MENACHEM Begin boleh saja menunda kunjungannya ke Washington
bulan lalu, tapi pengiriman senjata Israel ke Honduras terus
berlangsung. Artileri, mortir, ranjau, granat tangan, amunisi,
hampir semua jenis senjata yang disita Israel dari PLO, telah
diminta Washington agar segera dikapalkan, begitu keterangan
seorang pejabat AS. Hasil rampasan perang Libanon yang cukup
kaya jenisnya itu, lewat Honduras, kemudian akan diselundupkan
ke kubu-kubu gerilyawan Nikaragua yang selama ini dibantu AS
untuk menumbangkan razim Sandinista.
Kegiatan Israel dalam hal perdagangan senjata, belakangan ini
telah semakin banyak terungkap. Sejak tahun 1970-an, meski
diboikot, tak urung Israel mensuplai senjata untuk rezim kulit
putih di Afrika Selatan. Perdagangan senjata yang dilakukan
Israel untuk Iran tiga tahun terakhir justru mengejutkan
Washington. Ketika perang Iran-Irak menghebat, Teheran yang
sangat membutuhkan senjata buatan AS, ternyata dibantu oleh
musuhnya: Israel.
Tindakan Israel itu tentu saja bikin pusing para pengambil
keputusan di Washington. Dalam memoarnya, penasihat keamanan
Zbigniew Brzezinski menceritakan kekecewaan Carter ketika secara
tak sengaja mengetahui bahwa Israel "telah sembunyi-sembunyi
mensuplai suku cadang persenjataan AS kepada Iran, tanpa
mempertimbangkan pengaruh buruk yang bisa ditimbulkannya
terhadap penyelesaian masalah sandera Amerika di Teheran.
"Menteri Luar Negeri Edmund Muskie waktu itu kontan protes, tapi
Perdana Menteri Begin memberi penjelasan secara tenang-tenang
saja. Diakuinya Israel baru mengadakan transaksi meliputi US$
300.000, jumlah yang katanya tidak lebih mahal dari harga 4 ban
pesawat tempur F-4. Begin kemudian berjanji akan segera
menghentikan penjualan senjata semacam itu.
Tapi sumber intelijen AS yang dikutip majalah Time (25 Juli
1983), mempunyai bukti bahwa Israel, selain menjual amunisi pada
Iran, juga melever suku cadang untuk tank. Perdagangan yang
nampaknya amat menguntungkan Israel itu, kelak sesudah sandera
AS dibebaskan -- berlanjut kembali. Tentu saja tanpa persetujuan
Washington.
Hatta, Faroukh Azzizi, pedagang senjata berkebangsaan Iran yang
acap kali menjadi perantara dalam jual beli tersebut. Bermukim
di Athena, Yunani, Azzizi pada tahun 1982 membeli peluru kendali
Tow dari Israel, sedang pengirimannya dilakukan lewat
Amsterdam. Dokumen tentang adanya transaksi itu kabarnya
lengkap. Namun juru bicara Departemen Pertahanan Israel, Nachman
Sai tegas membantah. "Kami tidak melanggar persetujuan AS-Israel
yang menyangkut pelarangan penjualan senjata Amerika atau
senjata Israel dengan lisensi AS ke Iran," kata Sai.
Resmi dilarang, penjualan senjata AS ke Iran masih terus
berlangsung hingga kini. Israel dan orang-orang seperti Azzizi,
telah melancarkan bisnis gelap itu, mulai dari pengeluarannya
dari pelabuhan tertentu di AS sampai ke tempat tujuan di Iran.
Kerja sama yang kurang mulus antara Departemen Keuangan yang
membawahkan bea cukai dan Departemen Pertahanan AS, telah
membuka peluang untuk meloloskan macam-macam senjata dan suku
cadang.
Tabung peluru kendali dan amunisi acap kali dikapalkan dengan
label tersamar ke pelabuhan tujuan seperti Swiss, Austria, Hong
Kong, Singapura, Negeri Belanda. "Di Amsterdam, barang-barang
semacam itu sampai pada malam hari, dan dikirimkan esok paginya,
tanpa membuka satu kardus pun," begitu keterangan seorang
petugas intelijen. Tapi sumber dari semua salah urus itu
tetaplah Pemerintah AS yang oleh sumber-sumber yang amat
mengetahui dinilai tidak bersungguh-sungguh melarang jual-beli
senjata dengan Iran.
Berita terakhir dari New York membantah tuduhan itu. Di kota ini
Rabu pekan silam polisi menahan delapan orang yang terlibat
penjualan senjata gelap ke Iran. Sebuah transaksi besar yang
kabarnya meliputi US$ 2 milyar, dapat digagalkan. Kalau tidak,
Angkatan Bersenjata Iran pasti menjadi lebih kuat dengan
pelbagai senjata mutakhir seperti: helikopter tempur, peluncur
roket, peluru kendali, tank, dan senapan tipe baru.
Tidak heran jika Menteri Luar Negeri Irak, Tariq Aziz bercerita
tentang arus senjata yang terus-menerus mengalir ke Iran hingga
memperpanjang Perang Teluk sampai sekarang. Keluhan Aziz ini
agaknya bukan hal baru bagi Biro Federal Untuk Alkohol Tembakau,
dan Senjata Api AS yang membongkar kasus ekspor senjata gelap
sejak delapan bulan berselang. Biro ini bekerja sama dengan
polisi New York yang dalam satu tim gabungan secara terpadu
berusaha menghentikan perdagangan senjata gelap.
Dikabarkan untuk melancarkan urusan ilegal semacam itu,
disebut-sebut tentang adanya uang pelicin sebanyak US$ 40 juta
yang dibagi-bagikan kepada banyak pejabat. Pembantu Menteri
Keuangan AS John M. Walker mengatakan: "Sudah lama diketahui
bagaimana negara-negara Dunia Ketiga membutuhkan senjata modern.
Tidak heran jika banyak oknum tergoda yang mencoba memanfaatkan
pasar semacam itu."
Sampai sekarang di AS sudah diteliti 300 kasus perdagangan
senjata gelap, hanya tidak jelas sampai seberapa jauh Israel
memainkan perannya di sana. Dalam kemelut ekonomi seperti
sekarang, dengan laju inflasi 140% setahun, negara Yahudi itu
agaknya tidak punya banyak pilihan. Perdagangan senjata gelap
nampaknya akan tetap diteruskan. Bagaimana menghadapi kemarahan
AS, itu soal lain lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini