IBU kota Beirut praktis terputus dari dunia luar. Lapangan udara
tertutup, aliran listrik putus, persediaan air dan roti terus
menipis dan hubungan telekomunikasi terputus. Amukan api
menimbulkan asap pedas yang bergulung-gulung naik menutupi kota,
sementara di bawahnya, di lorong-lorong, di bangunan-bangunan
yang masih utuh atau telah runtuh, pertempuran antara pasukan
Suriah melawan koalisi sayap kiri di Libanon dan gerilyawan
Palestina terus juga berlangsung.
Begitulah wartawan Reuter melaporkan keadaan kota Beirut pekan
silam. Pada hari yang sama, sebuah kantor berita Amerika
menyiarkan berita lain dari medan pertempuran. Sembari menyebut
dipergunakannya pesawat tempur MIG buatan Rusia oleh
pasukan-pasukan Surian yang menggempur Beirut, Doyle Mc Mannus
dari UPI ada pula bercerita tentang pertempuran di kota pantai
Sidon. Tulisnya: "Pertempuran sengit berlangsung di sini. Pihak
gerilyawan Palestina dan golongan kiri berusaha keras menahan
gerak maju tank-tank Suriah. Delapan bangkai tank Suriah yang
masih membara dengan sejumlah mayat di dalamnya, merupakan bukti
sengitnya perlawanan di kota itu". Para diplomat Barat di Beirut
melukiskan kebebatan perlawanan golongan kiri dengan menunjuk
pada perubahan strategi militer Suriah di Libanon.
Balik Gagang
Dan perubahan itu terlihat dengan nyata pada kesediaan Presiden
Suriah Hafez Assad untuk menerima pasukan pendamai dari
berbagai negafa Arab. Keputusan semacam ini diambil oleh
sejumlah negara Arab yang menghadiri sidang darurat Liga Arab di
Kairo dua pekan silam. Tapi bahkan sebelum pasukan pendamai itu
tiba, dua golongan yang saling bertentangan di Libanon sudah
pula memperdengarkan suara mereka yang jelas saling bertolak
belakang itu. Pimpinan golongan Kiri, Kamal Jumblat -- yang dua
pekan silam terang-terangan menolak usul Presiden Perancis D
Estaing untuk mengirim pasukan pendamai dari Perancis -- kini
sudah berbalik gagang. "Saya tadinya menolak karena curiga bahwa
keinginan Perancis itu sebenarnya adalah permainan Amerika yang
ingin membagi Libanon menjadi dua bagian", kata Jumblat.
Presiden Franjieh yang masih juga belum menyerahkan kekuasaan
kepresidenan kepada Presiden terpilih Elias Sarkis -- pekan
silam ada pula memuji campur tangan Suriah. Franjieh amat senang
kepada Hafez Assad karena pemimpin Suriah ini ada menyerang
orang-orang Palestina yang "telah melancarkan peperangan di
Libanon yang amat melukai rakyat dan menghancurkan semua
kelembagaannya ".
Tanpa mengabaikan keinginan Jumblat maupun Franjieh, Liga Arab
terus saja dengan rencana perdamaian yang mereka putuskan pekan
silam. Namun misi damai itu -- terdiri atas PM Libya Jalloud,
Menteri Pendidikan Aljazair Karim Mahmud, Panglima Angkatan
Udara Suriah Jenderal Jamil serta sejumlah tokoh Palestina,
terpaksa sulit beranjak dari lapangan terbang Beirut. Misi yang
datang dengan dua heli dari Damaskus, tertahan di lapangan
terbang lantaran pertempuran sengit masih melanda kota. Komunike
militer gabungan Palestina dan Sayap Kiri yang siarannya
tertangkap di lapangan terbang menyebutkan: Bentrokan-bentrokan
sengit sedang terjadi di sebelah timur Beirut di mana suatu
iring-iringan gerak maju Suriah sedang berusaha menerobos posisi
sayap kiri di Bhamdoun ,19 kilometer dari ibu kota.
Pasukan-pasukan itu terus menembaki posisi kami dengan tank-tank
dan artileri, tapi posisi kami masih terus dipertahankan".
Di Kairo, sekjen Liga Arab Mahmud Riad sibuk pula menyiapkan
satu pasukan gabungan Arab -- terdiri atas Suriah Libya,
Aljazair, Arab Saudi dan Sudan -- untuk segera dikirim ke
Libanon. Tapi persoalan ternyata tidak semudah yang diduga
semula. Suriah tidak mau memberikan janji untuk segera menarik
pasukannya. Dan ini menimbulkan ketegangan baru dalam Liga
tersebut. Irak amat marah, dan sempat mengecam Suriah lewat
suatu jumpa pers yang diadakan oleh Menlu Irak Saadoun Hammadi
di Kairo. Pada saat yang tak berselang lama, dari Baghdad
tersiar pula berita tentang pengerahan pasukan Irak ke
perbatasannya dengan Suriah.
Peranan Soviet
Kantor berita Mesir,Mena yang memberitakan perkembangan di Irak
itu juga menyebutkan dikeluarkannya seruan kepada semua
mahasiswa wajib militer Irak untuk bergabung dengan tentara
dalam 48 jam. Tulis Mena dari Baghdad: "Pasukan-pasukan itu
dilepas Rabu pagi oleh Presiden Ahmad Hassan Al Bakr dan wakil
ketua Dewan Revolusi Saddam Husain serta sejumlah tokoh partai
Baath dan pimpinan militer dan pemerintahan. Tindakan itu
tampaknya dimaksudkan untuk memaksa Suriah agar mengurangi
tekanan militernya terhadap gerilyawan Palestina di Libanon.
Tapi tindakan Baghdad ini bisa menimbulkan ancaman perang baru
antara dua negara yang diperintah oleh dua partai Baath yang
sejak lama saling bertentangan". Di samping soal campur tangan
Suriah di Libanon, maka soal pembagian air sungai Eufrat ada
pula memainkan peranan dalam ketegangan baru Irak - Suriah .
Sebelum ribut dengan Irak. Suriah sudah bertengkar dengan Mesir
yang tak senang melihat campur tangan berdarah Suriah di
Libanon. Tapi ketika Kairo mendesak Damaskus untuk menarik
pasukannya dari wilayah Libanon, soal persetujuan penarikan
pasukan Mesir -- Israel malah diungkit-ungkit oleh Suriah.
Akibatnya: Hubungan diplomatik antara kedua negara yang pernah
bersatu di bawah nama Republik Persatuan Arab terputus pekan
silam. 'Dalam 24 jam, diplomat masing-masing sudah harus
meninggalkan pos tempat mereka bertugas.
Ketika ketegangan politik dan militer ini melanda jazirah Arab,
di perairan Libanon sibuk pula armada Amerika dan Uni Soviet.
Hingga akhir pekan silam, tidak terlihat tanda-tanda campur
tangan mereka, tapi Uni Soviet sudah dengan tegas menentang
kemungkinan campur tangan Amerika maupun Perancis. Para peninjau
cenderung melihat peranan besar Kremlin dalam memaksa Suriah
menarik pasukan mereka yang membunuhi para gerilyawan Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini