Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bombay menuju bosnia

Kerusuhan antara umat islam dan hindu meledak di bombay,india. diperkirakan 500 orang tewas dan ratusan bangunan hancur. diduga peristiwa lanjutan konflik di ayodhya.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOMBAY, kota terpadat di dunia, dua pekan lalu sempat menjadi kota mati. Kota di pantai barat India itu selama sepekan, sampai Kamis pekan lalu, dilanda bentrokan antara pemeluk Islam dan Hindu. Sekitar 500 orang dinyatakan tewas, ratusan bangunan hancur. Beberapa media massa yang terbit di kota bisnis terbesar di India itu memberitakan terjadinya aksi teror terhadap minoritas muslim. Rabu pekan lalu seorang ibu menunggu kereta api di setasiun Bombay sambil terus menangis. Ia bercerita kepada wartawan Reuters bahwa seorang anak laki-lakinya dibantai oleh massa. Kemudian massa mengancam akan membunuh anak laki-lakinya yang lain bila ibu itu tak mau menjual rumahnya dan pergi dari kota itu untuk tak kembali. Sampai akhir pekan lalu, menurut Jawatan Kereta Api Bombay, lebih dari 20.000 orang muslim Bombay meninggalkan kota itu. Mulai Jumat pekan lalu kerusuhan memang tak lagi terdengar dan jam malam memang sudah dikendorkan. Enam ribu pasukan yang diterjunkan untuk mengatasi kerusuhan masih tetap berjaga-jaga. Tapi banyak pabrik, kantor, maupun toko yang masih tutup. Jalan-jalan masih sepi dan ketegangan menyelimuti kota yang disebut sebagai Hollywood-nya India ini. Menurut Kantor Perindustrian Bombay, kerugian US$ 300 juta. Diduga, kerusuhan dua pekan lalu merupakan kelanjutan peristiwa sebulan lalu, yakni konflik Islam-Hindu di Ayodhya, ribuan kilometer di barat-laut Bombay. Tapi siapa yang menyalakan kerusuhan dua pekan lalu itu belum jelas benar. Ada yang menduga kerusuhan disulut oleh gerakan Hindu radikal bernama Shiv Sena (artinya bala tentara Siwa) yang memang kuat di Bombay. Beberapa hari sebelumnya, dalam berkala Shiv Sena bernama Saamna (artinya konfrontasi), ketua gerakan itu, Bal Thackery menulis editorial yang mengimbau agar para pembaca berkala itu mempersenjatai diri. Dan sebelumnya, persisnya pada 26 Desember 1992, gerakan ini mengadakan Maha Arti atau doa bersama, yang diikuti oleh ribuan massa Hindu. Konon acara itu dianggap sangat provokatif oleh pihak non-Hindu. Acara ini diulang pada Rabu dua pekan lalu, dan ketika itu sudah ada insiden kecil- kecilan antara umat Hindu dan Islam. Pihak kepolisian Bombay berpendapat, bukan cuma unsur Shiv Sena yang bikin gara-gara, tapi pihak Islam pun ikut andil mengembangkan situasi. Dan insiden itu kemudian dimanfaatkan oleh para aktivis dunia hitam di Bombay. Yang jelas, Bombay memang kota berbagai agama. Dari 12 juta warganya, lebih dari lima juta atau hampir separuh penduduk Bombay adalah Hindu. Umat Islam sekitar 1,5 juta, selebihnya adalah orang Kristen, Yahudi, Budha, Zoroaster, dan lain- lain. Dengan kepadatan penduduk 45.000 per km2 (Jakarta sekitar 13.500 per km2), konflik memang mudah meledak. Apalagi kendala sosial-ekonomi dirasakan benar oleh umat Hindu yang mayoritas itu. Memang minoritas muslim di Bombay punya peran yang cukup besar dalam perekonomian di kota bisnis terbesar di India itu. Sebagian mereka tergolong kelas menengah, tinggal di kawasan permukiman Nagpada yang terpandang, yang terletak di pusat kota. Sebulan lalu, ketika konflik Islam-Hindu meledak di Ayodhya, ketika masjid Ram Janmabhoomi dirobohkan oleh massa Hindu, kerusuhan di Bombay konon dimulai dari kawasan Nagpada. Ad juga faktor politik. Partai Hindu Bharatiya Janata tak puas dengan keputusan Perdana Menteri Narasimha Rao atas konflik di Ayodhya, dan gagal menggeser Rao lewat mosi tidak percaya di parlemen akhir Desember lalu. Lalu partai yang konon bercita-cita mendirikan negara Hindu itu maju dengan gagasan mempercepat pemilihan umum. Sasarannya apa lagi bila bukan menjatuhkan pemerintahan Rao. ''Kita tak bisa lagi mempercayai pemerintah,'' kata A.B. Vajpayee, seorang pemimpin Bharatiya Janata, kepada pengikutnya. Mungkinkah kerusuhan di Bombay direncanakan untuk memberikan citra buruk bagi Rao? Lalu, bila pemilu jadi dilaksanakan, Rao akhirnya akan jatuh? Tapi kata Rao dalam wawancaranya dengan majalah India Today, nomor Januari ini, ''Partai apa pun yang ingin memerintah India harus belajar hidup dengan hukum.'' Dan Rao, yang berkunjung di Bombay Jumat pekan lalu, tak lalu main tuduh. Ia memerintahkan pemerintah negara bagian Maharashtra mengusut sumber-sumber kerusuhan. Tapi itu tak berarti ini sudah melenyapkan sumber ketegangan antara Islam dan Hindu di India. Meski Rao berjanji -- mesjid di Ayodhya dari abad ke-16 yang dirobohkan massa Hindu akan dibangun lagi -- umat Islam masih minta jaminan. Bila saja mesjid dibangun meleset beberapa sentimeter dari tempatnya yang dulu, mereka akan melakukan aksi. Sedangkan umat Hindu tetap keberatan dengan pembangunan kembali mesjid itu, karena mereka yakin tempat itu dahulunya adalah tempat berdirinya kuil Rama. Dan itu sebabnya mereka hendak mendirikan kuil itu kini. Tapi apakah mesjid di Ayodhya itu bukan sekadar simbol yang kebetulan menampung pertentangan Islam-Hindu? Apakah nanti, setelah soal Ayodhya selesai, misalnya, tak muncul sesuatu yang lain, yang bisa memicu konflik lagi? Kata Nikhil Chakravartty, seorang komentator di harian Pioneer -- salah satu harian terkemuka di New Delhi, ''Bila kita tak siap menangani masalah ini bisa-bisa kita terperosok seperti halnya Bosnia.'' LPS (Jakarta) & Navraj Gandhi (New Delhi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus