TIKET ke Gedung Putih ternyata masih dimenangkan Partai Republik. Lebih dari separuh pemilih memberikan suara mereka bagi George Herbet Walker Bush, 64 tahun, untuk memimpin Amerika Serikat selama empat tahun mendatang. Bush, yang memenangkan kursi presiden Selasa pekan lalu, akan menggantikan Presiden Ronald Reagan mulai Januari 1989. Dari Houston, Texas, di malam kemenangan itu, Bush langsung menjanjikan sebuah pemerintahan yang lebih didukung oleh orang-orang muda dan kaum wanita. "Saya pun akan menyertakan warga Partai Demokrat," tambahnya. Tentang kekalahan saingannya, Michael Dukakis, presiden terpilih itu mengatakan, "Saya dapat memahami bagaimana perasaan Dukakis malam ini." Tapi hal pertama yang harus dikerjakan Bush bukan menyusun kabinet baru, melainkan memutuskan di sisi mana ia akan menandatangani surat-surat dan ke bank mana gajinya harus dimasukkan. Soal sepele itu, menurut seorang pejabat Gedung Putih, mencerminkan bagaimana seorang presiden baru akan bekerja: apakah ia lebih senang diatur orang lain atau punya pilihan sendiri. Bila Bush terlambat memutuskannya, kedua hal itu, suka atau tidak suka, akan ditentukan oleh pejabat kepresidenan. Hari-hari mendatang di Gedung Putih memang bukan hari-hari tanpa hambatan bagi Bush dalam menjalankan kebijaksanaan. Meski rakyat Amerika memberikan kursi presiden kepada calon Republik, tidak demikian halnya di Senat maupun Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representative). Perimbangan suara Republik dan Demokrat pada kedua lembaga legislatif itu: Senat (46 banding 54) dan DPR (180 banding 255). Padahal, persetujuan kedua lembaga itu (dikenal dengan sebutan Kongres), sekalipun presiden punya hal veto, ikut menentukan kebijaksanaan pemerintah. Terpilihnya Bush, yang menjabat wakil presiden dalam dua periode pemerintahan Reagan, pada hakikatnya tidak akan mengubah warna politik Amerika. Hampir dapat dipastikan, Bush akan melanjutkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendahulunya. Dalam soal politik luar negeri, misalnya, Bush diduga akan melanjutkan pendekatan dengan Moskow. Sementara itu, di bidang ekonomi ia diperkirakan tak bakal terlalu proteteksionistis. Tapi, "Bush lebih pragmatis dibandingkan Reagan," komentar pengamat-pengamat politik di Washington. Lahir di Milton, Massachusetts, 12 Juni 1924, Bush adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Prescott Sheldon dan Dorothy Walker Bush. Ayahnya, Prescott, seorang manajer bank yang kemudian menjadi senator mewakili Connecticut. Ibunya, Dorothy, kini 86 tahun, seorang petenis dan perenang tangguh di masa mudanya. Mereka inilah yang membentuk watak Bush sebagai pemimpin. Bush, yang punya panggilan kesayangan Poppy, sejak kecil sudah diajar kedua orangtuanya siap menghadapi persaingan, yang ditumbuhkan lewat olahraga. Dan Bush memang berada di depan dalam persaingan: ia pemain bola, kapten baseball, dan manajer bola basket di sekolahnya Phillips Academy di Andover. Adalah ayahnya pula yang menemui Presiden Herbert Hoover agar Bush, ketika itu berusia 17 tahun, diterima menjadi penerbang angkatan laut. Ia kemudian ditugaskan di kapal perang San Jacinto, dan tercatat sebagai pahlawan termuda Amerika dalam Perang Dunia II, yang memperoleh bintang jasa "Distinguished Flying Cross". Usai Perang Dunia II, 1945, Bush menikah dengan Barbara Pierce, putri penerbit majalah Redbook dan majalah wanita McCall's, dan sekaligus melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Yale. Tamat kuliah, Bush ditawari ayahnya bekerja pada perusahaan keluarga, Brown Brothers, Harriman and Co., salah satu perusahaan yang mengatur transaksi saham dan obligasi di Wall Street. Tapi Bush memilih, mewakili ayahnya pada perusahaan kontraktor minyak Dresser Industries di Texas. Tahun 1953, Bush mendirikan Zapata Petroleum Corporation dan Zapata Offshore. Selang beberapa tahun, ia sudah menjadi jutawan, dan kemudian terjun ke pentas politik. Ia mengawali karier dengan menjabat ketua "ranting" Partai Republik di pinggiran Houston. Tahun 1964, Bush gagal meraih kursi senator untuk Texas, tapi ia tak mundur. Dua tahun kemudian ia mencalonkan diri sebagai anggota DPR mewakili Distrik Ke-7 Texas, dan berhasil. Ketika kembali bertarung menjadi senator, 1970, Bush kalah lagi. Tapi tak lama setelah itu ia ditugaskan Presiden Richard Nixon menjadi duta besar Amerika di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bush sempat menjadi ketua komite nasional Partai Republik selama dua tahun sebelum diangkat menjadi kepala perwakilan Amerika di Beijing, 1974. Setahun kemudian ia diangkat Presiden Gerald Ford sebagai Direktur Dinas Intelijen Amerika (CIA), dan jabatan itu dipegangnya sampai 1976. Tahun 1981, Bush terpilih sebagai pendamping Reagan. Adalah pengalamannya panjang di panggung politik maupun pemerintahan itu yang membuat Bush mampu mengendalikan Dukakis dalam debat di televisi pada masa kampanye lalu. Pertanyaan maupun jawabannya mengesankan. Lihat saja, misalnya, debatnya dengan Dukakis di Los Angeles dua minggu lalu. Pertanyaan pertama yang dilontarkannya benar-benar memojokkan Dukakis: seandainya Kitty Dukakis, istri Anda, diperkosa lalu dibunuh, apakah Anda akan menjatuhkan hukuman mati? Dukakis tampak terperangah mendengar pertanyaan yang tak mudah dijawab itu. Bertentangan dengan Bush, yang menyetujui hukuman mati untuk kejahatan besar, Dukakis tetap yakin hukuman mati tidak perlu. Sekalipun malam itu, Dukakis mencoba konsisten dengan sikapnya, ia gagal menjelaskan alasannya secara meyakinkan. Kasus itu membuat citra Dukakis sebagai orang yang lunak terhadap kejahatan. Lalu, orang teringat lagi kasus narapidana Willie Horton, yang mendapat libur dari penjara Massachusetts, kemudian lari, membunuh, dan memperkosa. Massachusetts adalah negara bagian yang dibawahkan Dukakis sebagai gubernur. Kasus Horton itu kemudian menjadi bahan kampanye yang menguntungkan bagi Bush. Juru kampanye Republik menyebarkan poster bergambar penjara dan potret Dukakis dengan tulisan: "Semua pembunuh dan pemerkosa dan pengedar obat bius dan penganiaya anak-anak di Massachusetts memilih Michael Dukakis". Sementara itu, di televisi setidaknya ada dua jaringan menyiarkan iklan tentang libur bagi narapidana, lalu sekilas potret Horton, sekilas wajah perempuan tengah menjerit ketakutan. Dukakis betul-betul terpukul oleh iklan itu. Pengumpulan pendapat yang diadakan berbagai media massa hampir semua memberikan keunggulan untuk Bush. Tapi Bush sempat tak tidur ketika di hari-hari terakhir menjelang pemilihan, ketika angka Dukakis dalam pengumpulan pendapat mulai bergerak naik. Terakhir perimbangan suara mereka cuma terpaut 4%. Bush "terpukul" oleh sikapnya yang loyal. Lihat saja: selaku ketua komite nasional Partai, ia tetap tak merasa dikhianati Nixon sehubungan dengan skandal Watergate. Bahkan mencoba "membersihkan" nama partai dengan berkali-kali mengatakan bahwa kasus Watergate memang keteledoran, dan itu salah. Ke mana Amerika hendak dibawa Bush empat tahun mendatang? Ketika seorang wartawan menanyakan kebenaran janji kampanyenya, sehari setelah hari kemenangan, Bush menjawab, "Bacalah bibirku, tak akan ada kenaikan pajak." Kabar terakhir menyebutkan, Kongres memang melihat kemungkinan mengurangi defisit anggaran pemerintah tanpa menaikkan pajak. Sejumlah ahli ekonomi melihat tanpa menaikkan pajak agak susah bagi Bush mengendalikan anggaran pemerintah. Beban yang diwariskan Reagan cukup besar: defisit anggaran US$150 milyar dan utang nasional sekitar US$2 trilyun. Tapi Bush kelihatan optimistis dapat mengatasi kesulitan itu. Usaha yang dirancang Bush untuk mengatasi defisit itu adalah membuat anggaran berimbang, menekan pemborosan, dan merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Guna melicinkan jalan bagi rancangannya itu, Bush pekan lalu mengumumkan akan memberikan pos menteri luar negeri kepada James Baker, 58 tahun, manajer kampanye Partai Republik. Baker, yang mengundurkan dirisebagai menteri keuangan akhir tahun lalu, dikenal sebagai perunding yang tangguh dan diharapkan bisa "mengerem" ekspansi ekonomi Jepang di Amerika guna mengatasi defisit di dalam negeri. Ketika Baker masih menjabat menteri keuangan dalam Kabinet Reagan, hubungan Amerika dengan negara-negara industri lainnya, seperti Jerman Baat dan Jepang, memang jauh lebih baik dibandingkan masa pendahulunya, Donald Regan. Tapi di bidang diplomasi politik, sejumlah pengamat di Washington meragukan kemampuan Baker. Ia, misalnya, diragukan mampu menghadapi masalah perlucutan senjata dengan Uni Soviet. Sampai Sabtu malam pekan lalu belum ketahuan siapa yang menjabat menteri keuangan dalam Kabinet Bush nanti. Reagan juga kelihatan optimistis, Bush bakal mampu menjaga kebesaran Amerika. "Bush merupakan penerus yang tepat," katanya dalam pidato menyambut Bush dan wakil presiden terpilih Dan Quayle di Gedung Putih minggu lalu. Ia menambahkan, Amerika akan tetap kuat dan jaya di bawah penerusnya. Untuk menjadikan Amerika tetap kuat, Bush, yang berjanji kepada Kanselir Helmut Kohl dan Perdana Menteri Margaret Thatcher akan bekerja erat dengan negara-negara sekutu Barat, disebut-sebut akan memberikan posisi kunci lainnya, yaitu jabatan menteri pertahanan, kepada John Tower. Banyak orang menilai bekas senator asal Texas ini sebagai pilihan yang tepat. Ia, sewaktu masih duduk di Senat, banyak terlibat dalam masalah pertahanan. Pos penting lain, tapi bukan jabatan menteri, yang akan diisi Bush dengan muka baru adalah jabatan Direktur CIA. Panitia panitia peralihan, Robert Teeter, belum menyebutkan nama calon pengganti William Webster, penjabat Direktur CIA sekarang. Tapi calon-calon pilihan Bush untuk kabinetnya mendatang belum tentu semuanya akan mendapat persetujuan Kongres, yang dikuasai orang-orang Demokrat. Ganjalannya terutama dikarenakan serangan Bush selama masa kampanye lalu. Ahli ilmu politik John Chancellor, yang diwawancarai wartawan televisi NBC di malam kemenangan itu, mengatakan, "Orang-orang Demokrat marah karena kampanye Bush yang negatif." Kampanye Bush disebutnya menyerang pribadi, bukan program partai. Tuduhan itu dijawab Bush dengan mengatakan, "Bukan lagi waktunya untuk berbicara tentang siapa yang salah." Untuk adilnya, perlu dicatat, jauh sebelum Republik bermain api, orang-orang Demokrat telah menyebarkan selebaran tentang seorang yang dicari, karena meloncat dari pesawat untuk menghindarkan tanggung jawab, gagal melawan perdagangan obat bius, mendukung kekerasan dalam pengusutan kejahatan, penyebab penjahat menggunakan senjata api, dan melakukan tawar-menawar dengan Diktator Noriega yang berdagang obat bius. Orang yang dimaksud tak lain dari Bush -- nama itu terpampang jelas beserta potret kandidat Republik tersebut. Bedanya, konon waktu itu, setelah terdengar protes dari Republik, Dukakis minta maaf kepada Bush. Lepas dari kampanye-kampanye "negatif" Republik di hari-hari terakhir, cara mereka menarik massa memang lebih bermutu dibandingkan Demokrat. Selebaran untuk Bush dicetak di kertas mengkilap, dan foto-fotonya berwarna. Sedangkan Demokrat menjual Dukakis kebanyakan dalam selebaran dua warna, dan tanpa foto. Selain itu, iklan kampanye Bush di televisi juga lebih meyakinkan dibandingkan Dukakis. Ada potretnya bersama orang kuat Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, bersama pemimpin serikat buruh Solidaritas, Lech Walesa, rekreasi bersama keluarga dan handai tolan, dan gambaran sukses lain. Tentang Dukakis, yang diiklan oleh Demokrat adalah potret sang calon bersama orang-orang tua di sebuah rumah jompo, yang disertai penjelasan Demokrat tak akan memotong subsidi bagi mereka. Atau Dukakis di ruang kerjanya, dengan latar belakang rak penuh buku, berbicara tentang negara dan dunia dengan gaya seorang guru besar filosofi, bukan seorang calon presiden. Singkat cerita, selera kampanye Republik lebih bisa diterima orang Amerika: "indah" dan menyerang. Ini sebuah contoh. Iklan dibuka dengan sebuah lagu pop jazz tahun 1970-an, lalu seseorang menyanyi: Saya ingat masa itu, saya ingat masa itu .... Lalu muncul sederetan penganggur, lalu wajah bekas Presiden Jimmy Carter, dan kemudian tulisan: "Inilah keadaan Amerika pada 1978, yang tak akan terulang." Pemerintahan Carter memang dianggap gagal menekan inflasi dan pengangguran. Adalah berkat kampanye yang jitu itu pula sekitar 54 juta pemilih melupakan "kelemahan" pendamping Bush: Senator James Danfoth (Dan) Quayle, 41 tahun, dari Indiana. Pasangan Bush ini dicap "kurang patriotik" karena tak pernah dikirim bertempur ke Vietnam pada 1970-an. Quayle, yang tampan dan kaya raya itu, dituduh menghindari tugas ke Vietnam dengan mendaftarkan diri sebagai anggota National Guard. Kabarnya, untuk dapat diterima bertugas dalam pasukan garis belakang itu, ia menggunakan pengaruh kuat keluarganya. Disebut-sebut, Mayjen. Wendel Philippi diminta mengontak teman-temannya yang berdinas di National Guard pada 1969 agar menolong Quayle. Tuduhan itu tentu saja dibantah Quayle. Tim kampanye Republik kemudian mengedarkan pernyataan John Owen, bekas ajudan jenderal pada National Guard Indiana dan Robert Moorehead, bekas komandan divisi satuan tersebut. Isinya: "Sepanjang yang kami ketahui, Quayle tak memakai pengaruh orang lain agar terpilih sebagai anggota National Guard." Tak mempan tudingan itu, Quayle, ayah tiga anak itu, juga disebut pernah mengalak tidur Paula Parkinson. Menurut Paula, yang berpose telanjang untuk majalah Playboy terbitan bulan ini, Quayle merayunya di sebuah rumah di Florida, yang dipakai sejumlah anggota Kongres untuk berlibur pada 1980. Keduanya memang tak sampai naik ranjang, karena Paula waktu itu sedang asyik dengan Tom E.vans, wakil rakyat yang kemudian terpaksa mengundurkan diri. Quayle, yang diragukan kemampuannya oleh rakyat Amerika untuk menjadi wakil presiden, seusai kemenangan Republik, menyebut peranannya sebagai orang nomor dua dalam sistem politik Amerika sangat unik. Perannya tidak begitu penting, tapi dekat dengan presiden. Sekalipun Quayle tak sepintar Bush, toh Reagan melihat pasangan baru pemimpin Amerika ini cukup serasi, dan menyebut mereka sebagai era baru kepemimpinan Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini