Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ali-Baba Melawan Sanksi

Iran mencatu bahan bakar untuk menghadapi sanksi PBB. Amerika mulai mengancam perusahaan minyak asing yang berhubungan dengan Iran.

2 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengumuman yang disiarkan televisi pemerintah itu membuat rakyat Iran tertegun-tegun. Tak ada hujan tak ada angin, Selasa malam pekan lalu, Kementerian Perminyakan mengumumkan: penggunaan bahan bakar mobil pribadi akan dicatu. Maksimum 400 liter per bulan selama empat bulan mendatang, sedangkan yang menggunakan gas cair cukup 120 liter.

Peraturan itu berlaku efektif pada tengah malam, tiga jam setelah diumumkan. Ini tentu sebuah ironi. Iran adalah negeri yang memompa minyak mentah terbesar di antara negeri-negeri pengekspor minyak, OPEC. Negara itu memproduksi 3,85 juta barel per hari—dalam sehari minyak Iran membanjiri pasar minyak dunia 2,4 juta barel.

Tak ayal lagi, sejak hari pertama, Teheran pun menyaksikan panorama yang tidak biasa: antrean ratusan mobil sepanjang dua kilometer. Dan malam itu, warga yang sudah menanti lama di depan pompa bensin di satu lokasi tak sanggup lagi menahan emosi ketika pemilik pompa bensin menghentikan penjualan sebelum tengah malam. ”Orang yang tengah menunggu dalam antrean marah. Mereka menyerang pompa bensin,” ujar Rasoul Enayati, penduduk Teheran.

Batu beterbangan, api disulut, dan Presiden Mahmud Ahmadinejad menjadi sasaran caci maki. ”Ahmadinejad pembohong besar,” cetus Reza Ahamdi, sopir taksi. Malam itu, menurut Kepala Polisi Iran Jenderal Ismail Ahmadi Moghaddam, massa merusak dan membakar 17 pompa bensin, membakar mobil, dan merusak bangunan lain, termasuk bank.

Esoknya, masih ada antrean di beberapa lokasi. Cuma, antrean kali ini tidak sepanjang hari sebelumnya, dan polisi tampak mengawal pompa-pompa bensin. Iran negeri yang istimewa dalam urusan kendaraan bermotor. Delapan juta penduduknya memiliki mobil. Satu juta di antaranya di Teheran. Karena itulah tingkat pencemaran udara di ibu kota ini tergolong luar biasa tinggi.

Rakyat Iran dimanjakan pemerintah dengan limpahan bahan bakar minyak yang tak terbatas dengan harga paling murah di dunia. Pemerintah menyediakan subsidi lima kali lipat dari harga normal, yakni Rp 990 per liter. Harga bensin murah mendorong konsumsi bahan bakar yang juga tinggi, sehingga pemerintah harus membelanjakan US$ 5 miliar untuk mengimpor bensin pada tahun anggaran yang berakhir Maret lalu.

Kebijakan mencatu bensin ini adalah upaya untuk mengekang konsumsi minyak di dalam negeri, yang mencapai 79 juta liter per hari—padahal kemampuan kilang minyak Iran hanya memenuhi 60 persen kebutuhan, yakni 44,5 juta liter per hari. Kekurangannya diimpor dari negara tetangga. Tanpa pencatuan, pemerintah harus merogoh kocek lebih dalam, sekitar US$ 9,5 miliar per tahun. ”Orang segera akan terbiasa dengan pencatuan,” ujar Saeed Laylaz, analis politik.

Pemerintah sebenarnya sudah memberlakukan pencatuan bahan bakar—khusus untuk kendaraan berpelat merah. Selama ini, Presiden Mahmud Ahmadinejad terus menampik usul—bahkan dari faksi konservatif di parlemen yang mendukungnya—untuk meluaskan penjatahan ke masyarakat. ”Rakyat akan menerima rencana itu ketika mereka sadar konsumsi bensin menguras kekayaan nasional,” kata Ketua Parlemen Gholam-Ali Hadad-Adel. Tapi Ahmadinejad berusaha menepati janjinya dalam kampanye dulu: ia akan menggunakan kekayaan minyak Iran untuk menyejahterakan rakyat miskin.

Awal Juni lalu, sekitar 50 ekonom menulis surat terbuka memperingatkan Ahmadinejad tentang akibat kebijakan ekonominya terhadap masyarakat. Tapi sang Presiden berkeras pemerintah melakukan apa saja untuk mengurangi kemiskinan. Bank sentral memperkirakan inflasi akan meningkat menjadi 17 persen tahun ini hingga Maret 2008, tapi sejumlah ekonom mematok angka 25 persen.

Lebih dari itu, pencatuan bahan bakar dibutuhkan untuk menghadapi kemungkinan sanksi terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa atas program nuklirnya. Iran khawatir sanksi ekonomi negara Barat terhadap impor minyaknya akan mengganggu ekonominya. Apalagi, sebelum sanksi baru PBB muncul, Komite Hubungan Internasional DPR Amerika Serikat meloloskan rancangan undang-undang yang berisi sanksi bagi perusahaan Amerika dan perusahaan energi asing yang beroperasi di Iran, Selasa pekan lalu.

”Investasi di sektor minyak Iran mampu membuat negeri ini memiliki senjata nuklir, mempersenjatai pejuang melawan pasukan Amerika, serta memelihara Hizbullah dan Hamas,” ujar senator Demokrat, Gary Ackerman. Sedangkan Nicholas Burns, pejabat senior Departemen Luar Negeri, mengancam akan menggunakan undang-undang Iran-Libya Sanctions Act pada 1996 untuk menghukum perusahaan energi yang berbisnis dengan Iran.

Perusahaan dan lembaga pemerintah di 30-an negara telah membuat kesepakatan bisnis senilai US$ 153 miliar dengan Iran sejak 2000. Politikus Amerika yakin menghapus investasi sebesar itu bisa memaksa Iran meninggalkan program nuklirnya tanpa harus menggunakan serangan militer. ”Kami ingin sanksi (ekonomi), bukan peluru,” ujar Chris Smith, anggota DPR dari Partai Republik.

Maka pejabat Gedung Putih memasang wajah garang pada perusahaan raksasa energi dunia, termasuk Shell, Repsol dari Spanyol, dan Total dari Prancis, yang melirik kesepakatan investasi minyak dan gas di Iran. Sebagian besar perusahaan minyak dunia berdagang dengan Amerika dan akan terancam jika main mata dengan Iran.

Selain menyerang sektor minyak Iran, Amerika diam-diam mengibarkan perang keuangan terhadap Iran—perang yang dikelola dari satu gedung bercorak klasik, berwarna abu-abu, di dekat Gedung Putih, Washington: markas Kementerian Keuangan Amerika. ”Apa yang sedang kami lakukan adalah membuat Iran kesulitan menggunakan sistem keuangan global,” ujar Stuart Levey, pejabat Departemen Keuangan.

Sebagai menteri muda untuk masalah terorisme dan intelijen keuangan, Levey bertanggung jawab terhadap dua program utama. Pertama, sanksi resmi keuangan terhadap Iran yang disetujui PBB. Sanksi terbatas yang disetujui Rusia dan Cina ini melarang transaksi dengan sejumlah bank Iran serta perusahaan dan individu yang berhubungan langsung dengan program nuklir Iran atau mendukung terorisme.

Kedua, sejak September 2006, pejabat Amerika menekan pemilik bank dan perusahaan agar menghentikan bisnis dengan Iran. Levey mengaku kampanyenya mulai berbuah. ”Sejumlah lembaga keuangan utama telah memotong bisnisnya dengan bank Iran tertentu atau dengan Iran secara keseluruhan,” ujar Levey. Salah satunya raksasa keuangan dunia Bank HSBC. ”Saat ini, semua lembaga keuangan perlu hati-hati dengan usahanya di Iran,” ujar kantor pusat HSBC di London.

Tapi ada saja cara berkelit. Salah satunya lewat Dubai, yang merupakan pintu gerbang kegiatan bisnis Iran ke dunia luar. Seperempat penduduk Dubai adalah warga negara Iran. Salah satunya Nasser Hashempore, pengusaha Iran terpandang di Dubai. Menurut Hashempore, memang pengusaha Iran khawatir terhadap tekanan keuangan Amerika. Tapi mereka menggunakan akal-akalan perusahaan ”Ali-Baba” untuk memperoleh pinjaman dari bank internasional.

Pemerintah Dubai mewajibkan perusahaan asing yang menguasai 51 persen saham mempunyai rekanan lokal. ”Ali” mendapat upah, tapi yang menjalankan perusahaan adalah ”Baba” dari Iran. Dan perusahan dapat mengatakan pemiliknya penduduk lokal Dubai, sehingga terhindar dari tekanan keuangan Amerika.

Akal-akalan Ali-Baba ini tentu tak cukup untuk menyelamatkan diri. Sebentar lagi tentu rakyat Iran bisa menilai, apakah Mahmud Ahmadinejad cukup kreatif dan cerdas menghadapi tekanan hegemoni Amerika Serikat ini.

Raihul Fadjri (Guardian, BBC, AFP, Tehran Times, Iran Daily Newspaper)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus