DUNIA akhirnya memojokkan kelompok etnis Serbia di Bosnia. Rabu pekan lalu Masyrakat Eropa menggariskan batas waktu enam hari sejak Kamis pekan lalu bagi etnis Serbia. Dalam jangka waktu itu Serbia diminta menerima tanpa syarat rancangan perdamaian sembilan pasal yang diajukan dalam perrundingan damai Bosnia di Jenewa. Bila salah satu kelompok etnis yang bertikai di Bosnia sejak April tahun lalu itu tetap menolak, Masyarakat Eropa tak ragu-ragu lagi menjatuhkan sanksi politik dan ekonomi menyeluruh bagi etnis Serbia. Dua hari sebelumnya ultimatum muncul dari negara-negara Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang bersidang di Senegal. OKI lebih tegas lagi, memberi batas waktu sampai Jumat pekan lalu, sebelum ''suatu tindakan darurat dilakukan''. Antara lain OKI mengusulkan pada Dewan Keamanan PBB, bila sampai dengan 15 Januari itu perdamaian tak kunjung tampak di Bosnia, agar embargo senjata khusus bagi Bosnia dicabut. OKI siap memasok senjata pada muslim Bosnia. Dan Turki sejak awal mengusulkan agar OKI menggunakan senjata minyak untuk menekan Dewan Keamanan PBB melaksanakan tuntutan OKI. Memang, belakangan Radovan Karadzic, pemimpin etnis Serbia di Bosnia, menerima persyaratan dari pertemuan di Jenewa. Ia tak ngotot lagi minta negeri Serbia merdeka dalam Republik Bosnia. Tapi bersedia pula menerima bahwa tiga kelompok etnis yang bertikai, yaitu Serbia, Bosnia, dan Kroasia, nantinya merupakan unsur dari Republik Bosnia. Masalahnya, persetujuan Karadzic belum mewakili suara etnis Serbia. Ia harus minta persetujuan parlemen Serbia dulu. Repotnya, sejumlah pengamat pesimistis bahwa etnis Serbia bisa kompak dalam hal ini. Kenyataan sejak pecah konflik di Bosnia, April tahun lalu, apa yang dikomandokan dari atas tak selalu bergema ke bawah. Kelompok-kelompok chetnik, milisi Serbia yang dikomandani Vojislav Seselj, terus saja melakukan apa yang disebut sebagai penghapusan etnis, meski ada imbauan gencatan senjata. Bahkan pekan lalu dikabarkan ia mengeluarkan pernyataan akan mengusir 360.000 muslim Bosnia dari Sarajevo, ibu kota Bosnia, yang sampai pekan lalu sebagian besar masih dikuasai oleh muslim Bosnia. Dengan kata lain, situasi di medan perang sangat diragukan bisa dikendalikan oleh para pemimpin yang berunding. So- alnya, ide Serbia Raya, yang dikobarkan oleh presiden Serbia Slobodan Milosevic, sudah merasuk dalam diri para chetnik. Bahkan kabarnya semboyan yang mereka pegang sudah mencerminkan kecilnya kemungkinan damai itu: Serbia Raya, atau mati. Lagi pula, milisi Serbia tampaknya masih tetap yakin, operasi militer pasukan internasional tak bakal dikerahkan ke medan perang Balkan. Sebab, serangan itu akan menghancurkan penduduk sipil di Sarajevo, yang praktis sudah tak punya tempat perlindungan. Buktinya, sampai saat ini 7.400 pasukan Perancis dan Inggris di Bosnia tak bisa berbuat banyak. Dua pekan lalu, misalnya, Wakil Perdana Menteri Bosnia, Hakija Turajlic, diberondong peluru milisi Serbia hingga tewas di kawasan yang berada di bawah pengawasan pasukan PBB. Jadi, berharap pada meja perundingan saja tampaknya mustahil mendatangkan damai. Bisa jadi, batas waktu yang diberikan baik oleh OKI maupun oleh Masyarakat Eropa sekadar formalitas untuk mendapatkan pengesahan bila harus mengirimkan kekuatan militer. Komandan pasukan PBB di Bosnia yang jenderal Perancis itu kabarnya sudah mengajukan suatu strategi penyerangan yang mampu melumpuhkan milisi Serbia kepada menteri luar negeri Perancis Roland Dumas. Dumas-pun segera mengeluarkan pernyataan bahwa Perancis siap bertindak sendiri. Kondisi itu pekan ini didukung oleh pergantian presiden di Amerika Serikat, Rabu pekan ini. George Bush, yang seperti rekan-rekannya di Eropa Barat sabar menunggu hasil prundingan Jenewa, digantikan oleh Bill Clinton, yang sudah menyatakan perlunya beberapa tokoh Serbia diadili sebagai penjahat perang. Dan menteri pertahanan Clinton, Les Aspin, sudah lama mendukung aksi militer untuk membungkam meriam- meriam Serbia. Memang, Colin Powell, Pangab AS, kurang setuju pengiriman militer ke Bosnia. Alasannya, tentara negara lain -- maksud- nya pasukan PBB di Bosnia yang terdiri dari tentara Perancis dan Inggris -- yang akan menanggung akibatnya. Tapi bila menteri pertahanan sudah setuju dan presidennya mendukung, keputusan itu tampaknya hanya soal waktu. Ada yang bilang, Amerika tak mau bila peran sebagai polisi dunia dilangkahi oleh negara Eropa Barat. Dan seandainya Barat tetap tak bertindak (banyak juga alasan untuk ini, antara lain karena pasukan Barat kini sudah ter- sebar juga di kawasan Teluk, dan di Somalia), negara-negara anggota OKI tampaknya tak hanya berbicara dalam sidang. Paling sedikit akan ada pengiriman senjata, dan ini mudah ditebak, akan mengobarkan api peperangan lebih dahsyat. Bila sudah demikian, Slobodan Milosevic tentu tak akan tinggal diam. Ia akan mengirimkan bantuan tentara resmi Serbia ke Bosnia. Dengan kata lain, keterlibatan Republik Serbia dalam perang di Bosnia, yang selama ini diperdebatkan ya dan tidaknya, akan menjadi jelas. Dalam situasi seperti itu, setidaknya negara yang mengirimkan pasukannya sebagai pasukan PBB di Bosnia tentunya tak hanya akan jadi penonton. Terutama Perancis, yang konon sudah siap terjun itu. Hari-hari menentukan bagi Bosnia tampaknya datang bersamaan dengan pergantian presiden di AS. LPS dan BB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini