tahu apa jawabnya. Di setiap hari Natal selalu mungkin ada-gadis penjual korekapi dari cerita Andersen, yang lapar, kedinginan, dan mencoba menghangatkan diri dengan tiap geretan, sambil membayangkan sepotong kue, seserpih daging ayam - tapi sia-sia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus