Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kabinet Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri tak jauh beda dari kabinet Muhyiddin.
Kubu oposisi mengkritik komposisi kabinet ini dan menagih janji reformasi.
Beberapa politikus koalisi oposisi Pakatan Harapan mulai menuntut Anwar Ibrahim diganti.
MENTERI Senior Mohamed Azmin Ali memimpin pembacaan sumpah para menteri kabinet baru Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob di Istana Negara pada Senin, 30 Agustus lalu. Mereka menyatakan sumpah di hadapan Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, yang didampingi Raja Permaisuri Agong Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ismail Sabri tidak hadir karena sedang menjalani isolasi mandiri setelah berkontak erat dengan penderita Covid-19. Politikus Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) itu terpilih sebagai perdana menteri baru setelah Muhyiddin Yassin meletakkan jabatan Perdana Menteri Malaysia pada 16 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabinet Ismail terdiri atas 31 menteri, termasuk empat menteri senior dan 38 wakil menteri. Sebagian menteri berasal dari Perikatan Nasional, koalisi partai pimpinan Muhyiddin Yassin yang terdiri atas Partai Pribumi Bersatu Malaysia, Partai Islam Se-Malaysia, Partai Solidaritas Tanah Airku, Partai Progresif Sabah, dan Partai Gerakan Rakyat Malaysia. Sebagian lagi dari UMNO, Kongres India Se-Malaysia, Persatuan Cina Malaysia, Partai Bersatu Rakyat Sabah, Gabungan Partai Sarawak, dan Partai Bersatu Sabah.
Kabinet Ismail ini tak jauh berbeda dengan kabinet Muhyiddin. Para menteri seniornya masih Mohamed Azmin Ali, Hishammuddin Hussein, Fadillah Yusof, dan Mohd. Radzi Md. Jidin. Jabatan Menteri Keuangan masih dipegang Tengku Zafrul bin Tengku Abdul Aziz. Posisi Menteri Dalam Negeri tetap dipegang Hamzah Zainudin. Jabatan Menteri Pertahanan, yang dulu dipegang Ismail Sabri, kini diduduki oleh Hishammuddin Hussein, yang menjabat Menteri Luar Negeri di kabinet Muhyiddin.
Komposisi ini menunjukkan bahwa pemerintahan baru adalah koalisi longgar yang masih berada di bawah pengaruh Muhyiddin. Hampir semua anggota Dewan Rakyat, parlemen negeri itu, dari kubu Ahmad Zahid Hamidi tak kebagian kursi kabinet. Zahid adalah Presiden UMNO yang bersama mantan perdana menteri Najib Razak dulu menggalang dukungan untuk mendesak Muhyiddin mundur karena dinilai gagal menangani krisis Covid-19.
Kelompok oposisi mengkritik komposisi kabinet ini. “Kabinet daur ulang ini seperti memasukkan anggur lama ke dalam botol baru. Ini meningkatkan keraguan apakah ada penyelesaian baru terhadap pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi serta ruang untuk melakukan pembaruan institusional yang progresif,” kata Sekretaris Jenderal Partai Aksi Demokratik (DAP) Lim Guan Eng kepada Malaysianow.
Perdana Menteri baru Malaysia Ismail Sabri Yaakob menerima mandat dari Raja Al-Sultan Abdullah di Istana Nasional di Kuala Lumpur, Malaysia. 21 Agustus 2021. Departemen Informasi/Khirul Nizam Zanil/Handout via REUTERS
Soal pembaruan institusional ini berkaitan dengan hasil pertemuan Ismail Sabri Yaakob dan tiga pemimpin utama Pakatan Harapan sebelum kabinet baru dibentuk. Tiga tokoh oposisi itu adalah Lim Guan, Ketua Partai Keadilan Rakyat Anwar Ibrahim, dan Presiden Partai Amanah Mohamad Sabu. Dalam pertemuan itu mereka bersepakat untuk “menurunkan suhu politik” dan melakukan reformasi kelembagaan. “Apakah Ismail ikhlas untuk melaksanakan pembaruan institusi yang konkret dalam melindungi hak-hak demokratik dan perlembagaan?” ujar Lim.
Lim juga menegaskan keinginan oposisi bekerja sama dengan pemerintahan Ismail jangan disalahartikan sebagai pembentukan pemerintahan persatuan. “DAP tetap berada di posisi oposisi dan memainkan peran sesuai dengan konstitusi sebagai penyeimbang pemerintah, suara rakyat, membela yang ideal dan prinsip-prinsip, serta melawan ketidakadilan,” ucapnya.
Anwar Ibrahim mengaku kecewa atas komposisi kabinet Ismail. “Bagi saya, ini benar-benar bencana,” katanya kepada CNBC. “Anda telah memberi 500 hari (kepada Muhyiddin) dan Anda dapat melihat kemunduran dalam penanganan Covid-19 serta masalah ekonomi, dan sekarang Anda memberi mereka tambahan 100 hari lagi.”
Anwar menuturkan tak ada hal substansial yang muncul dalam perundingan Ismail dengan pemimpin Pakatan. Ismail, ucap dia, berunding dengan oposisi karena dukungan mayoritas legislator padanya akan diuji dalam pemungutan suara kepercayaan di Dewan Rakyat yang akan digelar pada 13 September mendatang. “Itulah mengapa dia masuk dalam semacam perundingan dengan oposisi. Belum ada (kesepakatan) yang konkret.”
Namun Anwar menyatakan tak akan memberikan suara menentang saat pemungutan suara nanti. “Sudah kami informasikan, kalau suasananya seperti ini dan programnya prorakyat, kami tidak akan mempersulit,” tutur Anwar setelah pertemuan dengan Ismail tersebut.
Baik Anwar maupun Lim sama-sama menyatakan bahwa perundingan dengan Ismail masih terus berjalan. “Kami harus melihat apakah mereka berkomitmen untuk beberapa reformasi yang mereka janjikan akan dukung,” ujar Anwar. Bekas wakil perdana menteri itu juga menekankan perlunya perubahan dari politik berbasis ras menjadi kebijakan berbasis kebutuhan karena kondisi sekarang tidak menguntungkan kebanyakan warga Malaysia. Yang diuntungkan cuma “elite Melayu”.
Adapun kubu Perikatan Nasional tampaknya ingin perjanjian yang lebih nyata dari kubu oposisi untuk menjamin pemerintahan berjalan lebih lancar. Wan Ahmad Dahlan bin Haji Abdul Aziz, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, menyatakan perlunya kesepakatan keyakinan dan perbekalan (CSA) untuk memperkuat kesepakatan politik antara pemerintah dan tiga pemimpin Pakatan. CSA adalah kesepakatan antar-partai politik agar partai minoritas mendukung pemerintah dalam mosi dan pengusulan anggaran saat pemungutan suara di parlemen. “Kami tak ingin ada kekacauan lagi karena hal itu akan mengganggu inisiatif dan program yang kami kembangkan dan terapkan untuk menstabilkan ekonomi negeri ini,” kata Sekretaris Jenderal Partai Pribumi Bersatu Malaysia itu pada Kamis, 2 September lalu, seperti dikutip The Malaysian Reserve
Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah juga menyerukan agar semua pemimpin partai politik, khususnya anggota parlemen, menyatakan “gencatan senjata” politik hingga pemilihan umum pada 2023 nanti. Ketua Partai Pribumi Bersatu Malaysia Pahang itu mengatakan semua partai kini sepatutnya berfokus pada penanganan Covid-19 dan membangun kembali ekonomi. “Kita perlu waktu dan ada semacam ‘gencatan senjata’ politik. Masa tenang juga dibutuhkan bagi kita untuk memperbarui sistem,” ucapnya seperti dikutip kantor berita pemerintah Bernama.
Namun terpilihnya Ismail sebagai perdana menteri juga menyebabkan keguncangan dalam tubuh koalisi Pakatan Harapan. Anwar Ibrahim, pemimpin Pakatan dan calon perdana menteri dari koalisi tersebut, dinilai gagal menggalang dukungan suara mayoritas parlemen, meski mengklaim mendapat sokongan kukuh untuk menumbangkan pemerintahan Perikatan Nasional.
Beberapa pemimpin Partai Amanah mulai berbicara soal penggantian pimpinan koalisi. Ketua Partai Amanah Cabang Bukit Bintang, Ahmad Asri Talib, misalnya, angkat suara dengan mendesak Anwar turun dari kursi Ketua Pakatan dan diganti dengan tokoh lain, seperti mantan perdana menteri Mahathir Mohamad atau Shafie Apdal, Presiden Partai Warisan Sabah. Mahathir pernah mendukung Shafie sebagai calon Perdana Menteri Malaysia.
Pemangku Ketua Pemuda Amanah, Muhammad Taqiuddin Cheman, berusaha membela Anwar. Taqiuddin menilai bahwa pernyataan beberapa pemimpin Amanah yang mendesak Anwar diganti adalah pernyataan mereka dalam kapasitas peribadi. “Tapi pernyataan seperti itu amat tidak bertanggung jawab. Mereka menggunakan jabatan dalam partai untuk menyerang Anwar kerena Anwar gagal meraih suara mayoritas Parlemen,” tutur Taqiuddin seperti dikutip Malaysianow.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo