Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Bangladesh dan Myanmar akhirnya sepakat untuk meminta bantuan kepada Badan PBB urusan pengungsi, UNHCR, untuk memulangkan kembali ratusan ribu etnis Muslim Rohingya yang melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar akhir Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua negara menandatangani kesepakatan itu pada hari Kamis, 23 November 2017. Keduanya juga sepakat proses pemulangan kembali sekitar 600 ribu etnis Rohingya dengan bantuan UNHCR dimulai dalam dua bulan ini.
Baca: 5 Langkah Dunia Stop Pelanggaran HAM Atas Minoritas Rohingya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kedua negara sepakat untuk meminta bantuan UNHCR dalam proses pemulangan Rohingya. Penandatanganan tentang kesepakatan ini merupakan tahap pertama. Dua negara saat ini akan bekerja untuk tahapan lainnya," kata Abul Hassan Mahmood Ali, Menteri Luar Negeri Bangladesh seperti dikutip dari Channel News Asia, 25 November 2017.
Selanjutnya, Ali menjelaskan, kerja sama tiga pihak ini akan dibentuk dalam kurun waktu tiga minggu untuk kemudian memulai langkah pemulangan.
Baca: Pengungsi Rohingya Tulis Surat Terbuka kepada Suu Kyi
"Prioritas kami adalah memastikan keselamatan mereka kembali ke tanah air mereka dengan terhormat," kata Ali.
Mereka akan tinggal sementara dalam kamp di dekat rumah mereka yang hangus dibakar. Menurut Ali, Myanmar akan meminta bantuan Cina dan India untuk membangun kamp untuk tempat tinggal Rohingya. Sedangkan pembangunan rumah mereka kembali, Ali tidak menjelaskan secara rinci.
Namun ia menjelaskan, Myanmar akan mengambil langkah-langah untuk memantau bahwa Rohingya yang kembali dan tinggal di kamp tidak berlangsung dalam jangka waktu lama. Myanmar juga akan mengeluarkan kartu identitas untuk verifikasi kepada Rohingya sesaat mereka kembali ke Myanmar.
Baca: Suu Kyi untuk Pertama Kalli Bertemu Rohingya di Rakhine
Lebih dari 600 ribu etnis minoritas Rohingya mengungsi di Bangladesh setelah mereka dipaksa meninggalkan rumah mereka di negara bagian Rakhine setelah tentara Myanmar melakukan operasi militer pada 25 Agustus 2017. Militer beralasan mengejar para milisi Rohingya.