Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bergerak dari makam jinnah

Gerakan pemulihan demokrasi (mrd) melakukan aksi, protes terhadap uu darurat dan pembekuan uud 1973. para perusuh dijatuhi hukuman cambuk dan kerja paksa. (ln)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKAM Bapak Pakistan Mohammad Ali Jinnah, yang terletak di pusat Kota Karachi, berubah jadi pusat kerusuhan. Ahad, dua pekan selam, sekitar 20.000 orang berkumpul di sana. Maksudnya memperingati hari ulang tahun ke-36 kemerdekaan Pakistan, tapi yang kemudian terjadi adalah bentrokan dan kekerasan. Asal mulanya adalah perang slogan antarakelompok massa yang mendukung pemerintah lawan kelompok oposisi. Ketika batu-batu gencar dilontarkan, gas air mata pun tak ayal disemprotkan. Empat dikabarkan luka-luka, tapi syukurlah, makam Ali Jinnah yang terbuat dari pualam indah tidak sempat berlumur darah. Namun peristiwa kecil ini merupakan awal dari gelombang kerusuhan yang sampai akhir minggu masih terus melanda Pakistan. Gerakan Pemulihan Demokrasi (MRD), wadah yang menampung delapan partai terlarang, hari itu menyerukan perlawanan sipil -- khususnya protes terhadap UU Darurat dan pembekuan UUD 1973. Tapi para pengamat dan kalangan diplomat tidak yakin MRD akan bergerak. Sebab massa pendukungnya tercerai-berai, setelah seratus pemimpin mereka ditangkapi. Ditambah lagi sikap keras rezim Zia yang sejak lama menciutkan semangat orang. Terbukti MRD bukan cuma gertak. Bahkan pemerintah mulai kecut melihat aksi protes yang menjalar dari Karachi ke Dadu, Tharpakar, Nawabshah, Moro, dan Larkana. Dikhawatirkan aksi protes akan merembet terus ke Peshawar, kota penting di provinsi barat laut Pakistan. Karena itu pihak militer bertindak cepat. Di enam kota di Provinsi Sind, yang muncul sebagai pusat kerusuhan, sekarang ditempatkan di bawah pengawasan militer. Huru-hara yang terjadi mulai ditandai aksi-aksi merusak. Kompleks perkantoran, bank, dan kendaraan diserang tiba-tiba. Rel kereta api dibongkar. Di Dadu, perusuh melempari kantor pemerintah, membakar bis, dan dua traktor. Selain itu mereka meneriakkan: Sindu desh -- yang berarti "Hidup Tanah Air Sind". Juga terlihat slogan bertulisan: Down with Zia dan Pemilu Sekarang. Provinsi Sind adalah basis Partai Rakyat Pakistan (PPP) -- partai bekas Presiden Ali Bhutto yang dihukum gantung oleh Zia Ul-Haq, tahun 1979. PPP ini merupakan kekuatan paling menentukan dalam MRD. Teriakan Sindu desh mencerminkan sikap bermusuhan terhadap pemerintahan Zia yang mayoritasnya diborong tokoh politisi dan militer asal Punjab, provinsi kelahiran Zia. Harus diakui selama enam tahun masa pemerintahannya, Presiden Zia Ul-Haq mencatat sukses di bidang pertanian. Dari negara pengimpor padi-padian, dalam tempo kurang dari lima tahun Pakistan berubah jadi pengekspor hasil pertanian. Pembangunannya memang banyak tergantung pinjaman luar. Tapi stabilitas dan penampilan rezim Zia tampak bisa dijadikan jaminan untuk dapat pinjaman lebih besar, khususnya menghadapi Repelita Pakistan Keenam. Tiga juta orang Pakistan yang bekerja di negara-negara pengekspor minyak di Timur Tengah ternyata menyumbang banyak untuk tingkat kemakmuran penduduk di desa-desa. Sekarang pemerintah berusaha meninkatkan pelayanan kesehatan, menambah jumlah penduduk yang melek huruf, dan menyediakan alokasi kredit untuk si miskin sebesar 50% dari dana pinjaman keseluruhan. Segi-segi baik itu rupanya tidak terlihat oleh pihak oposisi. Yang mereka rasakan adalah pukulan setelah mendengar pidato hari kemerdekaan yang diucapkan Zia Ul-Haq 12 Agustus. Tanpa menetapkan jadwal tertentu Zia berjanji akan menyelenggarakan pemilihan Majelis Nasional dan mengakhiri UU Darurat dalam tempo 18 bulan mendatang. Selain itu UUD yang dibekukan akan diberlakukan kembali, dengan amandemen khusus yang memperkuat posisi presiden. Jenderal Zia tetap presiden. Tapi wewenangnya nanti akan berbagi dengan seorang perdana menteri. Perubahan UUD dimaksudkannya semata-mata untuk melancarkan perjuangan ke arah pembentukan negara Islam Pakistan. Zia juga berjanji, kelompok militer tidak akan kebagian porsi dalam tata politik yang baru ini, namun dipastikannya juga bahwa para perusuh tidak akan memperoleh keringanan apa pun dalam tempo 18 bulan mendatang. Ancaman Zia itu memang dibuktikannya. Para perusuh dijatuhi hukum cambuk dan hukum penjara yang dibebani kerja paksa. Tentara dengan gencar menangkapi pemimpin oposisi. Yang diciduk, antara lain, N.D. Khan, Alamdar Haider, Ghulam Mustafa Jatoi, Mohammad Amin Khattak, dan Ali Abbas Naqvi. Di Peshawar seorang tokoh wanita terkemuka, Begum Nasim Wali Khan, juga dijebloskan ke penjara berikut tiga puluh pengikutnya. Ini terjadi sehari sebelum mereka melancarkan aksi protes terhadap Zia. Hukum cambuk memang berhasil melembekkan semangat kaum perusuh. Tapi Presiden Zia Ul-Haq bukan tidak terguncang. Jenderal itu terpaksa membatalkan beberapa acara, minggu lampau, karena, "hal-hal lain yang lebih mendesak", katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus