Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN George W. Bush dan penantangnya, John Kerry, dalam banyak hal boleh berbeda pendapat. Tetapi, bila menyangkut program nuklir Iran yang menjadi salah satu materi debat, mereka harus berhitung cermat. Maklum, Iran tak pernah gentar pada gertakan Amerika Serikat agar menghentikan program pengayaan uraniumnya yang sedang berjalan sebelum 25 November 2004, saat Dewan Energi Atom Internasional (IAEA) bersidang di kantor pusat mereka di Wina, Austria.
Program pengayaan uranium Iran yang dituding Amerika sebagai kedok untuk membangun sistem persenjataan nuklir itu menjadi isu yang kian serius dalam dua bulan terakhir. Keseriusan itu muncul terutama setelah Senat meloloskan dua resolusi tentang ?Keprihatinan Kongres terhadap Perkembangan Cara-Cara Memproduksi Senjata Nuklir Iran? pada Agustus lalu.
Dalam resolusi yang dimotori oleh Bill Frist, senator Republik dari Tennessee, 25 klausul dalam resolusi itu dimulai dengan ?mengutuk kegagalan pemerintah Iran selama dua dekade untuk melaporkan seluruh material, fasilitas, dan kegiatannya kepada IAEA sesuai dengan keharusannya menurut Kesepakatan Penyelamatan; dan Iran melanjutkan kebohongan serta kepalsuan laporan terhadap IAEA dan masyarakat internasional tentang program nuklirnya dan aktivitasnya.? Sebagian besar klausul dalam resolusi itu mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan masyarakat internasional untuk menyetop segala bentuk kerja sama nuklir dengan negeri itu.
Salah satu kajian dari Federasi Ilmuwan Amerika Serikat (FAS), yang dipublikasikan dalam situs mereka, menyebutkan kemampuan Iran untuk mengembangkan peluru kendali Shahab-6 yang memiliki daya jelajah lebih dari 5.000 kilometer. Rabu pekan lalu, Iran bahkan melakukan uji coba rudal kelas menengah Shahab-3 dengan jarak yang lebih pendek, 2.000 kilometer. Dengan jarak itu pun Israel bisa ?lenyap dari peta dunia? (lihat boks, Hujan Meteor dari Persia).
Namun Teheran berulang kali menampik tudingan miring seperti itu. Presiden Mohammad Khatami menyatakan program pengayaan uranium yang mereka lakukan hanyalah optimalisasi pembangkit listrik, dan menunjang program ruang angkasa Iran. Rudal-rudal itu digunakan sebagai wahana pelontar satelit eksperimen.
Alasan itu sulit diterima Amerika Serikat, yang berkilah Iran sudah memiliki deposit gas dan minyak bumi sangat besar, sehingga tidak membutuhkan energi nuklir dalam bentuk apa pun. ?Iran membakar lebih banyak gas setiap tahunnya ketimbang energi yang mereka harapkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir,? ujar Richard Boucher, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Inggris, Prancis, dan Jerman, tiga negara Uni Eropa?biasa disebut EU3?yang juga merupakan negeri kampiun nuklir dunia, akhirnya turun tangan. Sambil meminta AS bersabar sebelum membawa kasus ini ke sidang Dewan Keamanan PBB, EU3 bertemu dengan Iran di Wina, Kamis lalu, untuk membicarakan opsi-opsi yang bisa diambil Teheran. Hasil diskusi mereka akan menjadi dasar pertimbangan PBB untuk menilai apakah Iran bersifat kooperatif atau tidak dalam masalah ini.
Namun, jauh sebelum diplomasi dimulai, ketua delegasi Iran di IAEA, Hussein Mousavian, menyatakan negosiasi Wina bisa gagal bila negerinya tak diperkenankan memegang kontrol atas semua proses pengendalian pengayaan uranium. ?Bila kami diminta berhenti, ada satu pihak yang tak bisa berharap apa pun dalam percakapan ini? karena Iran punya hak yang sah untuk mengembangkan teknologi nuklir,? katanya.
Sikap tegas Iran tampaknya akan berlanjut, siapa pun yang keluar sebagai Presiden AS nanti. ?Tak ada bedanya siapa yang menang dalam pemilu (di Amerika),? ujar Hassan Rowhani, pejabat yang bertanggung jawab atas program nuklir Iran. Jawaban itu mengomentari rumor bahwa Iran lebih suka bila Kerry yang terpilih. ?Kami pernah punya pengalaman buruk dengan Partai Demokrat saat mereka memerintah,? Rowhani melanjutkan.
Ia merujuk pada Iran-Libya Sanction Act, yang disepakati secara bulat oleh Kongres AS dan diteken Presiden Bill Clinton pada 1996. Isinya melarang setiap perusahaan minyak mana pun di dunia untuk berinvestasi lebih dari US$ 40 juta per tahun di sektor gas dan minyak bumi Iran, kalau tak ingin mendapatkan sanksi.
Akmal Nasery Basral (AFP, AP, Congress Watch)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo