Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari lawan-lawan yang berserakan

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM almanak politik Filipina, 21 Agustus akhirnya tampil bersama lambang-lambang yang menentukan -- dan berdarah. Pada 21 Agustus 1971, bom berletusan di tengah rapat umum Partai Liberal di Plaza Miranda Square, Manila. Beberapa tokoh teman seperjuangan Benigno Aquino tewas terbunuh. Sejumlah lainnya menderita cedera. Tepat 12 tahun kemudian, peluru berdesingan di bandar udara internasional Manila (MIA). Kali ini, korban yang jatuh adalah "Ninoy" sendiri, musuh politik Marcos nomor satu, dan simbol kaum oposisi Filipina sejak satu dekade terakhir. "Orang sering lupa bahwa Filipina adalah sebuah negeri Amerika Latin," ujar Ninoy, dekat menjelang pulang kampung. Dan seperti banyak negeri Amerika Latin, negeri ini mengalami sejarah penaklukan Spanyol. Ekonominya terbelah antara segelintir hartawan dan samudra rakyat yang papa. Selalu tergantung pada bantuan dana dan senjata Amerika Serikat. Kekuasaan berpusat di tangan satu orang, dengan tenggang rasa yang sangat tipis terhadap oposisi. Dan, pembunuhan menjadi usaha politik yang jamak. Negeri tujuh ribu pulau itu, di samping selalu diamuk topan, juga tiada hentinya dilanda keguncangan. Pada 1976 Marcos berhasil menjinakkan gerakan separatis Islam Moro (MNLF). Tetapi pada 1980 mereka bangkit lagi dengan tuntutan akan otonomi bagi kawasan berpenduduk Islam. "Di Mindanao sudah ratusan terbunuh," kata tokoh oposisi, Jose W. Diokno, kepada wartawan TEMPO, Isma Sawitri, pekan lalu. Di Davao, satu orang terbunuh tiap tiga jam. Tentara Rakyat Baru (NPA) yang disetir kaum komunis berkekuatan hampir 10 ribu anggota bersenjata, 2.500 di antaranya pasukan inti. "NPA kuat justru akibat tingkah Marcos," ujar Salvador Laurel, yang kini memimpin UNIDO. Diduga, NPA menguasai 20% dari seluruh kawasan Filipina. Hampir seluruh barangays (desa) di Filipina disusupi komunis. Penduduk, yang apatis dan putus asa, akhirnya lari ke gereja. Pada gilirannya pastor dan biarawati berjuang di pihak jelata ini. Di Ilocos Sur, ada pastor yang mengangkat senjata. Kekerasan menjalar cepat ke seluruh negeri. "Belum lagi gerilya kota dan gereja kiri," ujar Laurel. "Mereka semua mengandalkan senjata, sama halnya dengan Marcos." Karena itu, kini, Laurel tampaknya sependapat dengan gagasan Aquino mengenai sebuah perlawanan tanpa kekerasan. Untuk itu diperlukan UNIDO, sebuah kekuatan ketiga yang akan mewakili "The Silent Mayority". Hanya, kekuatan ketiga ini tidak lebih dari 30%. Sisanya yang 70% tetap saja mengandalkan senjata. Sejak Presiden Ferdinand Marcos memberlakukan Undang-Undang Darurat, 21 September 1972, cuaca politik Filipina memasuki babak baru yang lebih suram. Kekuasaan makin terpusat di tangan Marcos. Pers bebas diberangus, sejumlah tokoh oposisi ditangkap. Ninoy sendiri, sehari setelah UU Darurat diumumkan, dimasukkan ke dalam penjara. Ketika UU Darurat akhirnya dicabut, Januari 1981 -- "sebuah lelucon terbesar tahun ini," ujar kalangan oposisi ketika itu keadaan telanjur parah. Marcos memang masih menggenggam setumpuk kekuasaan. Tetapi di sekitarnya bertebaran berbagai kekuatan, oposisi maupun bukan, terang-terangan atau tersamar. "Sebuah El Salvador yang lain," seperti pernah diungkapkan Ninoy. Maret lalu, mengatasi desas-desus akan ditunjuknya Imelda sebagai pewaris kekuasaan sang suami, Marcos mengumumkan Cesar Enrique Virata, 52 tahun, sebagai calon penerusnya. Ekonom yang disegani itu menjabat perdana menteri, sekaligus Ketua Komite Eksekutif, yang dipersiapkan menjalankan roda pemerintahan andal kata sesuatu yang tidak diinginkan terjadi atas diri Presiden. Virata, yang mengaku tidak punya ambisi politik, segera menjalankan kebijaksanaan ekonomi yang ketat. Langkah ini akhirnya membuat ia mulai disindir para kerabat Marcos, menteri tertentu, bahkan Imelda sendiri. Ia dituduh terlalu membebek kepada Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Kalangan pengusaha besar, sebaliknya memihak Virata. Dan mereka mendemonstrasikan sikap itu dengan berbondong-bondong menghadiri jamuan makan malam untuk menghormati sang perdana menteri. Popularitas Virata di kalangan pengusaha agaknya membuat Marcos berpikir sekali lagi tentang tokoh 'penerus' yang akan menerima tongkat kekuasaan. Di tengah kesangsian inilah tampil Jenderal Fabian C. Ver, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina. Selama UU Darurat, Angkatan Bersenjata (AFP) tumbuh menjadi kekuatan yang mengesankan. Ketika UU Darurat dicanangkan, AFP berkekuatan 58 ribu serdadu. Kini jumlah itu jadi 146 ribu. Dalam tempo sepuluh tahun, anggaran belanja AFP melonjak dari Rp 82 milyar menjadi Rp 1 trilyun. Jumlah jenderal juga naik. Ketika UU Darurat diberlakukan, AFP memiliki 27 jenderal. Kini jumlah mereka 107. Aquino memilih saat yang tepat -- atau runyam, tergantung dari cara kita melihat untuk pulang. Marcos sedang dihadang berbagai problem. Sejak dua minggu sebelum Aquino terbunuh, ia surut dari publikasi. Keterangan resmi menyebutkan sang Presiden sedang menulis sejarah Filipina. Tetapi sumber oposisi yakin Marcos baru saja menjalani pembedahan ginjal. Penguasa itu, konon, bahkan harus menjalani cuci darah secara periodik. Banyak tokoh nasional Filipina kini menilai apa pun bisa terjadi, setelah kematian Aquino. Generasi muda mulai sadar Ninoy berkorban untuk mereka, kaum oposisi insaf Ninoy pulang untuk mempersatukan. Kini tinggallah soal bagaimana mereka bersatu menghadapi suatu masa "Setelah-Marcos" yang sudah di ambang pintu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus