Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Bupati Probolinggo dan suaminya menggunakan fasilitas pemerintah untuk membangun dinasti politik.
Anak Bupati Probolinggo sudah bersiap mengikuti Pilkada 2024
Operasi tangkap tangan KPK menghentikan politik dinasi di Probolinggo.
DELAPAN bulan berlalu, baliho berukuran 3 x 6 meter itu masih terpajang di Jalan Panglima Sudirman, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Letaknya persis di depan kantor Dinas Pendidikan. Wajah Direktur Hasan Foundation Zulmi Noor Hasani mendominasi gambar. Baliho itu kian mencuri perhatian setelah dilakukannya operasi tangkap tangan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, orang tua Zulmi.
Baliho Zulmi dalam ukuran yang lebih besar juga terpampang beberapa kilometer dari lokasi itu. Bedanya, gambar wajahnya bersanding dengan ayahnya yang kini menjabat Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai NasDem. Tulisan di baliho itu berupa slogan: “Probolinggo Tetap Satu Hati”.
Zulmi dikabarkan tengah bersiap mengikuti pemilihan bupati pada 2024, menggantikan ibunya yang akan selesai menjabat bupati setelah dua periode. Dulu, ibunya juga menggantikan ayahnya yang menjabat dua periode. “Peluang pencalonan dia nanti bakal ditentukan Dewan Pimpinan Pusat,” ujar Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali.
Hasan diduga tengah membangun dinasti politik di kabupaten seluas 56 ribu meter persegi itu. Pria berusia 56 tahun ini menjabat Bupati Probolinggo 2003-2013. Jabatan itu diteruskan istrinya, Puput Tantriana Sari, 38 tahun, yang kembali terpilih pada 2018.
Kekuasaan keduanya tumbang setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mereka pada Senin subuh, 30 Agustus lalu. Hasan dan Puput diduga terlibat jual-beli jabatan kepala desa. “Dia seperti raja kecil di sana,” tutur mantan Kepala Satuan Tugas Penyelidik KPK, Harun Alrasyid, yang pernah menguntit Hasan.
Ahmad Ali mengatakan Partai NasDem belum membicarakan pemilihan kepala daerah Probolinggo pada 2024. Menurut dia, dinasti politik yang dibangun Hasan tak melanggar hukum. Hal ini bahkan ditegaskan lewat putusan Mahkamah Konstitusi pada 2018. Mahkamah beranggapan kerabat dekat petahana berhak dipilih dalam pemilihan kepala daerah.
Zulmi, 32 tahun, bersama Hasan dan Puput, sudah bersiap sejak dini demi pilkada. Dalam perayaan Kemerdekaan RI 17 Agustus lalu, misalnya, Hasan dan Puput memberi hadiah setiap rukun tetangga yang merias lingkungan dengan nuansa merah dan putih. Zulmi ikut membagikan beras dengan karung dan memampangkan fotonya.
Keluarga Hasan dikenal royal. Tiap kali menunaikan salat Jumat di Masjid Bin Aminuddin—masjid dalam kompleks sekolah milik keluarga—mereka menerima tamu yang antre. Para tamu bisa menyantap makan siang gratis dan menerima sangu Rp 50 ribu. Saat Idul Adha, mereka juga membagikan sarung. “Pegawainya membagikan keliling kampung,” ujar Joko Wardianto, ketua rukun tetangga di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Probolinggo.
Zulmi, anak dari pernikahan Hasan dengan istri pertamanya, juga kerap muncul dalam acara Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Sinyal Zulmi maju ke bursa kandidat bupati makin kentara setelah ia melakukan safari politik ke sejumlah partai, salah satunya Partai NasDem.
Zulmi belum muncul ke publik setelah penyidik KPK menangkap orang tuanya. Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia Kabupaten Probolinggo itu tak merespons permintaan wawancara Tempo yang dikirimkan ke akun WhatsApp hingga Sabtu, 4 September lalu.
KPK menahan Hasan dan Puput sejak Senin, 30 Agustus lalu. Pasangan ini langsung menjadi tersangka suap bersama 20 orang lain. Keduanya tak berkomentar kepada wartawan yang menunggunya saat tiba di gedung KPK, Jakarta Selatan, sehari setelah ditangkap.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Probolinggo Yulius Christian juga enggan memberi tanggapan. Ia juga tak merespons permintaan wawancara Tempo lewat sambungan telepon dan pesan WhatsApp sejak Selasa, 31 Agustus lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo