AYAT Setan naik panggung. Kasus Salman Rushdie -- pengarang The LA Satanic Verses yang diprotes oleh umat Islam di beberapa negara dan dijatuhi hukuman mati in absentia oleh Ayatullah Khomeini -- dijadikan drama, dan pekan lalu dipentaskan di Royal Court Theatre, London. Para penonton memang tak menyaksikan Ayatullah Khomeini dan Salman Rushdie bertemu di panggung. Yang berlangsung di pentas adalah sebuah satire dengan peran dan cerita yang memang mengingatkan tokoh-tokoh dalam kasus yang menghebohkan ini. Itulah upaya rekan-rekan Salman Rushdie untuk menghibur novelis The Satanic Verses (Ayat Setan), yang terpaksa bersembunyi sejak diancam Ayatulah dari Iran. Novel Rushdie dianggap menghujat Nabi Muhammad dan agama Islam. Bagi Ayatullah Khomeini, meski Rushdie bukan warga negara Iran -- tapi Inggris -- ia harus dibunuh. "Saya merasa harus melakukan sesuatu untuk memberi semangat Rushdie," kata Tariq Ali, penulis drama berdarah Pakistan yang bersama rekannya, Howard Brenton, menyandiwarakan kasus Ayat Setan. Si novelis hingga sekarang masih selamat di persembunyiannya, sementara dalam aksi protes di India dan Pakistan Februari lalu, jatuh korban 22 orang meninggal. Tak cuma itu, seorang imam Belgia ditembak mati belum lama lalu oleh seorang tak dikenal. Diduga karena imam itu, mengkritik Khomeini yang menjatuhkan hukuman tanpa lewat pengadilan. Ali memberi judul naskah sandiwaranya Mullah Nights. Tapi pengurus gedung teater tak berani ambil risiko bila judul itu diteruskan. Maka, ia ubah judul itu menjadi Iranian Nights. Tentu saja kisahnya tidak terang-terangan menyebut nama Khomeini dan Rushdie. Dengan cerdik penulis mengambil lakon dalam gaya sastra Arab klasik kisah Seribu Satu Malam -- cerita berbingkai yang masyhur itu. Tokoh-tokoh yang ditampilkan memang mengasosiasikan tokoh yang terlibat kasus Ayat Setan. Tokoh utama bernama Umar Kayam mengambil nama penyair kenamaan dari Persia pada abad ke-2. Diceritakan bahwa sang penyair membuat marah "seorang suci" karena karya puisinya. Mudah ditebak bahwa penyair di situ dimaksudkan sebagai Salman Rushdie, "orang suci" adalah Khomeini. Persis sebagaimana kisah Seribu Satu Malam, cerita berjalan lewat penuturan Sheherazade, wanita yang terpaksa menceritakan dongeng-dongeng menarik untuk menunda hukuman matinya. Di panggung, Sheherazade mendongeng di hadapan kepala negara tentang seorang penyair yang menulis sebuah buku kontroversial, yang dianggap menghujat. "Apa yang dihujat?" tanya sang khalifah di babak awal sandiwara. "Tak seorang pun tahu," jawab Sheherazade, "soalnya itu hanya sebuah buku yang tak satu orang pun dapat membacanya." Sebuah sindiran bahwa sebagian orang yang meributkan Ayat Setan sebenarnya belum membaca sendiri novel itu. Sebagian besar isi sandiwara berupa perdebatan antara Umar Kayam dan "orang suci" -- tentu, lewat penuturan Sheherazade. Dalam debat itulah kasus-kasus Rushdie ditampilkan. Di malam terakhir, Kamis pekan lalu, empat wanita naik ke panggung, meneriakkan sesuatu yang tak jelas kepada pemain dan penonton. Tapi polisi cepat bertindak, membawa mereka keluar gedung. Belum diketahui komentar Khomeini, yang belakang ini sibuk membentuk dewan yang akan menggantikan kepemimpinannya. Juga tak terdengar suara Rushdie sendiri, yang untuk pertama kalinya sejak ia "menghilang", Kamis pekan lalu ia muncul di Universitas Oxford, menghadiri undangan makan malam. Tapi segera para pengawalnya membawa Rushdie pergi karena sejumlah mahasiswa Islam berada di dekat tempat pesta.Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini