TAK mudah memang, menggembosi hak-hak raja di Malaysia. Pertemuan Dewan Raja, Sabtu pekan lalu, belum berhasil memutuskan sikap bersama untuk menanggapi amandemen yang diusulkan oleh PM Mahathir Mohammad. Bahkan Mahathir tak diperkenankan hadir dalam sidang yang sekitar satu jam itu. Mahathir beserta wakilnya, Ghafar Baba, serta Menteri Keuangan Anwar Ibrahim, baru diundang ke Istana setelah Dewan Raja usai bersidang. Namun tak ada penjelasan lengkap dari Mahathir tentang pertemuan itu. ''Kami bersama-sama akan mencari pemecahan,'' katanya. Para sultan hanya memutuskan akan bersidang lagi, Senin pekan ini. Soalnya, Mahathir telah menunjuk Jaksa Agung Abu Thalib Osman untuk mempelajari kembali amandemen itu. ''Mungkin saja amandemen itu perlu diperbaiki,'' kata Osman. Berdasarkan pasal 38 ayat 4 konstitusi Malaysia, persetujuan Dewan Raja memang mutlak dibutuhkan, walaupun amandemen sudah disetujui parlemen. Di antara sembilan sultan, hanya tiga sultan yang menentang amandemen itu. Sisanya ada yang mendukung, seperti Sultan Perak yang saat ini menjabat Yang Dipertuan Agong, dan ada yang belum memutuskan sikap. Namun, tidak mudah bagi Dewan Raja untuk mengambil putusan karena, konon, Dewan Raja tak mengenal istilah voting. Itu sebabnya ada yang berpendapat, dengan melihat ulah beberapa sultan selama ini, kecil kemungkinan Dewan Raja menerima undang-undang yang membatasi gerak-gerik mereka. Maka, jalan yang paling efektif, walau tak mudah, adalah mencabut konstitusi pasal 38 ayat 4 itu. Sebenarnya amandemen yang diajukan Mahathir tetap memberi hak-hak khusus pada sembilan sultan di Malaysia. Dalam amandemen itu para sultan, misalnya, tetap mendapat kekebalan hukum saat melakukan tugas resmi kerajaan. Tapi, dalam kapasitas pribadi, jika sultan melanggar undang- undang, ya, diajukan ke pengadilan. LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini