Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Demonstrasi Sopan Melanda Manila

Untuk pertama kalinya Kardinal Sin dapat menggalang kekuatan masa. Ribuan demonstran turun ke jalan. Marcos menuduh Sin mengipaskan api pemberontakan. Agapito menolak hasil komisi. (ln)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Demonstrasi Sopan Melanda Manila
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI bawah kibaran panji-panji kuning merah, sekitar 30.000 orang turut ambil bagian dalam demonstrasi antipemerintah di Manila, Ahad silam. Bergerak dari Gereja Santo Domingo, demonstran bagaikan air bah mengalir ke jalan, membentuk arus sepanjang 2 km. Unjuk perasaan kali ini berlangsung tanpa gejolak, bahkan tanpa kekerasan. Polisi antihuru-hara memang diperintahkan menjauh dari mereka, agar tidak terjadi konflik. Namun, tidak seorang pun di Filipina dapat mengatakan bahwa ketegangan mulai reda. Yang mereka lihat justru sebaliknya. Presiden Ferdinand Marcos terlibat dalam perang mulut melawan Jaime Kardinal Sin. Uskup Agung Manila ini, Selasa lalu, terang-terangan menyatakan dukungannya pada partai politik, dan mendesak rakyat supaya bergabung dengan "parlemen jalanan". Mendengar anjuran itu, Marcos tak dapat menahan amarahnya. Kardinal Sin dituduhnya mengipas-ngipas "api pemberontakan". Lebih dari itu, lewat siaran televisi, Marcos menuding Uskup itu terlibat satu kelompok politik tertentu, melanggar UUD, dan berusaha mengguncangkan pemerintah. Para pengamat menilai, itulah serangan Marcos paling keras terhadap Sin, sejak kerja sama mereka bubar awal tahun ini. Tanpa sedikit pun merasa gentar, pemimpin umat Katolik itu menolak tuduhan Marcos. Dalam konperensi pers balasan, ia mengimbau Presiden agar rela mengorbankan kepentingan pribadinya untuk mengembalikan stabilitas dan integritas Filipina. "Hendaknya jelas-jelas dimengerti," demikian Sin, "bahwa saya tidak menganjurkan kekerasan, dan juga tidak mendesak masyarakat agar mengguncangkan pemerintah dan mempermalukan Presiden." Marcos, diduga Sin, barangkali khawatir akan seruan "bergabung dengan Parlemen jalanan". Karena itu, ia mengancam akan menangkap semua tokoh demonstran bila mereka turun ke jalan tanpa izin. Presiden juga tidak mau menimbulkan kesan buruk pada saat pemerintah sibuk memperjuangkan utang baru dalam usaha melepaskan Filipina dari krisis ekonomi. Tapi Sin dan semua tokoh oposisi bukan tidak menyadari kegawatan utang yang dihadapi Filiplna kinl. Kendatl begitu, ada satu hal lain yang perlu segera mereka tanggulangi, yakni kemungkinan terpancingnya oposisi ke kubu radikal. Apa yang terjadi dua pekan berselang cukup mendebarkan. Demonstran berusaha menyerbu ke Istana Malacanan, dan baru dapat dijinakkan sesudah bentrokan seru dengan bom asap, semprotan gas air mata, dan pentungan. Andai kata sampai ada yang tewas, mungkin situasi bisa menjadi sangat rawan hingga sulit dikendalikan. Kalau sudah segawat itu, Presiden Marcos bisa kehilangan kesabarannya. Dan militer pun akan beraksi - sesuatu yang sangat ditakuti pihak oposisi. Bila AFP (angkatan bersenjata Filiplna) beroleh kesempatan emas ini, demokrasi akan semakin tidak mendapat tempat di FiIipina. Tampaknya, seberapa kompak pun oposisi, masih akan tetap sulit bagi mereka untuk menetralkan AFP ataupun menyingkirkan Marcos. Sementara itu, demi perjuangan demokrasi, aksi protes mesti bergerak terus, semangat perlawanan ditingkatkan, dan risiko "terpancing" dibatasi. Dalam rangka ini, Kardinal Sin menegaskan kembali perlunya rujuk nasional, damai, dan pengampunan. Dimintanya Marcos menyingkirkan polisi antihuru-hara, seraya memberi izin untuk demonstrasi. Sesudah agak berbelit, permintaan Sin yang didukung beberapa pengusaha itu akhirnya dipenuhl Marcos. Dengan demikian, pemimpin Katolik ini untuk pertama kali berhasil menggalang kekuatan mahasiswa militan, kelompok pendukung Aquino, oposisi moderat di Parlemen, dan para pengusaha dalam satu aksi protes. Bila saja kekompakan seperti itu dapat dipertahankan, besar kemungkinan sejarah akhirnya memihak mereka. Dengan kata lain, Presiden Marcos bisa dimakzulkan tanpa pertumpahan darah dan juga tanpa risiko menerima pemerintah militer sebagai penggantimya. Tapi itu kedengarannya terlalu muluk. Sebelum sampai ke sana, sudah lewat waktu satu tahun sejak kematian Aquino, 21 Agustus tahun lampau, komisi yang dipimpin Corazon Agrava untuk kedua kalinya tertunda menyerahkan hasil pengusutan mereka kepada Presiden Marcos. Ada silang pendapat antara ketua dan empat anggota komisi. Agrava bersiteguh pada kesimpulan bahwa yang bertanggung jawab atas pembunuhan Benigno "Ninoy" Aquino adalah Brigadir Jenderal Luther Custodio, komandan Avsecom (Aviation Security Command), satuan pengamanan bandar udara Manila. (Khusus untuk menyambut Aquino, Avsecom, yang sebenarnya dibentuk sebagai pasukan anti pembajakan udara, menyebarkan 1.198 prajuritnya di sana). Di pihak lain, empat anggota komisi merasa yakim bahwa Panglima AFP Jenderal Fabian Ver, sebagai atasan Custodio, bertanggung jawab penuh atas penembakan Aquino. Tapi Komisi bersama-sama sepakat bahwa pembunuhan lawan tangguh Presiden Marcos itu direncanakan, dilaksanakan, kemudian ditutup-tutupi pihak militer. Mereka juga sependapat bahwa Aquino ditembak oleh salah seorang prajurit Avsecom yang mengawalnya turun dari pesawat, jadi bukan oleh Rolando Galman seperti yang dituduhkan pihak militer. Masalahnya kini: Apakah ada bukti tidak terbantah mengenai keterlibatan Jenderal Ver dalam persekongkolan militer itu? Nyonya Corazon Arava tidak yakin bahwa bukti yang tersedia cukup kuat. Jenderal Ver sendiri membantah adanya komplotan militer yang dituduhkan ltu, dan menolak mengomentari hasil kerja Komisi karena belum resmi diumumkan. Mengenai tuduhan yang dilontarkan terhadap dirinya, Ver berkata, "Yang dapat saya katakan sekarang ialah bahwa saya tergantung pada integritas badan penyelidik tersebut. Saya menghormati badan itu." Komisi Agrava dibentuk atas instruksi Presiden Marcos, sesudah dua badan penyelidik sebelumnya mengundurkan diri. Menjelang penyerahan hasil kerja Komisi Agrava, pekan ini spekulasi semakin menghantui Kota Maniia. Spekulasi khusus mempertanyakan sampai setinggi apa tingkat kepemimpiman mlliter akan dilibatkan oleh Komisi. Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile jauh-jauh hari sudah menyatakan bahwa ia tidak mengharap adanya reaksi keras dari militer. Kardinal Sin mengingatkan, kerusuhan bisa saja terjadl blla "kebenaran tidak terangkat keluar". Di pihak lain, Agapita Aquino, adik bungsu Benigno Aquino menandaskan, ia tidak bisa menerima hasil Komisi bila ternyata Presiden Marcos dinyatakan tidak terlibat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus