Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menggugat Uang Novib

Dana bantuan dari organisasi swasta Belanda, Novib, yang memberikan bantuan kepada organisasi non kristen mengalami kebocoran,A.L, dalam pembangunan sekolah dan bengkel INS Kayutanam, Sumatera Barat.

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NOVIB, sebuah organisasi Belanda untuk kerjasama internasional, sejak beberapa waktu lalu mengalami 'kebocoran' anggarannya di Indonesia. Organisasi swasta yang mendapat bantuan berupa subsidi dari Departemen Kerjasama Ekonomi LN Belanda, di bawah Menteri Jan Pronk, bertugas membantu usaha swasta non Kristen di dunia ketiga. Indonesia sampai sekarang kebagian 20 juta gulden atau sekitar Rp 3 milyar. Pemberian bantuan yang cuma-cuma itu berbentuk ikut membiayai berbagai proyek Islam maupun yang sekuler, seperti RS Islam Jakarta dan kampus pramuka di Cibubur, kabupaten Bogor. Sekurang-kurangnya ada dua proyek yang cukup berarti di mana bantuan Novib belum utuh sampai ke sasarannya. Yakni perluasan sekolah dan bengkel INS Kayutanam di Sumatera Barat, dan pusat pendidikan remaja (Karang Taruna) Yayasan Pembina Tunas Muda di Jakarta- INS Kayutanam, baru menerima separo dari bantuan sebesar 1 juta gulden yang disetujui Novib gara-gara konflik intern akibat penyalahgunaan bantuan itu (TEMPO 13 Januari 1973). Padahal bantuan yang sisa sudah ditunggu-tunggu. Seperti tutur A.A. Navis sastrawan yang juga bekas ketua Harian Badan Wakaf INS Kayutanam. "Uang masuk memang ada, tapi pas-pasan saja. Banyak donatur sudah mengalihkan sumbangannya pada instansi lain, atau menanyakan soal bantuan Novib itu. Terpaksa deposito kami di bank sebanyak Rp 4 juta habis untuk biaya rutin dan penyelesaian bangunan yang ala kadarnya saja. Belum selesai soal INS Kayutanam itu, perwakilan Novib di Jakarta, Djurban Wachid SH disibukkan lagi dengan kekacauan dalam proyek lain yang lebih besar. Yakni Karang Taruna di jalan Balai Pustaka Rawamangun Jakarta yang dikelola oleh Yayasan Tunas Muda. Yayasan yang diketuai Menlu Adam Malik ini 3 tahun lalu kebagian 1 juta gulden (sekitar Rp 150 juta waktu itu) untuk membangun Karang Taruna lengkap dengan gelanggang olahraga yang ditaksir bakal menghabiskan Rp 320 juta. Berabenya, setelah proyek itu mulai dibangun tahun 1974 terjadi kenaikan harga bahan bangunan. Sehingga I.G.J Wibisana sebagai pimpinan proyek serta-merta mengajukan permintaan tambahan (supksi) pada Novib sebesar 800 ribu gulden. Sementara suplesi diurus pemborong V Marga Yasa yang memang tender proyek itu mulai membangun dengan Uang yang akhir-akhir 1974 selesailah 1 ruangan kelas, auditorium, kantor manajemen proyek dan gelanggang olahraga yang baru kerangka betonnya saja. Sedang suplesi yang diminta Tunas Muda, hanya disetujui 100 ribu gulden saja oleh Novib. Itupun baru direalisir 500 ribu gulden yang hingga kini masih dibungakan saja di bank oleh Wibisana. Mengapa tidak langsung dipakai merampungkan proyek itu? Sahut Wibisana, "Menurut kalkulasi kurs yang saya pakai. Novib mestinya memberikan 800 ribu gulden. Tapi mereka hanya mau beri 700 ribu. Jadi uang yang sudah mereka transfer itu saya tahan dulu sampai mereka bersedia memberikan yang 300 ribu gulden lagi. Di samping itu, ada alasan lain. Dia curiga bahwa pemborong dan pengawas harian proyek itu ada main dalam soial harga bahan bangunan. Makanya biaya proyek sampai naik 60 persen menjadi Rp 470 juta, sehingga timbul soal suplesi itu. Masalah itu sedang diselidiki oleh satu panitia arbitrase yang ditunjuk oleh pemborong dan yayasan Tunas Muda Belum selesai kerja panitia arbitrase, datang gugatan dari Uskup Agung Jakarta dan pimpinan ordo MSI terhadap tanah yang dipakai proyek. Orang keuskupan bilang, itu tanah keuskupan yang diberikan pada fihak ketiga "tanpa izin uskup". Sedang pimpinan MSF mengusulkan supaya gelanggang olahraga yang belum rampung itu dirombak saja, supaya di situ dapat dibangun gereja yang permanen. Sebab sampai sekarang, 4000 jemaat Katolik di situ hanya menumpang saja di auditorium Karang Taruna untuk keperluan ibadahnya. Namun Wibisana menolak. Katanya Pada TEMPO, tanah gereja itu dulu dia yang beli untuk kepentingan paroki (lingkungan umat Katolik terkecil Red.). Hanya saja, untuk menggampangkan pendaftarannya ke Agraria dicatat saja sebagai tanah gereja atas nama Dana Papa & Pengurus Gereja Jadi kalau gereja butuh tanah, dia menuntut sebagian uangnya dulu diganti. Pokoknya, serba ruwetlah. Ada kemungkinan, kedua fihak yang bersengketa - yayasan Tunas Muda versus Keuskupan Agung Jakarta --mau maju ke pengadilan. Sementara itu gelanggang olahraga Karang Taruna, yang rencananya bisa menampung 1000 pengunjung, tetap terbengkalai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus