TIGA belas bulan sejak Operasi Damai untuk Galilee dilancarkan,
tentara Israel mundur dari Beirut dan Pegunungan Shouf ke Sungai
Awali di selatan. Penarikan itu mengejutkan. Karena Israel
sebelumnya ngotot tidak mau mundur, jika tentara Syria juga
tidak menarik diri dari Lembah Bekaa. Tuntutan begini ternyata
tidak dihiraukan Presiden Syria Hafez Assad. Ia malah memperkuat
pertahanan di lembah itu dengan senjata-senjata paling mutakhir
dari Uni Soviet.
Operasi Galilee yang semula berjaya, kini mandek hampir di semua
front. Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) memang bisa
ditumpas di Beirut Barat. Tapi gerakan perlawanan itu, seperti
bisa diduga, tidak seluruhnya dapat dipadamkan.
Seiring menghebatnya bentrokan bersenjata antara kelompok
Kristen Falangis melawan golongan Islam Druze di Libanon,
gerilyawan PLO melancarkan serangan-serangan kilat merobohkan
beberapa prajurit Israel. Sejak penyerbuan ke Libanon, Juni
1982, tercatat 155 tentara Israel tewas dan 2.600 cedera.
Sementara itu di Israel suara-suara pun semakin santer
mempersoalkan apakah penduduk Libanon perlu dipertahankan lebih
lama. Biaya operasi militer yang menghabiskan US$ 1 juta per
hari nampaknya bukan saja menggerogoti, tapi bisa mencabik-cabik
ekonomi Israel. Kenyataan yang dihadapi Israel ini tidak luput
dari pengamatan Washington (lihat: Mewah di Atas Utang).
Belum habis keterkejutan atas pengunduran Israel, akhir pekan
silam, tiba-tiba tentara Syria menarik diri pula. Mereka
meninggalkan tujuh posisi penting di Tripoli, dan mundur ke
bukit-bukit sekitarnya. Penarikan diri itu, menurut dugaan,
dilakukan Syria karena tidak mau terlibat dalam bentrokan
senjata antara pihak-pihak yang bermusuhan di Libanon.
Tapi sebelum Tripoli aman, hiruk-pikuk lain meletus di banyak
kampung di selatan. Penduduk ramai-ramai protes. Mereka menuntut
Israel mencabut ultimatum yang mengharuskan kelompok Kristen
Falangis menutup barak-baraknya. Tuntutan yang sama disampaikan
oleh para Falangis ke pusat pemberitaan tentara Israel di
Beirut.
Dalam aksi protes itu penduduk membakar ban-ban mobil, memukul
lonceng-lonceng gereja, dan berdemonstrasi. Dikabarkan inilah
konflik Israel-Falangis terburuk sejak penyerbuan ke Libanon,
tahun silam. Ada kecurigaan, kepentingan Israel dan Falangis
bertabrakan di selatan. Soalnya Israel bertekad membersihkan
wilayah itu dari kekuasaan pasukan sukarela Kristen untuk
kemudian mempercayakannya pada pasukan Mayor Saad Hadad --
tentara Libanon yang terang-terangan membelot ke Israel.
Di Tel Aviv, surat kabar Ma'ariv melaporkan Israel akan
membangun garis pertahanan baru di sepanjang garis perbatasan
Libanon selatan dalam tempo 10 hari. Biayanya diperkirakan US$
40 juta. Jika selesai nanti garis pertahanan itu akan membentuk
kerucut: bermula dari Sidon di pantai barat, menelusuri Sungai
Awali, terus merentang ke timur sepanjang sisi Lembah Bekaa. Di
kawasan ini, pasukan Israel akan berhadap-hadapan dengan tentara
Syria.
Khawatir akan nasib Libanon, yang sewaktu-waktu bisa
terpecah-pecah karena dominasi Israei dan Syria, Washington pada
mulanya tidak begitu antusias mendengar penarikan mundur sepihak
anak-anak Menteri Pertahanan Israel Moshe Arens. Tapi sesudah
Menteri Luar Negeri Yitzak Shamir, dalam kunjungannya ke
Washington, menjelaskan bahwa gerakan tersebut merupakan tahap
pertama dari penarikan total, maka Menteri Luar Negeri AS,
George Shultz, akhirnya memberi dukungan. Tentang kemungkinan
perpecahan Libanon, para pengamat menilainya sebagai hal yang
tidak bisa dihindarkan.
Kepada Presiden Amin Gemayel, Ronald Reagan menyetujui bantuan
untuk Libanon sebesar US$ 150 juta. Namun bagaimana
mempertahankan keutuhan negeri itu, tidak tersedia pemecahan
yang tuntas. Sebab di Israel sendiri, situasi jauh dari
menggembirakan. Perdana Menteri Menachem Begin yang dikabarkan
sakit, diduga lantaran menderita tekanan mental, kehilangan
semangat untuk mengambil keputusan. Pada saat yang sama ekonomi
Israel terseret pula ke situasi yang runyam. Agaknya inilah
harga pertama yang harus dibayar Israel untuk kemenangannya yang
gemilang atas PLO tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini