Kaum kulit hitam dan keturunan Amerika Latin bentrok di Washington. Polisi kewalahan dan terpaksa memberlakukan jam malam. BENTROKAN tiba-tiba mengguncang Washington, D.C. Ribuan orang turun ke jalan. Dengan pentungan, batu, bom molotov, dan apa saja yang ada di tangan, mereka menyerbu polisi. Di sana-sini kelihatan asap mengepul. Para perusuh, dengan ganas, menyetop beberapa bis kota, menguber penumpangnya, kemudian membakar kendaraan umum itu. Ratusan polisi dengan pentungan dan gas-gas air mata diturunkan untuk mematahkan aksi perusuh. Tapi, suasana ganas merebak selama sehari penuh, Minggu pekan lalu. Beberapa mobil polisi dan sebuah pasar dibakar. Di tengah bentrok itu, tak ketinggalan pula si tangan panjang menguras isi toko. Itulah suasana Distrik Mount Pleasant daerah kumuh Washington, D.C., hanya sekitar lima kilometer dari Gedung Putih. Pemicu kerusuhan itu tak lain masalah rasial atau di sini dikenal sebagai SARA. Insiden meletus setelah polisi Washington, yang kebanyakan berkulit hitam, mencoba menenangkan segerombolan orang keturunan Amerika Latin (Hispanik) yang dicurigai berbuat onar. Karena melawan, polisi terpaksa menangkap mereka. Salah satu dari mereka Daniel Gomez, 30 tahun, dengan pisau di tangan bahkan berani menyerang polisi wanita yang mau memborgolnya. Karena kepepet, si polisi mencabut pistolnya dan menarik picu. Gomes terkena dadanya. Itu menurut polisi. Dengan cepat berita burung pun tersebar di pelosok Mount Pleasant, tempat mangkal sekitar 33.000 warga Hispanik. Intinya, Gomez tewas, ditembak polisi dalam keadaan terborgol. Dengan cepat huru-hara tersulut dan menjalar sampai wilayah Adams-Morgan. Bentrokan antara orang Hispanik dan kulit hitam pun menjadi-jadi. Sebanyak 54 tokoh kelompok Hispanik berpengaruh diterjunkan untuk melerai perkelahian. Gagal. Keadaan baru mulai dikendalikan setelah Wali Kota Sharon Pratt Dixon memberlakukan jam malam. Siapa saja yang kelihatan gentayangan di luar rumah antara pukul 19.00 (masih terang benderang) dan pukul 05.00 bisa ditangkap atau ditembak. Sekitar 160 orang ditangkap polisi. Bentrokan pekan lalu itu sebenarnya merupakan puncak ketegangan rasial kaum Hispanik dan kulit hitam yang sudah terpendam berbulan-bulan. Kedua kelompok memang menempati papan bawah masyarakat Amerika. Keduanya sama-sama memperebutkan bantuan keuangan pemerintah kota, lowongan pekerjaan, tempat permukiman murah, dan pelayanan sosial lainnya. Dalam bulan-bulan terakhir ini sempat terjadi beberapa insiden kecil antara kedua kelompok etnis tersebut. Para pemuka Hispanik menuding pemerintah kota, khususnya Wali Kota Dixon, tak mempedulikan nasib orang-orang Hispanik yang tinggal di rumah-rumah bobrok, kotor, dan tak mendapatkan pelayanan umum yang layak. Mereka juga menuduh perlakuan kasar para polisi -- kebanyakan kaum kulit hitam -- terhadap kaum keturunan Amerika Latin. Wali Kota, Ny. Dixon, tak menangkis tuduhan itu. Namun, Ibu Wali Kota itu tak punya pilihan lain kecuali menegakkan hukum dan menindak orang yang menyulut kerusuhan. Jam malam sudah dicabut setelah berlangsung tiga hari sejak Senin pekan lalu. Polisi, sampai awal pekan ini, masih berpatroli di kampung kumuh multietnis yang lagi tegang itu. Ada yang memperkirakan, Wali Kota akan mengangkat orang berdarah Amerika Latin menjadi kepala polisi untuk "mengambil hati" imigran Hispanik. Banyak yang mengatakan kerusuhan rasial itu yang terbesar sejak kemarahan kaum kulit hitam 1968, menyusul terbunuhnya Martin Luther King, pimpinan pejuang hak asasi. Bahkan, bentrok rasial kali ini bisa pula dinilai bakal melunturkan citra AS sebagai melting-pot. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini