Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Babak baru bangkok

Pemilu muangthai dikotori takanan dan teror. pihak militer tak senang dengan kebijaksanaan pm kukrit pramoj yang mengusir tentara as dari negeri itu. akibatnya kukrit kalah dalam pemilu. (ln)

24 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAN luar perbatasan Muangthai, kejadian di Bangkok akhir-akhir ini nampaknya macam urusan keluarga saja. Kukrit Pranloj 64 tahun, meninggalkan kursi pimpinan pemerintah. Ia kemudian digantikan Seni Pramoj 71 tahun, abang kandungnya sendiri. Lewat pemilihan umum yang memperebutkan 279 kursi parlemen tanggal 4 April yang lalu, sejumlah besar kisah dan kejadian berputar di sekitar pergantian yang kelihatannya sederhana itu. Berita pertama yang menarik setelah pemungutan suara: Kukrit Pramoj kalah di Dusit, sebuah distrik sekitar kota Bangkok. Kejadian ini mengejutkan orang luar. Tapi, "sudah bisa diduga di sini", kata seorang wartawan Bangkok. Dugaan macam demikian beredar jauh sebelum pemilihan umum. Pemerintahan Kukrit ternyata tidak bisa berbuat banyak dalam sebuah koalisi dengan 16 partai. "Untuk bertahan, ia harus menyenangkan yang kiri, kanan maupun yang tengah", kata seorang politikus di Bangkok. Akhirnya memang tidak ada yang betul-betul senang, apa lagi puas. Tapi kalangan militerlah yang paling kalang kabut. Terutama oleh keputusan Kukrit mengusir tentara Amerika dari Muangthai. Di bawah tekanan mahasiswa dan golongan kiri, Kukrit berhasil mengakhiri kehadiran ribuan pasukan Amerika yang sudah di Muangthai selama bertahun-tahun. Batas terakhir ditentukan: 20 Juli 1976. Pada saat yang sama, ia berhasil pula menciptakan ketidaksenangan militer terhadap dirinya. Bahkan ketika perundingan dengan pihak kedutaan Amerika masih berlangsung, secara terang-terangan pihak militer menentang kebijaksanaan Perdana Menteri "Tentara Muangthai tidak sepenuhnya siap, dan perlu waktu serta bantuan Amerika untuk membangun kekuatan pertahanannya", kata Jenderal Charoen Pongpanich, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Muangthai, bulan silam . Kedongkolan militer serta orang-orang sipil yang dirugikan oleh ditariknya pasukan Amerika itulah yang jadi dasar spekulasi bagi kelalahan Kukrit. Kebetulan pula daerah Dusit itu adalah daerah yang penuh dengan barak-barak tentara. "Kekalahan Kukrit itu jelas diatur oleh kalangan militer". kata seorang koresponden surat kabar Amerika di Bangkok pekan silam. Dan memang sulit mendapatkan orang yang tidak percaya peranan militer terhadap kekalahan Kukrit. Namun dari luar partai pimpinan Kukrit (Partai Aksi Sosial) sama sekali seolah-olah tidak terganggu. Malahan mencapai kemajuan luar biasa dibanding dengan hasil yang dicapainya pada pemilihan umum bulan Januari tahun silam. Tapi dugaan campur tangan pihak militer bukan cuma ini. Ketika tiba pada proses pembentukan kabinet, Jenderal (pensiunan) Kris Sivara ditunjuk sebagai calon menteri pertahanan. Ini tidak pula mengejutkan para peninjau politik di Bangkok. Tapi Seni Pramoj membantah keras bahwa Jenderal Kris, bekas Panglima Angkatan Perang Muangthai yang masih amat berpengaruh di kalangan militer, ada menyumbang sejumlah jutaan bath kepada Partai Demokrasi sebelum pemilu. Meskipun begitu Seni atau siapa pun dari kalangan nya, tidak pernah bisa membantah bahwa partai mereka bekerja sama dengan kalangan militer. "Sudah,terbukti dalam sejarah negeri ini bahwa pemerintahan yang tidak mendapat dukungan militer, tidak pernah bisa tahan lama", kata seorang anggota Partai Demokrasi kepada wartawan TEMPO di Bangkok pekan silam. Kabar-kabar yang tesiar di kalangan politisi dan koresponden asing serta para diplomat di Bangkok menyebut adanya kerja sama yang rapi antara Partai Demokrasi dengan militer. Anggota tentara yang menggunakan hak pilihnya konon dianjurkan untuk memilih Partai Demokrasi Jumlah 170 ribu tentara saja tentulah tidak akan memberikan kemenangan begitu besar kepada partai pimpinan Seni Pramoj itu Namun mungkin itu ikut menyebabkan partai-partai golongan kiri dalam pemilihan ini betul-betul hancur. Partai Sosialis Muangthai yang dalam pemilihan tahun silam meraih 15 kursi, kini cuma berhasil merebut 2 kursi Partai Kekuatan Baru yang juga kiri, cuma berhasil mendapatkan 3 kursi. Tahun silam: 12 kursi. Syahdan, jauh sebelum pemungutan suara, ketika kampanye sedang hangat-hangatnya, rentetan teror dan intimidasi melanda Muangthai. Lebih dari 30 orang terbunuh, sejumlah besar luka-luka. "Kebanyakan dari mereka dari golongan kiri", kata Tanya Phonanan, wartawan mingguan Prachachart di Bangkok. Teror dan intimidasi yang antara lain menyebabkan kematian Sekjen Partai Sosialis, Dr. Boonsanong Ponyodayana. Bom dilempar juga pada kampanye Partai Kekuatan Baru di kota propinsi Chainat, dengan korban 10 mati dan sejumlah luka-luka. Sementara itu kampanye anti-Komunis yang hebat digerakkan di seluruh penjuru Muangthai. Pekan siam, ketua Partai Chat Thai (Partai Nasional Muangthai), Jenderal Pensiunan Pramarn Adireksan -- menteri pertahanan pada kabinet Kukrit membantah kabar ingin bahwa kaum komunis sudah menginfiltrasi Muangthai. "Itu dulu. ketika baru saja merebut Laos dan Kamboja. Sekarang ini mereka sibuk sendiri dalam negeri mereka", kata Pramarn lewat penterjemahnya. Tapi saat-saat menjelang pemilu yang lalu, golongan militer sendiri yang meniup-niupkan berita infiltrasi itu, dan tidak ada bantahan dari kementerian pertahanan. Secara resmi -- baik oleh Seni Pramoj maupun oleh sejumlah pejabat kekalahan golongan kiri dalam pemilu Muangthai yang baru lalu ini disalahkan kepada perlakuan buruk Laos terhadap keluarga kerajaan di Luang Prabang. "Hal itu menyebabkan orang-orang Muangthai di Propinsi Timur Laut -- dikenal sebagai daerah pro Partai Sosialis berubah jadi konservatif dan meninggalkan Partai Sosialis", kata Detchart Wongkomonchet, Gubernur Propinsi Ubon Rachatani. Tapi peninjau politik di Bangkok melihat soal itu tidak sesederhana pandangan sang gubernur. "Ini adalah pemilihan umum Muangthai yang amat kotor yang pernah saya lihat", kata ketua Partai Sosialis, yang lantaran ketakutan, memilih bersembunyi daripada melanjutkan berkampanya menjelang pemungutan suara yang silam. Teror pastilah ikut memainkan peranan besar dalam menggiring para pemilih untuk tidak memberi suara pada partai-partai kiri itu. Kata Dr. Krasae Chanawong, ketua Partai Kekuatan Baru: "Saya tadinya tidak menyangka partai-partai saingan kami akan menyebarkan fitnah bahwa kami ini adalah Komunis dan menerima uang dari KGB (dinas rahasia Rusia). Sebenarnya kami ini anti Komunis". MEMANG sulit untuk tidak mempercayai pernyataan Dr Karasae. Tapi tingkah laku pemuka-pemuka partai kiri dan resolusi-resolusi mahasiswa yang drastis, sudah jelas menggelisahkan pihak militer yang menginginkan stabilitas. Juga membingungkan rakyat banyak yang mendambakan ketenteraman dan kepastian. Dan dengan bantuan tak langsung pihak militer, yang punya hubungan tidak resmi dengan gerakan teror kanan, Red Gaul, pimpinan Kolonel Sukdsai, Partai Demokrasl memetik kemenangannya. "Sulit mendapatkan pilihan lain", komentar Sulak Sivaraksa seorang cendekiawan Bangkok. Kemenangannya menyolok. Tapi ada keharusan bekerja sama dengan militer. Maka tak semuanya cerah bagi politikus tua Seni. Ia kini jadi perdana menteri Muangthai untuk ketiga kalinya. Pertama pada bulan September 1945 hingga Januari 1946, dan yang kedua pada Pebruari-Maret 1975. Tapi kali ini, koalisinya dengan Partai Nasional Muangthai dan Partai Keadilan Sosial yang didominir oleh golongan militer, sesungguhnya hanyalah "koalisi taktis bagi kami untuk sebuah pemerintahan yang stabil", kata seorang pimpinan Partai Demokrasi kepada Salim Said di rumah Seni Pramoj, pada pesta ulang tahun partai itu beberapa hari yang lalu. Partai Nasional dan Keadilan Sosial yang dikuasai militer itu sesungguhnya adalah penjelmaan baru dari partai UTPP yang dulu dipimpin oleh Thanom Kittikachorn, tokoh militer yang kini hidup dalam pengasingan setelah terguling pada revolusi mahasiswa Oktober 1973. "Dan partai itu amat korup, amat kanan dan bersifat tirani", kata tokoh Demokrasi itu pula. Kuat diduga bahwa kekayaan jenderal-jenderal pensiunan Muangthai yang kini jadi politikus itu adalah warisan dari masa jaya Thanom dulu. Bekerja sama dengan politikus-politikus macam ini, bagaimana program Partai Demokrasi yang mencita-citakan "asosialisme lunak" dan pemberantasan korupsi bisa jalan? "Kami akan berusaha sedapat mungkin", jawab Dr Kamol Somvichian, deputi Sekjen Partai Demokrasi. Usaha keras Partai Demokrasi itu sudah terang tidak hanya dalam program-program sosial dan ekonomi. Sebab bahkan sebelum kabinet koalisi terbentuk, sejumlah soal politik udah pula menjadi bahan spekulasi. Mengenai masalah penarikan pasukan-paukan Amerika dari Muangthai, misalnya, baik Seni Pramoj maupun Marsekal pensiunan Dawee Chulapsapya (ketua Partai Keadilan Sosial dan bekas menteri pada zaman Thanom), semuanya mengaku mendukung kebijaksanaan Kukrit. Tapi kepala staf Angkatan Bersenjata, Laksamana Sangad, pagi-pagi sudah memperingatkan para pemenang pemilu, bahwa diperlukan 10 juta bath untuk perlengkapan militer jika pasukan Amerika itu harus meninggalkan Muangthai. "Kukrit dan saya mempunyai pandangan politik yang sama, cuma saja memilih jalan yang lain untuk mencapainya". kata laksamana Sangad. Dan perbedaan itu tidak bisa ditafsirkan lain kecuali bahwa pihak militer di Muangthai masih tetap berkeras agar kehadiran Amerika dipertahankan. Partai Demokrasi tidak bisa berbuat lain, terbukti dengan pernyataan pimpinannya, Bichai Ratakul. Tokoh yang sejak lama dipersiapkan oleh Seni Pramoj untuk menjadi menteri luar negeri itu, pekan silam secara terang-terangan mengomentari keputusan Kukrit mengeluarkan pasukan Amerika dari Muangthai itu sebagai "kebijaksanaan yang harus ditinjau kembali". Dan di Bangkok sekarang ini pengamat politikumumnya percaya, bahwa Amerika masih akan tetap berada di negeri ini untuk jangka waktu yang melampaui tanggal 20 Juli 1976. Batas yang telah diputuskan oleh Kukrit Pramoj bulan silam bakal dibikin mulur. Perkembangan baru macam itu sudah jelas akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga Muangthai di Indocina. Tapi pengalaman Kukrit yang mengecewakan dengan Indocina nampaknya cukup berkesan di kalangan Angkatan Bersenjata Muangthai. Sikap mengalah Kukrit kepada Hanoi hasilnya nihil. Ini cukup meyakinkan kalangan militer di Bangkok yang makin mempunyai pengaruh politik itu, untuk tidak lagi memberi konsesi kepada pemerintahan Komunis di Indocina. Konon pula Peking ada memberi angin kepada jalan fikiran macam ini -- mengingat Hanoi tidak pernah patuh kepada RRT. Sementara Muangthai beringsut ke kanan -- setelah beranjak ke kiri selepas penggulingan rezim militer Thanom Oktober 1973 -- para pimpinan mahasiswa dan cendekiawan yang berhaluan kiri sama sekali tidak memperdengarkan suaranya. "Mereka itu menghadapi 3 pilihan sekarang ini", kata seorang pengamat. "Pertama, ke luar negeri. Kedua, diam menanti perkembangan. Ketiga, masuk hutan bergabung dengan Partai Komunis Muangthai bagi mereka yang putus asa". Dan dengan alasan menghindari teror, para pimpinan mahasiswa Muangthai sekarang ini memang sulit dijumpai oleh orang luar. Berita terakhir yang tersiar di koran Bangkok masih menyebut adanya pengejaran terhadap 35 mahasiswa Universitas Chulalangkorn oleh orang yang tidak dikenal identitasnya, pada tanggal 11 April yang lalu. Kejadian yang berlangsung di propinsi Nakhon Ratchasima itu mengakibatkan para mahasiswa kembali dengan terpaksa ke Bangkok -- sembari meninggalkan proyek penelitian mereka yang belum selesai. Barangkali saja lantaran teror dan intimidasi yang tak berkesudahan itu maka Seni Pramoj meletakkan soal penegakan rule of law sebagai tugas terpenting yang harus segera diatasi oleh kabinetnya nanti. "Teror dan kekerasan itu merupakan akibat yang kita warisi dulu dari kabinet Sanya Darmasaksi yang lemah itu", kata Jenderal pensiunan Pramarn Adireksan mengingatkan epada kabinet sipil pertama setelah Revolusi Oktober 1973. Dan bekas menteri pertahanan pada kabinet Kukrit itu merasa perlu tegaknya suatu pemerintahan dengan tangan keras, untuk mengatasi keadaan khaos tersebut. Masalahnya: tangan keras terhadap siapa? Dan yang dihadapi oleh Muangthai lebih dari sekedar kekerasan dan teror. Justru dalam hal-hal di luar soal hukum dan ketertiban itu bisa muncul perbedaan yang dapat mengancam stabilitas pemerintahan. Akibat pertentangan pribadi sesama rekan jenderal yada masa lalu dan perebutan kursi untuk pemerintahan sekarang, Partai Keadilan Sosial pimpinan Marsekal pensitman Dawee Chulapsapya dengan Partai Nasional Muangthai pimpinan Jenderal pensiunan Pramarn Adireksan terlibat "pertentangan" yang memperlambat pembentukan kabinet koalisi. Belum lagi nanti kalau soal sudah tiba pada hal-hal yang amat menentukan untung ruginya golongan mereka masing-masing. KARENA itulah barangkali maka akhir pekan silam, ketika sidang terakhir kabinetnya Kukrit Pramoj memperingatkan abangnya agar berhati-hati: "Karena saya tahu kedua belah pihak". Maksudnya kedua partai yang jadi pasangan Partai Demokrasi dalam koalisi itu. Tanpa menjelaskan alasannya, Kukrit kabarnya meramalkan kabinet koalisi Seni Pramoj dengan partai-partai golongan militer itu hanya akan bertahan selama 6 bulan. Jika ramalan tersebut jadi kenyataan, besar kemungkinan kabinet yang kelak bakal menggantikan pimpinan Seni Pramoj sekarang ini sudah akan dikuasai sepenuhnya oleh golongan militer. Meskipun tokoh-tokohnya adalah orang sipil juga. Sudah jadi kebiasaan politik di Muangthai bahwa tentara selalu melakukan kudeta terhadap sebuah kabinet yang mula-mula hanya disertai oleh sejumlah orang mereka, untuk kemudian dikuasai secara sepenuhnya tanpa pertempuran darah. Ini juga yang dulu dilakukan oleh Marsekal Thanom Kittikachorn. Tapi sebelum semua ramalan buruk itu jadi kenyataan, Muangthai di bawah Seni Pramoj sekarang ini nampaknya memang bakal punya pemerintahan yang lebih mantap dari masa pemerintahan Kukrit yang berkuasa sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus