Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sektor retail di Inggris berharap pada hari diskon nasional atau Black Friday bisa kebanjiran pembeli. Harapan itu muncul di tengah krisis akibat biaya hidup dan gangguan dari Piala Dunia 2022 di Qatar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset yang dilakukan GlobalData for VoucherCodes, memprediksi warga Inggris total akan menghabiskan GBP 8,7 miliar (Rp 165 trilun) selama Black Friday (25 November hingga 28 November). Proyeksi itu naik 0,8 persen year-on-year dan setelah inflasi diperhitungkan.
Baca juga: Komplotan Pencuri di AS Beraksi Memanfaatkan Momentum Black Friday
Warga Inggris mengurangi pengeluaran mereka karena melonjaknya inflasi, yang pada Oktober 2022 lalu mencapai rekor tertinggi dalam 41 tahun sebesar 11,1 persen. Inflasi membuat warga enggan berbelanja. Bukan hanya itu, sebagian warga Inggris juga sudah belanja Natal pada awal tahun 2022 demi membantu menganggarkan keuangan mereka.
Konsultan McKinsey memprediksi pada tahun ini, konsumen akan menggunakan momen Black Friday untuk mendapatkan promo spontan dan hadiah Natal, bukannya melakukan aksi borong.
Penelitian yang dilakukan GlobalData for VoucherCodes juga menunjukkan satu perempat konsumen di Inggris sudah belanja Natal. Hanya sekitar 1 dari 10 warga Inggris yang berencana borong belanja selama Black Friday. Ada pula beberapa konsumen yang memiliki prioritas lain.
Sektor retail di seluruh Eropa waswas menjelang Natal karena penjualan secara keseluruhan bisa menjadi momen terburuk setidaknya dalam satu dekade karena pembeli berkurang, sementara biaya operasional aktivitas bisnis tidak menunjukkan tanda-tanda menurun. Kondisi ini pun mau tak mau menggerus margin keuntungan.
Kendati begitu, masih banyak konsumen yang ingin berbelanja pada Black Friday. Idealo, yakni sebuah portal perbandingan harga di Eropa, mengatakan 65 persen pembeli online di Italia siap membeli produk selama Black Friday.
Menurut Riset PwC, di Prancis ada 70 persen konsumen berencana berbelanja pada Black Friday dan Cyber Monday. Namun, warga Spanyol kurang tertarik pada hal itu, di mana hanya 24 persen pembeli yang berencana memanfaatkan penawaran Black Friday untuk memulai belanja Natal mereka.
Di Amerika Serikat, National Retail Federation (NRF) memperkirakan penjualan paket liburan akan naik lebih lambat tahun ini. Sementara Amazon memperkirakan pertumbuhan pendapatan pada tahun ini adalah yang paling lambat untuk musim liburan mana pun.
Di Inggris, penjualan selama Black Friday sangat penting untuk grup department store seperti John Lewis, retailer listrik konsumen Currys, AO World dan retailer barang umum Argos, yang merupakan bagian dari grup supermarket Sainsbury's.
Akan tetapi beberapa peretail besar, di antaranya Marks & Spencer, memilih menghindari acara tersebut (Black Friday). Lebih dari satu dekade sejak dibawa ke Inggris oleh Amazon, momen diskon besar-besatan Black Friday dikalangan para pengecer masih berbeda pendapat.
Mereka yang mendukung Black Friday mengatakan promosi yang direncanakan dengan hati-hati dalam kerja sama yang erat dengan pemasok global memungkinkan para peretail meningkatkan penjualan dan mempertahankan margin keuntungan. Namun mereka yang menentang Black Friday, menilai acara diskon itu membuat berkurangnya keuntungan dan melemahkan keinginan konsumen untuk membayar barang dengan harga penuh sebelum perayaan Natal.
Reuters | Nugroho Catur Pamungkas
Baca juga; Inggris Serahkan Helikopter Second ke Ukraina, Rusia Kehabisan Drone
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini