Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Keoknya maut di rusia

Di rusia kini makin banyak mayat tak terurus. rumah jenazah milik pemerintah penuh. biaya perawatan hingga pemakaman sangat tinggi. hanya orang kaya yang bisa melakukan.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAHAI maut, janganlah congkak, pesan sebuah sajak tua. Sebab di Rusia kini untuk menghormati orang mati pun penduduk sudah tak mampu lagi. Di masa transisi dari era komunis menuju ekonomi pasar bebas, inflasi menggelembung sampai 2.000%. Inflasi ini bahkan juga memburu warga Rusia sampai ke liang kubur. Dua tahun silam biaya penguburan di sana adalah 400 rubel, atau setara dengan dua bulan gaji. Hari ini, mulai dari persiapan, pengadaan perabot jenazah, pengangkutan, upacara pemakaman, cukai tanah, sampai aneka biaya siluman telah eroketkan ongkos penguburan sampai 25 ribu rubel. Ini senilai dengan gaji setengah tahun bagi sebagian besar orang Rusia, atau bisa bikin kempis dana yang ditabung seumur hidup. Pengalaman seorang pegawai negeri, Irina Nikolayeva, yang dilaporkan majalah Newsweek, 11 Januari lalu, menyingkapkan betapa Rusia justru tengah digerogoti oleh anak negerinya sendiri. Ketika neneknya meninggal, September lampau, Irina membeli peti mati 4.000 rubel, lebih tinggi 1.000 rubel dari biasanya. Uang ekstra itu, menurut si penjual -- dari suatu perusahaan negara -- akan menjamin pengiriman tepat pada waktunya. Untuk membawa jenazah sang nenek ke rumah mayat, Irina harus membayar 1.500 rubel untuk jasa angkutan swasta plus 1.800 rubel lagi untuk menggotong jasad neneknya ke lokasi makam. Selain itu masih ada lagi pengeluaran. Untuk balsem 600 rubel, kapling makam 2.000 rubel, kembang dan makanan untuk pelayat 5.000 rubel. Kuras dompet lagi untuk dua penggali kubur 1.400 rubel, lebih dari tiga kali lipat tarif resmi. Itu pun masih harus ditambah dua botol vodka. ''Rasanya pantas saja jika Anda membayar di atas harga resmi,'' kata seorang bekas petugas di pemakaman St Petersburg. Mau coba menjahit dompet, silakan saja. ''Upacara akan disabot,'' katanya. Pendeknya, untuk tiap langkah sampai si mati diuruk tanah diperlukan sejumlah sogokan dan tip. Bagaimana Irina mampu membayar semua itu? ''Saya bongkar celengan dan meminjam banyak sekali dari kawan-kawan. Karena saya ingin mengadakan upacara ini,'' katanya. Sedangkan bagi yang tak mampu, jenazah dari orang yang mungkin amat dicintai itu terpaksa ditinggalkan begitu saja di rumah mayat milik pemerintah. Mayat telantar itu dijuluki otkazniki alias sepah, yang makin hari kian meningkat jumlahnya. Sehingga tempat penampungan tua, milik pemerintah, yang sudah tak memadai pun penuh sesak. Kebanyakan rumah mayat di Rusia dibuat pada permulaan abad ini, dan hanya 12 yang dibangun di Moskwa sejak tahun 1960. Semua diurus bagai dalam suatu mimpi buruk. Mayat digelimpangkan sekenanya, mirip kayu gelondongan, bahkan ada yang digeletakkan di lantai. Kamar mayat di rumah sakit Ostroumov, misalnya, tahun lalu menangani 6.000 jenazah. Ini lima kali lipat dari kapasitasnya. Bulan Oktober lalu di pemakaman St Petersburg saja pemerintah telah menguburkan abu dari 118 otkazniki. Dan sebulan kemudian 120 lagi. Berhubung subsidi pemerintah makin menciut, kondisi banyak tempat penampungan mayat itu pun kian parah. Di kamar mati alat pendinginnya dibiarkan mati pula. Akibatnya, ya, semerbaklah bau bangkai. Dalam pada itu ada yang berupaya mencari akal mengirit ongkos mati. Misalnya, kini mulai populer ada peti mati dibuat dari kertas bekas yang dipadatkan. Jelas, jauh lebih murah ketimbang peti kayu. Cuma tak bisa dipercaya, sebab beberapa kali terjadi: mayat tiba-tiba merosot sendiri lantaran si kotak jebol. Masih untuk menghemat, ada yang membalsem hanya sebagian jasad. Atau membuat nisan sederhana saja. Atau cukup menyewa peti mati waktu jenazah disemayamkan menjelang dikremasi. Melihat kecenderungan hemat-hematan ini rupanya timbul waswas di kalangan segelintir orang kaya baru di Rusia. Mereka ingin, kalau kelak mati, jangan terkesan miskin lagi. Lalu mereka pesan sendiri kapling makamnya. Juga nisan marmar dan terali makam, seraya memilih pekuburan yang prestisius. Misalnya, baru-baru ini seorang usahawan terkemuka bahkan membayar 50 ribu rubel, hanya untuk sepotong nisan. Kok tak dibiarkan jadi urusan keluarga yang hidup sih? ''Nggak ah, nanti mereka tergoda berhemat,'' jawabnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus