Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kemenangan pahit buat shagari

Presiden shagari kembali terpilih dalam pemilu dua pekan yang lalu. keadaan ekonomi gawat, dan laju inflasi mencapai 20% dan korupsi merajalela. (ln)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIUH rendah pemilihan umum di Nigeria, negeri paling kaya dan berpenduduk paling padat di Afrika Hitam, usai sudah. Pemerintah Lagos membelanjakan tidak kurang dari Rp 1 trilyun untuk membiayai "pesta demokrasi" ini. Padahal keadaan ekonomi negeri itu lumayan gawat. Pemilihan umum yang diselenggarakan dua pekan lalu merupakan pemungutan suara pertama yang diselenggarakan pemerintahan sipil di Nigeria. Pemilihan umum sebelumnya, 1964, berakhir pada kerusuhan nasional yang mendorong rezim militer naik panggung serama 13 tahun. Baru pada 1979 kekuasaan diserahkan kembali ke tangan sipil, dengan Shehu Shagari sebagai kepala negara. Dalam pemilihan umum kemarin Shagari mengantungi 47% suara dari 25 juta pemilih. Ia dengan mudah mengalahkan lawan utamanya, Obafemi Awolowo, dari Partai Persatuan Nigeria (UPN). Nnamdi Azikiwe, calon ketiga dalam pemilihan umum yang diikuti enam partai itu, mendapat suara lebih sedikit. Selama 23 tahun merdeka, Nigeria tampil sebaai contoh unik di tengah benua dengan "tradisi" kediktatoran militer dan sistem negara berpartai tunggal. Negeri ini bahkan disebut-sebut sebagai "negeri demokrasi terbesar keempat" -- setelah India, Amerika Serikat, dan Jepang. Betapa tidak. Di Nigeria tidak ada tahanan politik. Tahun lalu, Shagari bahkan memberi pengampunan penuh kepada Odumegwu Ojukwu, pemimpin pemberontakan Biafra yang mengobarkan perang sipil 1967-1970. Pulang dari pengasingannya di Pantai Gading, Ojukwu langsung mendukung Partai Naslonal Nlgeria (NPN) yang dipimpin Shagari. Untuk Shagari kemenangan ini membuka masa jabatan kedua, dan terakhir. Ia memang sungguh-sungguh berjuang selama masa kampanye. Ketika pertama kali terpilih, 1979, bekas guru itu bukanlah tokoh yang gemerlapan di pentas politik. Tapi ia cepat belajar, dan meniru kepemimpinan model Amerika. Ia segera memagari dirinya dengan sekawanan pembantu dan penasihat -- sebagian besar didikan Amerika. Mereka ini lalu melancarkan kampanye yang berbeda dari tradisi Afrika, tenang, terkontrol, tidak dikacaubalaukan oleh caci maki politik. Rapat-rapat umum NPN diselingi dengan musik dansa. Bahkan mereka mengangkat lagu John Lennon, Give Peaee a Chance, sebagai lagu kampanye. Namun bisa dipastikan masa jabatan kedua ini bukanlah masa berleha-leha bagi Shagari. Sejak tiga tahun silam Nigeria terpukul oleh harga minyak yang jatuh. Pada 1980, negeri ini masih menerima Rp 26 trilyun dari penjualan minyak. Tahun ini angka itu diperkirakan hanya sekitar Rp 10 trilyun. Dalam keadaan demikianlah Shagari menggalakkan pembangunan. Ia selain merancang ibu kota baru yang megah dan mewah, di Abuja, juga membangun beberapa ribu mil jalan raya baru, serta lalu lintas di bawah tanah untuk Lagos. Setelah kenaikan harga minyak, 1970, para petani berduyun-duyun ke kota dan menikmati uang licin itu. Kini, sektor pertanian hampir ambruk. Dari negeri pengekspor bahan pangan, Nieria berubah menjadi negeri pengimpor. Shagari berusaha memugar sektor agraria dengan program "Revolusi Hijau" yang memakan biaya Rp 13,5 trilyun. Tapi hasilnya masih diragukan. Sementara itu, angka pertambahan penduduk -- kini 83 juta -- naik 3,5% setahun. Saat ini inflasi hampir mencapai 20%, produksi minyak turun hingga 1,3 juta barrel per hari, impor pangan naik, dan cadangan dollar turun. Tak kalah penting, korupsi berkemban biak di Nigeria. "Korupsi memang sudah ada di zaman pemerintahan militer," ujar Jenderal Olusegun Obasanjo yang memimpin Nigeria di tahun 1976-1979. "Tapi selama empat tahun pemerintahan sipil, Rp 50 trilyun tak ketahuan ujung pangkalnya. Korupsi tampaknya mulai melembaga." Shagari mengaku bahwa korupsi memang nyaris tak tertanggulangi. Sebagian besar rakyat Nigeria tampaknya sadar, dalam tahun-tahun mendatang mereka akan lebih mengencangkan ikat pinggang. Dan satu hal yang menarik, kaum militer tampaknya tidak berselera mendongkel Shagari. "Pemerintahan sipil lebih baik untuk negeri ini, juga untuk tentara," kata Jenderal Obasanjo. Dia menambahkan bahwa tentara Nigeria adalah "orang-orang yang paling berakal sehat." Tapi kekerasan bukannya tidak menandai kampanye pemilihan umum barusan. Sekitar 60 orang terbunuh, dan pemerintah menurunkan 90 ribu polisi untuk mengamankan negeri. Para kontestan dari pihak oposisi melemparkan tuduhan pula ke alamat Shagari. Menurut mereka, NPN bertanggung jawab terhadap sejumlah bentrokan dan peledakan. "Kekerasan dibayar dengan kekerasan," seru Awolowo, calon yang didukung oleh suku Yoruba yang Kristen. Tapi Shagari, yang merebut pemilih dari suku Muslim Hausa dan Fulani di bagian utara Nigeria, ternyata tetap tenang. "Marilah bersaing dengan damai dan mematuhi aturan permainan," katanya menjelang hari pemilihan. "Hanya dengan cara itu kita bisa memelihara demokrasi." Seruan ini berhasil mengajak lima dari enam kontestan menandatangani semacam "persetujuan perdamaian". Namun kemenangan kali ini bukanlah sesuatu yang terlalu indah untuk dinikmati terutama oleh Shagari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus