Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Britania di Balik Sebuah Pintu

Menggantikan Blair, Brown kini menghuni Downing Street No. 10. Inilah cerita tentang sebuah rumah yang menjadi kantor dan kediaman Perdana Menteri Inggris selama dua abad.

2 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTU kayu itu sederhana saja: bercat hitam polos dengan ”bel” tradisional berbentuk kepala macan tepat di atas lubang surat. Di bagian atas, tertempel angka 10 yang terbuat dari tembaga kuning mengkilap.

Itulah pintu paling terkenal seantero Inggris dan mungkin di dunia. Di Downing Street No. 10 inilah Perdana Menteri Inggris tinggal dan berkantor selama dua ratus tahun lebih. Ia menjadi saksi Britania Raya melayari sejarahnya. Pada Selasa pekan lalu, giliran Gordon Brown, 54 tahun, melangkah melewati ambangnya. Kali ini mantan menteri keuangan ini menjadi penghuni ke-52.

Perdana menteri berkantor di lantai satu dan tinggal bersama keluarga di lantai dua. Margaret Thatcher, perdana menteri periode 1979-1990, mengibaratkannya bagai ”tinggal di atas toko”: ia selalu bisa dihubungi dan bertugas meskipun ”toko” tutup. Di balik pintu ini, ada beberapa ruangan yang terkenal. Ada Entrance Hall, tempat menyambut tamu, dari pemimpin negeri sampai bintang film. Ada pula Cabinet Room, tempat perdana menteri mengadakan rapat dengan stafnya setiap Kamis—kecuali pada masa Perang Dunia II dan ketika Downing Street direnovasi total.

Hollywood menambah terkenal ruang-ruang itu lewat beberapa filmnya. Salah satunya, film komedi romantis Love Actually. Selain menikmati akting bintang ganteng Hugh Grant sebagai Perdana Menteri Inggris, penonton juga disuguhi ”isi perut” Downing Street: dari Cabinet Room hingga kamar tidur perdana menteri. Dalam film The Queen, penonton juga bisa ”masuk” sampai ruang-ruang terdalam di Number Ten. Semua serupa dengan aslinya.

Downing Street sejatinya adalah sebuah ”gang” di Jalan Raya Whitehall, City of Westminster, London. Hanya sepelemparan batu dari Gedung Parlemen yang terkenal dengan lonceng raksasanya dan Istana Buckingham, inilah kawasan pusat pemerintahan Inggris.

Alkisah, pada 1732, Raja George II menghadiahkan rumah itu kepada Robert Walpole atas pengabdian perdana menteri pertama Inggris itu kepada bangsa. Walpole mau menerima tapi bukan untuk pribadi melainkan sebagai kantor dan rumah dinas. Ia memboyong keluarganya bermukim di sini. Tradisi inilah yang dipertahankan hingga kini.

Meski terletak di lokasi strategis, Downing Street No. 10 ketika itu bukanlah tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. Ukurannya relatif kecil, konstruksi bangunannya buruk dan pemeliharaannya butuh biaya besar. Pada masa itu, perdana menteri mesti merogoh kocek pribadi untuk merenovasi rumah dinas ini. Mereka juga harus memboyong perabot sendiri. Tak mengherankan jika beberapa perdana menteri enggan menempati rumah itu. Number Ten sempat dibiarkan kosong selama 30 tahun lebih.

Baru pada 1783, William Pitt—perdana menteri termuda Inggris, yang dilantik pada usia 24 tahun—merombak dan memperlebar rumah itu hingga layak huni. Pitt jugalah yang pertama kali memasang pintu hitam bertuliskan angka 10 yang kemudian menjadi sangat terkenal. Dialah perdana menteri terlama, 19 tahun, yang menghuni rumah dinas itu.

Zaman bergulir, situasi ekonomi dan politik pun berubah. Maka, pada 1940-an, Downing Street No. 10 tak hanya menjadi rumah dinas, tapi juga kantor perdana menteri. Para penghuninya tak perlu lagi membuka dompet sendiri untuk mengurus rumah. Semua sudah disediakan negara lewat Government Hospitality Fund. Para pejabat diizinkan menghias rumah dengan berbagai benda seni menurut selera mereka.

Tentu saja, meski dari luar hanya berupa sebilah pintu, bangunan ini sejatinya melebar ke kiri, kanan, dan belakang. Kendati begitu, Perdana Menteri Harold Wilson pada 1974 hingga 1976 tak mau tinggal di sini. Namun, untuk menghindari kritik pers, ia berpura-pura tinggal di Number Ten. Setiap disorot media, ia masuk lewat pintu depan dan keluar lagi lewat pintu belakang dan pulang ke rumahnya sendiri yang juga di Central London.

Number Ten juga menorehkan sejarah penting pada masa Perang Dunia II. Dari Cabinet Room, Perdana Menteri Winston Churchill memimpin negaranya saat perang melawan Jerman pada 1940. Tatkala London dihujani bom, pusat pemerintah dipindahkan ke ruang bawah tanah yang dibangun secara darurat. Bangunan tambahan ini terhubung langsung ke kamar Churchill dan Cabinet Room. Setelah Inggris menggapai kemenangan atas Jerman, Churchill dan keluarga kembali menempati Number Ten.

Pada 1948, ruangan sementara itu pun dipermanenkan dan dilindungi untuk merekam kejayaan Inggris. Pada 1981, Perdana Menteri Margaret Thatcher membukanya untuk publik sebagai The Churchill Museum. Di situs bersejarah ini jugalah disimpan pintu asli Downing Street bertuliskan angka 10. Pintu yang sekarang kita lihat hanyalah replikanya.

Churchill memang Perdana Menteri Inggris paling masyhur. Hingga kini patungnya berdiri tegak di taman depan Gedung Parlemen dan Gereja Westminster, tak jauh dari Number Ten.

Sebagai markas pemerintah, Downing Street juga kerap menjadi sasaran bom dan kekerasan. Pada 1918, ancaman datang dari para pendukung kemerdekaan Irlandia. Pada 14 Oktober 1940 itu, ketika Churchill sedang bersantap, Jerman menjatuhkan bom. Ledakan ini merusak dapur dan State Room serta membunuh tiga pegawai. Pada masa Thatcher, ancaman datang dari kelompok teroris Irlandia, IRA.

Sejak saat itu, pagar tinggi dari baja pun dibangun di tiap sudut Downing Street. Namun, justru pada masa John Major—pengganti Thatcher—bom meledak di taman rumah itu. Untunglah Major selamat. Sejak saat itu, pengamanan Downing Street kian diperketat.

Memang, meski dari luar rumah ini tetap tampak tradisional, pengamanannya sangatlah ketat. Selain tamu-tamu yang terdaftar, orang tak bisa mendekat hingga ke depan pintu No. 10. Puluhan polisi dengan seragam hitam-hitam berkeliaran di seputar Downing Street. Supaya tak terjadi kerumunan, orang yang lalu-lalang harus terus berjalan, tak boleh berhenti. Para turis paling-paling hanya sempat menjepret sejenak untuk kemudian disuruh kembali berjalan.

Pada masa Tony Blair, Number Ten sering didatangi demonstran yang memprotes dukungan Inggris pada Perang Irak—kebijakan Blair yang paling tidak populer.

Kini, Gordon Brown siap membuka lembaran baru sebagai sahibul bait di Downing Street Nomor 10. Memang, secara fisik ia hanya bergeser satu pintu dari rumah dinasnya sebagai menteri keuangan di Downing Street No. 11. Namun sejatinya ada yang lebih besar dari ”sekadar pindah rumah”: melanjutkan tradisi kepemimpinan di Inggris Raya. Dunia berharap banyak padanya.

Andari Karina Anom (BBC, The Guardian, www.number-10.gov.uk)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus