Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah surat elektronik mampir di komputer Siti Maimunah. Isinya cuma beberapa kalimat, tapi sangat menyengat. Sohibnya di Amerika Serikat menulis, koran-koran besar Amerika memuat berita penting di halaman utama: Newmont tak mencemari Indonesia. Lihat, misalnya, Denver Post, koran di kampung halaman Newmont. Di situ tertulis: Newmont Did Not Pollute Indonesian Bay. Atau The Washington Post, koran berwibawa Amerika: Indonesian Study Finds Mining Firm Didn't Pollute Bay.
Maimunah nyaris tak percaya membaca e-mail itu. Lalu, kemarahan merambat ke segenap jengkal tubuh. Perempuan berjilbab yang sudah bertahun-tahun menggerakkan sebuah lembaga swadaya masyarakat ini, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), segera melabrak Masnellyarti Hilman, Ketua Tim Teknis Kasus Buyat. Selasa pekan lalu itu, Nelly baru akan memulai rapat membahas kasus Buyat. "Bagaimana ini? Kita Tim Teknis belum selesai membahas kesimpulan penelitian, kok KLH (Kantor Lingkungan Hidup) sudah menyebarkan hasilnya ke mana-mana hingga ke Amerika," Maimunah memberondongkan kata-katanya.
Nelly hanya bisa ternganga. Dia sendiri tak tahu mengapa hasil penelitian yang belum rampung dibahas bisa melanglang buana begitu cepat. "Itu hasil tim internal Pak Nabiel. Tapi hanya analisis data," katanya.
Bosnya waktu itu, Menteri Nabiel Makarim, sebelum rapat memang sempat bertanya bagaimana bila hasil data mentah penelitian Tim Teknis?tim untuk menengahi kasus Buyat?ditampilkan di situs resmi Kantor Menteri Lingkungan Hidup (http://www.menlh.go.id). Namun, Nelly menolak karena penggodokan data-data belum final. Entah kenapa, Selasa siang, data penelitian yang masih mentah tiba-tiba nongol di situs KLH dan langsung disambar media asal Amerika Serikat.
"Ini skandal besar. Semua anggota Tim Teknis, termasuk pejabat dari KLH sendiri, kaget. Mengapa Pak Nabiel menyebut tidak ada pencemaran di Buyat?" ujar Raja P. Siregar, salah satu anggota Tim Teknis Kasus Buyat.
Nabiel kontan membantah pernah berbicara kepada media soal data-data tersebut. "(Yang keluar) itu bukan pernyataan. Itu hasil penelitian. Itu ada di website KLH," kata lulusan Harvard University ini. Kata Nabiel, hasil penelitian memang sengaja dibiarkan terbuka agar siapa pun bisa melihat. "Jadi, open semuanya. Semua menteri dapat, Kapolri juga dapat," ujarnya.
Sejatinya, yang membuat para anggota Tim Teknis geregetan bukan hanya nyelonongnya publikasi sampai ke mancanegara. Yang sangat merisaukan mereka justru substansi kesimpulan laporan penelitian yang menurut mereka mencengangkan. Dalam laporan sepanjang 45 halaman (termasuk lampiran), tim bentukan baru Nabiel itu menuliskan beberapa kesimpulan, di antaranya bahwa air di Teluk Buyat tidak tercemar. Kadar arsen pada laut, demikian disebut, jauh di bawah ambang batas. Logam yang bisa menyebabkan penyakit kanker kulit ini hanya ditemukan di Teluk Buyat dengan kadar 0,2-2,6 part per billion (bagian per semiliar) atau ppb. Baku mutunya adalah 12 ppb.
Kadar merkuri dan arsen di ikan juga sami mawon, semuanya di bawah ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (untuk merkuri) dan Australian-New Zealand Food Standard. La-poran ini juga menyimpulkan kadar arsen di sedimen di lokasi buangan tailing (lumpur limbah tambang) memang tinggi, namun sedimen ini disebut sangat stabil. Terbukti, konsentrasi arsen di laut sangat rendah.
Benarkah laporan itu setengah matang? Nelly mengakui, laporan yang dipublikasi memang belum lengkap. Yang dilaporkan baru parameter fisika dan kimia, belum mencantumkan laporan kualitas lingkungan. Itu pula sebabnya, sejak Kamis lalu, laporan menggegerkan tersebut tiba-tiba lenyap dari situs resmi KLH. Tim terpadu, kata Nelly, akan mengeluarkan laporan final Selasa atau Rabu pekan ini. Akankah hasilnya berbeda dengan yang sudah dipublikasi? "Ada perbedaan sedikit," jawab Nelly.
Di mata Walhi, kesimpulan kajian tim baru Nabiel itu penuh bias. "Kesimpulan mereka sak enake dhewe, dibuat sesuai dengan kepentingan pembuatnya," ujar Raja kesal (baca juga, Tercemar... Tidak Tercemar). Aktivis Walhi yang meneliti kasus Buyat sejak tahun 2000 itu menunjukkan salah satu bukti, yakni kadar arsen pada ikan. Berdasarkan Australian-New Zealand Food Standard, memang baku mutu arsen anorganik pada ikan adalah 2 ppm. Standar ini, kata Raja, sebenarnya dibuat berdasarkan asumsi pola makan ikan per hari 124 gram, dua kali per minggu.
Jadi, 2 ppm adalah standar acceptable daily intake (asupan setiap hari yang masih bisa ditoleransi tubuh). Cara menghitungnya berdasarkan aturan US Environment Protection Agency adalah: kadar arsen x konsumsi ikan per hari dalam kilogram x 0,9 (karena tak semua bagian ikan termakan) x 365 hari x (365 x 8 tahun). Hasilnya dibagi dengan berat badan seseorang dan dibagi lagi 365 hari. Di Buyat, karena pola makan ikannya cukup tinggi, yaitu 0,5 kilogram per hari, dan pembuangan tailing sudah terjadi selama delapan tahun, Raja menduga warga Buyat mengkonsumsi arsen yang cukup tinggi.
Laporan setengah matang atau tidak, Manajer Lingkungan PT Newmont Pasifik Raya, Imelda Adhisaputra, bersikukuh perusahaannya tak mencemari Buyat. Apalagi mereka baru saja mendapat laporan dari laboratorium Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO). Penelitian laboratorium terkenal dari Australia itu juga menunjukkan Buyat memang "bersih". "Konsentrasi merkuri, arsen, dan logal dalam sampel air laut yang diambil semuanya di bawah baku mutu, baik dengan standar Indonesia maupun Amerika Serikat," kata Imelda. Ia menyebut kadar arsen total pada ikan di Buyat cuma 1,61 part per million (ppm). "Sama dengan nilai kisaran yang umum dimakan di Inggris, yakni 1,9-8,4 ppm," tutur Kasan Mulyono, Manajer Hubungan Masyarakat Newmont.
Simpang-siurnya kesimpulan tak urung membuat warga Buyat makin meradang. Apalagi, nyaris bersamaan dengan geger kesimpulan tersebut, di berbagai stasiun TV muncul iklan dari PT Newmont yang menggambarkan bahwa laut Buyat begitu bersih dan ikannya aman dimakan. "Itu putar bale (bohong)," kata Juni, penggarap sawah asal Dusun Buyat Pante. Ia menyebut, Jhon Rorong, salah satu bintang iklan yang digambarkan melaut di Teluk Buyat, sebenarnya sudah lama pergi merantau ke Palu.
Warga Buyat, menurut Mansour Lombonaung, kini cuma berharap pada Komite Kemanusiaan Teluk Buyat?terdiri atas sejumlah lembaga sosial?yang sedang mengusahakan memindahkan penduduk ke tempat baru. Desa impian itu bernama Desa Dominanga, Kecamatan Bolang Uki, 150 kilometer dari Buyat. "Kami tinggal menunggu peletakan batu pertama," kata Mansour.
Burhan Sholihin, R.R. Ariyani, Verrianto Madjowa (Buyat)
Tercemar... Tidak Tercemar...
Segepok data, tepatnya 1.700 berkas, bisa bercerita banyak tentang tercemar atau tidaknya Teluk Buyat. Nabiel Makarim, Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH), yakin Teluk Buyat tidak tercemar. Sedangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) punya pandangan lain. Inilah sebagian perbedaannya:
Keragaman makhluk dasar laut (bentos)
KLH: Biodiversitas di lokasi buangan lumpur tambang di Teluk Buyat relatif rendah. Tak berbeda dengan daerah sekitarnya.
Walhi: Teluk Buyat tercemar berat. Soalnya, berdasarkan Indeks Simpson, nilai keragamannya kurang dari 0,6 atau kurang dari 1 berdasarkan Indeks Shannon. Di luar Teluk Buyat tercemar sedang.
Stabilitas Arsen dalam Sedimen
KLH: Arsen di sedimen stabil. Indikasinya, kadar arsen dalam air laut (terlarut) rendah.
Walhi: Tak ada bukti itu, karena tim tak meneliti secara spesifik arsen yang dilepaskan oleh sedimen. Rendahnya arsen dalam air laut diduga karena arsen menyebar akibat gerakan ombak, sehingga kadarnya menurun.
Air Minum
KLH: Secara alami, kadar arsen air minum di Desa Buyat memang sudah tinggi (0,01-0,068 mg/L) dan melebihi ambang batas 0,01 mg/L. Mangan juga di atas baku mutu.
Walhi: Berdasarkan Amdal Newmont 1993, dulu air sumur kadar arsennya tidak terdeteksi. Kadar arsen menjadi tinggi kemungkinan karena ada air limpahan dari pabrik Newmont atau turunnya permukaan air, sehingga air yang terkontaminasi arsen masuk sumur.
Logam Berat di Laut
KLH: Air Teluk Buyat masih di bawah baku mutu. Kadar arsen dan merkuri juga masih di bawah standar Australian-New Zealand Food Standard.
Walhi: Kesimpulan KLH belum memasukkan hasil perhitungan acceptable daily intake (batas aman bahan kimia dalam makanan yang secara harian dapat dicerna tanpa risiko kesehatan yang cukup besar)?tidak bisa bilang tidak tercemar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo