NOVIB, sebuah organisasi Belanda untuk kerjasama internasional,
sejak beberapa waktu lalu mengalami 'kebocoran' anggarannya di
Indonesia. Organisasi swasta yang mendapat bantuan berupa
subsidi dari Departemen Kerjasama Ekonomi LN Belanda, di bawah
Menteri Jan Pronk, bertugas membantu usaha swasta non Kristen di
dunia ketiga. Indonesia sampai sekarang kebagian 20 juta gulden
atau sekitar Rp 3 milyar. Pemberian bantuan yang cuma-cuma itu
berbentuk ikut membiayai berbagai proyek Islam maupun yang
sekuler, seperti RS Islam Jakarta dan kampus pramuka di Cibubur,
kabupaten Bogor.
Sekurang-kurangnya ada dua proyek yang cukup berarti di mana
bantuan Novib belum utuh sampai ke sasarannya. Yakni perluasan
sekolah dan bengkel INS Kayutanam di Sumatera Barat, dan pusat
pendidikan remaja (Karang Taruna) Yayasan Pembina Tunas Muda di
Jakarta- INS Kayutanam, baru menerima separo dari bantuan
sebesar 1 juta gulden yang disetujui Novib gara-gara konflik
intern akibat penyalahgunaan bantuan itu (TEMPO 13 Januari
1973). Padahal bantuan yang sisa sudah ditunggu-tunggu. Seperti
tutur A.A. Navis sastrawan yang juga bekas ketua Harian Badan
Wakaf INS Kayutanam. "Uang masuk memang ada, tapi pas-pasan
saja. Banyak donatur sudah mengalihkan sumbangannya pada
instansi lain, atau menanyakan soal bantuan Novib itu. Terpaksa
deposito kami di bank sebanyak Rp 4 juta habis untuk biaya
rutin dan penyelesaian bangunan yang ala kadarnya saja.
Belum selesai soal INS Kayutanam itu, perwakilan Novib di
Jakarta, Djurban Wachid SH disibukkan lagi dengan kekacauan
dalam proyek lain yang lebih besar. Yakni Karang Taruna di jalan
Balai Pustaka Rawamangun Jakarta yang dikelola oleh Yayasan
Tunas Muda. Yayasan yang diketuai Menlu Adam Malik ini 3 tahun
lalu kebagian 1 juta gulden (sekitar Rp 150 juta waktu itu)
untuk membangun Karang Taruna lengkap dengan gelanggang olahraga
yang ditaksir bakal menghabiskan Rp 320 juta. Berabenya, setelah
proyek itu mulai dibangun tahun 1974 terjadi kenaikan harga
bahan bangunan. Sehingga I.G.J Wibisana sebagai pimpinan proyek
serta-merta mengajukan permintaan tambahan (supksi) pada Novib
sebesar 800 ribu gulden.
Sementara suplesi diurus pemborong V Marga Yasa yang memang
tender proyek itu mulai membangun dengan Uang yang akhir-akhir
1974 selesailah 1 ruangan kelas, auditorium, kantor manajemen
proyek dan gelanggang olahraga yang baru kerangka betonnya saja.
Sedang suplesi yang diminta Tunas Muda, hanya disetujui 100 ribu
gulden saja oleh Novib. Itupun baru direalisir 500 ribu gulden
yang hingga kini masih dibungakan saja di bank oleh Wibisana.
Mengapa tidak langsung dipakai merampungkan proyek itu?
Sahut Wibisana, "Menurut kalkulasi kurs yang saya pakai. Novib
mestinya memberikan 800 ribu gulden. Tapi mereka hanya mau beri
700 ribu. Jadi uang yang sudah mereka transfer itu saya tahan
dulu sampai mereka bersedia memberikan yang 300 ribu gulden
lagi. Di samping itu, ada alasan lain. Dia curiga bahwa
pemborong dan pengawas harian proyek itu ada main dalam soial
harga bahan bangunan. Makanya biaya proyek sampai naik 60
persen menjadi Rp 470 juta, sehingga timbul soal suplesi itu.
Masalah itu sedang diselidiki oleh satu panitia arbitrase yang
ditunjuk oleh pemborong dan yayasan Tunas Muda Belum selesai
kerja panitia arbitrase, datang gugatan dari Uskup Agung Jakarta
dan pimpinan ordo MSI terhadap tanah yang dipakai proyek. Orang
keuskupan bilang, itu tanah keuskupan yang diberikan pada fihak
ketiga "tanpa izin uskup". Sedang pimpinan MSF mengusulkan
supaya gelanggang olahraga yang belum rampung itu dirombak saja,
supaya di situ dapat dibangun gereja yang permanen. Sebab sampai
sekarang, 4000 jemaat Katolik di situ hanya menumpang saja di
auditorium Karang Taruna untuk keperluan ibadahnya.
Namun Wibisana menolak. Katanya Pada TEMPO, tanah gereja itu
dulu dia yang beli untuk kepentingan paroki (lingkungan umat
Katolik terkecil Red.). Hanya saja, untuk menggampangkan
pendaftarannya ke Agraria dicatat saja sebagai tanah gereja atas
nama Dana Papa & Pengurus Gereja Jadi kalau gereja butuh tanah,
dia menuntut sebagian uangnya dulu diganti. Pokoknya, serba
ruwetlah. Ada kemungkinan, kedua fihak yang bersengketa -
yayasan Tunas Muda versus Keuskupan Agung Jakarta --mau maju ke
pengadilan. Sementara itu gelanggang olahraga Karang Taruna,
yang rencananya bisa menampung 1000 pengunjung, tetap
terbengkalai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini