SELAT Karimata di Laut Cina Selatan musim hujan ini memang
sering ganas, hingga kadang meminta korban. Minggu lalu kapal
Perhutani I, 870 ton bobot mati, punya Wasesa Lines yang menjadi
sasaran. Jam 10 malam tanggal 9 Desember lalu, kapten kapal
Perhutani I Ernest Katuu membawa kapalnya keluar dari selat
Singapura menuju Indonesia lewat Laut Cina Selatan yang terbuka.
Kapal yang dicarter Wasesa Lines dari PN Perhutani itu bermuatan
umum 900.465 kubik atau sekitar 596.000 ton.
Mendadak cuaca memburuk. Ombak setinggi rumah membuat 21 awak
kapal termasuk sang kapten, jadi kecut. Semalam suntuk mereka
tak mampu menguasainya lagi. Jam 10 pagi esok harinya, kapten
Katuu memutuskan untuk kembali ke Singapura, karena ombak belum
mereda. Sekitar jam 4 sore, dari jarak kurang dari 2 kilometer,
mereka melihat menara Hogsburg yang terpancang antara pulau
Bintan dan Johore.
Terombang-ambing di sebelah barat laut menara itu, di luar
dugaan suatu ayunan ombak yang hebat sempat membuat kapal
terbalik. Dan kemudian tenggelam. Untung saja sinyal SOS
terdengar oleh kapal Malaysia Seng Hong Yang yang sedang
berlayar tak begitu jauh dari KM Perhutani I. Meski beberapa
awak berusaha menyelamatkan diri dengan antara lain menurunkan
sekoci tokh dua di antaranya ditemukan kemudian dalam keadaan
mati: jurumasak Tumiyo dan jurumudi Arsyad Ridwan. Jenazah
mereka segera diangkut dengan pesawat Garuda ke Jakarta 12
Desember kemarin dan di makamkan di kuburan Jalan Dobo, Tanjung
Priok.
Sementara 16 awak yang lain berhasil diselamatkan, 3 awak
dinyatakan hilang tertelan ombak. Mereka adalah kepala kamar
Welly Amron, jurumudi Achmad Said dan juru minyak Wakidi.
Selama minggu-minggu terakhir ini sudah 2 kapal tenggelam, yang
disusul dengan musibah yang menimpa kapal dan awak Perhutani I.
Menurut George Jusung, manajer operasi dan komersil Wasesa
Lines, kapal carteran itu diasuransikan kepada PT Buana. Berapa
ganti rugi yang harus diberikan kepada keluarga para korban tak
ia jelaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini