Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Takut merdeka pada 17 Agustus

Ribuan narapidana mendapat remisi pada Hut Proklamasi RI ke-38. banyak yang takut bebas. takut kena operasi pembrantasan kejahatan (penembakan misterius). (hk)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI sekali, pada peringatan hari proklamasi lalu, halaman LP Wirogunan, Yogyakarta, sudah dipenuhi sanak keluarga nara pidana. Hari itu, seperti biasanya, para nara pidana mendapat remisi atau pemotongan hukuman. Banyak pula yang bisa langsung bebas karena hadiah Presiden itu. Tapi kali ini keluarga nara pidana yang menunggu di luar itu cemas. Sebab di antara mereka hadir beberapa petugas berpakaian preman mondar-mandir. Petugas itu rupanya juga menunggu nara pidana yang keluar. Lima orang nara pidana yang pertama-tama muncul dari balik tembok, Suradi alias Gudel, Sumiran, Totok Wahadi, Pardiyo, dan Djuandi langsung disambut petugas -- bahkan sebelum mereka sempat bersalaman dengan keluarga yang menunggu. Mereka buru-buru dimasukkan ke mobil. Seorang ibu, yang dari pagi menunggu pembebasan anaknya, tidak dapat menahan diri melihat kejadian itu. Ia menjerit: "Anakku dibawa ke mana?" Ibu yang menggendong buntalan itu mencoba menyerbu ke mobil yang membawa anaknya. Tapi gagal. Selanjutnya hanya ratap tangis yang mengiringi mobil itu pergi. Salah seorang dari nara pidana yang kena jemput itu, Sumiran, masih mencoba menenangkan dua orang saudara perempuannya yang juga menangis menyaksikan peristiwa itu. "Tidak ada apa-apa," serunya dari atas mobil yang mulai melaju. Beberapa menit sebelum dibebaskan, masih di balik tembok penjara, ia sempat berdoa: "Mudah-mudahan saya bisa bertemu keluarga dan tidak terjadi apa-apa di luar sana," ucap Sumiran yang mengaku sudah dua kali dipenjarakan karena mencuri. Siapa petugas yang menjemput mereka? "Lima orang itu betul kami ambil, tapi tidak untuk diapakan," ujar Komandan Kepolisian Bantul, Letkol. Pol. Drs. Soemadiyono. Polisi ternyata hanya mengambil bekas nara pidana asal Bantul. "Mereka akan diberi pengarahan dan bagi yang tidak punya tunggakan perkara akan dikembalikan ke masyarakat melalui pamong desa," ujar Soemadiyono lewat telepon kepada TEMPO. Kecemasan memang menghantui banyak nara pidana di LP Nusakambangan, Semarang, Yogya, Jakarta Bandung, bahkan Medan. Remisi yang selama ini sangat mereka dambakan, kali ini justru menakutkan. Cerita tentang kegalakan operasi Pemberantasan Kejahatan di luar ternyata menembus tembok penjara dan sangat menggelisahkan nara pidana-nara pidana yang bakal bebas. "Saya sampai tidak bisa tidur," ujar Mujiyono, seorang nara pidana Nusakambangan yang juga mendapat kebebasan pada hari itu. Terus terang ia mengaku sebenarnya enggan untuk bebas saat ini. Ketakutan Mujoyono juga melanda 68 orang nara pidana di Nusakambangan yang mendapat hadiah remisi langsung bebas. Mereka kelihatan berbaris dengan loyo ketika mengikuti upacara bendera menjelang dibebaskan. Pakaian mereka berwarna-warni -- ada yang berjas dan ada yang cuma bersarung. Ketika narapidana berseragam biru yang dipimpin terhukum perampok emas, Johnny Indo, memberi penghormatan bendera, rombongan yang bakal bebas acuh tak acuh. Begitu pula pekik "merdeka" dari inspektur upacara tak mendapat sambutan dari mereka. Tapi tidak semua nara pidana takut untuk dibebaskan. Seorang nara pidana wanita di LP Tanjung Gusta, Medan, Armiati boru Lubis, tak kuasa menahan tangisnya karena gembira. "Ini hari bahagia untuk kami," ujar ibu enam anak yang dihukum karena mengedarkan ganja itu. "Saya akan bertobat," janjinya sambil memeluk keluarganya satu per satu. Janji bertobat diucapkan hampir semua nara pidana yang lepas dari LP pekan lalu itu. Tapi di Bandung, seorang bekas nara pidana LP Cirebon tertangkap kembali, hanya beberapa jam setelah dibebaskan. Nelson Hutajulu, 25 tahun, kepergok penduduk ketika mencuri sepeda motor di Jalan Hasan Ali, Bandung, bersama temannya. Nelson, yang baru saja dapat hadiah Presiden itu, menghunus belatinya ketika dikejar penduduk. Ia menusuk membabi buta sehingga lima orang pengejarnya jatuh berlumuran darah. Salah seorang korban kemudian meninggal dunia. Tapi anak muda yang sudah berulang kali masuk penjara itu akhirnya mati juga. Ia tertembak ketika diperiksa di Kodim Bandung. "Ia mencoba merebut senjata petugas dan kemudian kabur dengan menerobos jendela," kata Ka-Pendam Siliwangi, Letkol Zumarnis Zein, Sabtu pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus