MAKA, murkalah Ayatollah Rohullah Khomeini. Ia layangkan surat ke berbagai media di Iran, mengecam sebuah siaran radio yang dinilainya "memalukan". Dalam surat Imam besar itu, "Mereka yang terlibat dalam acara siaran radio itu harus dihukum dan diasingkan. Dan jika terbukti ada unsur kesengajaan bahwa siaran tersebut untuk menghina, orang-orang tersebut harus dihukum mati," tulis Khomeini seperti disiarkan kantor berita Iran IRNA belum lama ini. Apa pasal yang membuat pemimpin besar revolusi Iran itu dalam usia lanjutnya kini marah besar? Soal perang Iran-lrak? Penggunaan senjata kimia oleh Irak? Atau suatu hal yang berhubungan dengan musuh besarnya, Amerika Serikat? Ternyata bukan. Yang membuat berang Sang Imam adalah sebuah siaran sehubungan dengan perayaan religius. Dalam siaran itu antara lain dikemukakan wanita ideal di mata kaum wanita Iran sekarang. Tentu saja kegiatan itu tak menyalahi hukum revolusi Iran, revolusi yang bulan ini genap berusia 10 tahun. Tapi khusus mengenai wanita ideal itulah yang menyebabkan Khomeini panas kupingnya. Betapa tidak, bila ternyata sebagian wanita Iran -- setidaknya yang diwawancarai oleh radio tersebut -- kini lebih mengagumi bintang opera sabun Jepang yang tak disebutkan namanya ketimbang Fatima. Padahal, Fatima adalah anak perempuan Nabi Muhammad saw., yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib, yang dikenal juga dengan nama Karomallahu Wajhah (berwajah mulia). Dan Ali itulah yang dianggap sebagai Bapak Syiah, dan Islam di Iran memanglah Islam Syiah. Isi acara siaran angket radio itu sendiri tak banyak dijelaskan, baik oleh Khomeini dalam suratnya maupun oleh media-media Iran yang memuat surat itu. Sebab, sudah ada pernyataan Sang Imam, bahwa ia "merasa malu untuk mengulang isi siaran radio itu". Jadi, mana berani media cetak mengulang isi siaran radio tersebut. Menurut IRNA, program radio itu mengetengahkan wawancara dengan sejumlah wanita muslim Iran mengenai peran wanita dalam masyarakat Islam. Juga disinggung soal wanita ideal menurut kaca mata para wanita yang diwawancarai itu. Acara ini diadakan sehubungan dengan ulang tahun Fatima istri Ali itu. Dalam acara itu seorang wanita yang diwawancarai menyebutkan tak bisa menerima Fatima, anak Nabi Muhammad saw., sebagai tokoh yang patut diteladani. Bukan karena soal macam-macam, tapi karena "ia hidup 1.400 tahun silam". Wanita itu mengaku lebih mengagumi bintang film Jepang. Rupanya, film Jepang bisa masuk Iran. Adakah penanggung jawab siaran jadi dihukum mati? Ternyata tidak, dan itu mungkin karena ada pendapat lain dari Ketua Parlemen dan Panglima Angkatan Bersenjata Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani. Tokoh kuat ini -- disebut-sebut sebagai orang nomor dua sesudah Khomeini -- tampaknya berusaha menetralisasi soal siaran radio yang membuat gusar Khomeini itu. Menurut Rafsanjani, pendapat para wanita yang diwawancarai menunjukkan mereka "bakal kecewa" jika memilih Fatima sebagai tokoh idola, karena "tak mungkin memunculkan karakter Fatima seaslinya". Soalnya, itu tadi, karena tokoh itu hidup jauh di masa lalu, di masa yang berbeda dengan zaman perang roket kini. Jadi, bukan karena mereka lebih mengagumi tokoh opera pop Jepang. Tanggapan Rafsanjani rupanya memancing komentar lain. Yang ini datang dari kelompok garis keras. Kata mereka, Rafsanjani bersikap lunak karena direktur televisi dan radio Iran adalah Mohammad Hashemi, yang tak lain adalah adik sang ketua parlemen itu. Yang tersirat dari polemik ini, rebutan pengaruh antara kelompok konservatif dan pihak progresif. Bisa jadi itu karena, menurut para pengamat Iran, peran Imam Khomeini sebagai pemimpin tertinggi politik dan keagamaan revolusi Iran sudah kian luntur.FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini