API masih mengepul di Colombo, ibu kota Sri Lanka, hingga akhir
pekan lalu. Ratusan kedai dan mobil musnah menjadi arang. Ratap
tangis penduduk seperti tak habis-habisnya -- terutama di
perkampungan kaum minoritas Tamil.
Jumlah korban masih simpang siur. Pemerintah Sri Lanka
mengatakan 158 orang tewas. Tapi, menurut beberapa sumber,
sedikitnya sudah 200 orang terbunuh.
Di Colombo, sekitar 50.000 Tamil kehilangan tempat tinggal, 17
pabrik hangus, serta 6.000 orang kehilangan pekerjaan. Selain
itu tercatat pula hampir 20.000 orang Tamil minta perlindungan
di 10 pos pengungsian di berbagai penjuru kota.
Siapa yang menyulut api permusuhan? Cerita bermula ketika
segerombo!an gerilyawan separatis pada tanggal 23 Juli menyerbu
pos tentara pemerintah di Jaffna, yang terletak 386 km di utara
Colombo, dan membunuh 13 serdadu. Peristiwa ini segera
membangkitkan amarah kelompok mayoritas Sinhala, dan mereka
menuduh minoritas Tamil sebagai biang keladi.
Esoknya, aksi "balas dendam" pecah di Ibukota. Ratusan rumah dan
kedai orang Tamil dibakar. Pemerintah mengakui, tiga orang tewas
mlalam itu. Tapi saksi mata melihat 12 mayat terkapar di jalan
raya.
Empat jam setelah jam malam diberlakukan, tentara turun ke
jalan. Mereka diberi wewenang menembak para perusuh tanpa
peringatan. Tank dan panser hilir mudik di seantero kota.
Tapi keadaan malah berkembang buruk. Di penjara Welikada,
Colombo, dua hari kemudian para narapidana Sinhala mengamuk dan
membunuh 37 narapidana Tamil. Kabar ini membuat berang para
narapidana Tamil di penjara Jaffna. Mereka balas mengamuk, tapi
keburu dibungkam oleh petugas keamanan. Dua narapidana Tamil,
dan seorang muslim, jatuh sebagai korban.
Di Kandy, 100 km di timur laut Colombo, perusuh Sinhala membakar
55 kedai orang Tamil. Tapi, menurut Menteri Negara Anandatissa
Alwis, seusai sidang kabinet Rabu minggu lalu, kerusuhan "palin
buruk" terjadi di Trincomalee, kota berpenduduk 250.000 orang,
yang berjarak 400 km dari ibu kota.
Anandatissa tidak berbicara sampai detil. Tapi sekretarisnya,
Douglas Liyanage, menceritakan sekitar 130 prajurit Angkatan
Laut Sri Lanka di Trincomalee keluar dari barak dan membakar 175
rumah orang Tamil. Seorang penduduk tewas, dan sepuluh lainnya
luka.
Mengapa orang Sinhala dan Tamil tak akur? Sekalipun menurut
sejarahnya, orang Sinhala dan Tamil sama-sama keturunan India,
cabang ras berbeda. Sinhala termasuk rumpun Arya. Tamil dari
rumpun Dravidia. Adalah orang Arya-Sinhala yang membuka
pemukiman di Pulau Ceylon sekitar 500 tahun Sebelum Masehi.
Sementara kaum Dravidia-Tamil baru muncul beberapa abad
kemudian.
Ketika orang Sinhala mendirikan keraiaan Sri Lanka, negeri ini
dengan cepat jadi terkenal. Karena didukung teknologi irigasi
Sinhala yang konofl sangat terpuji. Dan sistem irigasi itu telah
menerbitkan liur orang India Selatan, sehingga mereka berusaha
merebut Sri Lanka Utara dengan bantuan kelompok Tamil. Sejak itu
warga Sinhala menyebut orang Tamil sebagai "musuh nasional".
Setelah kerajaan Tamil berdiri di utara abad ke-13 orang Sinhala
menyingkir ke hutan lebat yang terletak di barat daya. Hingga
awal abad ke-20, kedua kelompok etnis yang berlainan agama ini
(Sinhala pemeluk Budha dan Tamil penganut Hindu) saling
terpisah. Dan kerusuhan rasial kali ini merupakan yang keenam
sejak 1950 -- sekaligus yang terburuk.
Kericuhan belakangan ini agaknya bersumber juga dari persaingan
ekonomi, di samping tuntutan otonomi yang sudah terdengar sejak
lama. Sejak zaman Inggris, orang Tamil, 13% dari 5 juta penduduk
tampak lebih indutrius -- terutama "Tamil Ceylon". Pengaruh
mereka di sektor bisnis dan swasta sangat kuat. Sebaliknya orang
Sinhala, 77% dari jumlah penduduk, memegang hampir semua posisi
penting pemerintahan.
Merasa diperlakukan tidak adil, Front Persatuan Pembebasin Tamil
(TULF), yang mengaku mewakili 2,5 juta minoritas Tamil sudah
lama menuntut semacam pemerintahan sendiri. Tapi melalui siaran
radio dan televisi, selang lima hari setelah kerusuhan meledak,
Presiden Junius Jayewardene, yang berdarah Sinhala, sekali lagi
menegaskan: "Suku Sinhala tetap menolak setiap usaha untuk
membagi negeri". Ia bahkan mengumumkan pembatalan semua RUU yang
memenuhi keinginan kaum separatis.
Jayewardene bicara bukan tanpa perhitungan. Di parlemen,
partainya, Partai Persatuan Nasional (UNP), menduduki 140 dari
168 kursi. TULF hanya mendapat 17 kursi. Dalam pidatonya yang
terakhir Jayewardene sudah memberi isyarat untuk membubarkan
TULF. "Bahkan kami akan mencabut hak warga negara kaum
separatis," katanya. UNP yang dipimpin Jayewardene masih akan
berkuasa di Sri Lanka untuk masa enam tahun mendatang.
Beberapa anggota kabinet menyebut kerusuhan ini "sangat
terorganisasi dan terencana". Menteri Negara Anandatissa,
misalnya, mengatakan: "Serangan terhadap kompleks perumahan dan
bisnis bukanlah sesuatu yang tiba-tiba". Presiden Jayewardene
menambahkan: "Ada pola rencana dan organisasi pada kerusuhan dan
perampokan yang terjadi belakangan ini".
Untuk mengatasi kerusuhan, pemerintah, antara lain, mengungsikan
warga minoritas ke Jaffna -- basis orang-orang Tamil. Dan
Perdana Menteri Indira Gandhi mengutus Menteri Luar Negeri P.V.
Narasimha Rao ke Sri Lanka," untuk menenangkan masyarakat India
yang sangat ketakutan oleh kerusuhan tersebut". Tapi tidak
berarti api permusuhan antara suku Sinhala dan Tamil akan segera
padam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini