Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ghulam Ahmad Bilour kini bak selebritas dunia. Ke mana-mana pria 74 tahun itu selalu dikelilingi pria berbadan gempal yang bertugas sebagai pengawal pribadi. Mantan Menteri Perkeretaapian Federal Pakistan dan Wakil Presiden Senior Partai Nasional Awami (ANP) itu memasang status waspada menjelang pemilihan umum, 11 Mei ini.
Suasana memang tengah panas di Pakistan. Nyawa Ghulam Bilour hampir melayang akhir bulan lalu saat berkampanye di kawasan Yakatoot, Peshawar, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, wilayah pemilihannya. Sebuah bom yang ditujukan kepadanya meledak. Sebanyak 18 orang tewas, termasuk sopir dan adiknya, Bashir, serta 49 orang lain cedera. ¡±Setiap hari saya berpikir mungkin saya takkan pulang ke rumah malam hari. Tapi saya orang Pashtun. Saya akan menghadapi kematian dan takkan menyerah,¡± kata Bilour. ANP adalah penguasa di provinsi ini dalam lima tahun terakhir.
Bilour hanyalah satu dari sekian legislator yang masuk daftar incaran pembunuhan kelompok yang menamakan diri Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP). Juru bicara TTP, Eshsanullah Ehsan, mengatakan, selain anggota ANP, pejabat dan legislator dua partai utama lain, Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan Gerakan Muttahida Qaumi (MQM), bakal menjadi target.
TTP memang tak sekadar menggertak. Sejak 21 April, ketika kampanye resmi dimulai, kelompok ini telah melakukan lebih dari 20 serangan terhadap partai politik, yang menewaskan 46 legislator dan melukai lebih dari 190 orang. Portal Terorisme Asia Selatan punya catatan lain soal keganasan TTP. Sejak awal Januari hingga 21 April lalu, total 1.536 nyawa melayang dan 1.263 orang cedera.
¡±Ini adalah keputusan syura Taliban. Fedayeeb (pejuang) kami akan memusnahkan mereka," ujar Ehsan. TTP menuding ketiga partai beraliran sekuler itu merusak Pakistan. Mereka juga menyebut pemilihan umum sebagai bagian dari sistem tak islami yang hanya melayani kepentingan orang kafir dan musuh Islam.
Siapa Tehrik-i-Taliban Pakistan? Meski sama-sama memiliki kata "Taliban", TTP bukanlah Taliban—berarti pelajar dalam bahasa Pashtun—yang memerintah Afganistan pada 1996-2001 kemudian diperangi Amerika Serikat hingga kini. Namun penggunaan kata "Taliban" bukan tanpa kebetulan.
TTP dan Taliban Afganistan plus Al-Qaidah dikenal sangat dekat. Kesamaan ideologi agama dan kebencian kepada pihak Barat menjadi pengikat utama. Raza Rumi, Direktur Kebijakan dan Program di Institut Jinnah, lembaga pemikir Pakistan, mengatakan TTP memiliki target yang berbeda, meski taktik yang digunakan sama dengan Taliban. Menurut Rumi, target utama TTP adalah pemerintah Pakistan dan militer. "Mereka membenci fakta Pakistan memiliki aliansi dengan Barat, dan mereka ingin syariah Islam dijalankan di Pakistan."
Analis terorisme lain menyebut perekat keduanya adalah kesamaan warisan. Selama invasi Soviet di Afganistan, 1979-1989, ribuan pejuang Pakistan menyeberang dan ikut berperang. Pertemanan dengan Taliban ini tetap dijaga ketika perang usai. "Taliban Pakistan muncul sebagai kekuatan bersama Taliban, seperti jaringan pendukung," kata Matthew Henman dari Pusat Kajian Terorisme dan Pemberontakan IHS Jane di London, Inggris.
Keduanya mengatakan kekuatan utama TTP adalah tribal-tribal atau suku-suku yang menguasai wilayah semi-otonomi di barat laut Pakistan, berbatasan dengan Afganistan. Kawasan ini disebut Federally Administered Tribal Areas. Kawasan yang resmi diakui pada 1986 itu terdiri atas tujuh wilayah kesukuan, yakni Bajaur, Mohmand, Khyber, Orakzai, Kurram, Waziristan Utara, dan Waziristan Selatan.
Usaha memberantas kelompok militan ini sudah dilakukan pemerintah Pakistan sejak 2002. Amerika juga campur tangan—dengan alasan memburu teroris dan pentolan Al-Qaidah yang bersembunyi di wilayah tersebut—menggunakan serangan drone. Penggunaan pesawat tanpa awak ini ternyata cara yang cukup ampuh. Data New American Foundation menyebutkan, sejak 2004 hingga 2012, Amerika melancarkan tak kurang dari 305 serangan, yang menewaskan 43 pemimpin Taliban dan pentolan Al-Qaidah yang diklaim bersembunyi di Pakistan. Toh, cara ini juga tak lepas dari kritik. Selama periode itu, diperkirakan 2.853 warga sipil juga ikut menjadi korban.
Operasi terus-menerus hampir merontokkan kekuatan mereka. Titik balik terjadi pada Desember 2007, ketika 13 kelompok memutuskan bersatu di bawah komando Baitullah Mehsud dan resmi membentuk TTP. Dia kemudian tewas akibat serangan drone pada Agustus 2009. Saat itu, sempat timbul perdebatan bagaimana masa depan kelompok militan tersebut dan siapa pengganti Baitullah Mehsud. Faksi-faksi bersaing untuk kepemimpinan TTP. Belakangan Hakimullah Mehsud diakui sebagai amir atau pemimpin.
Yang mengherankan, setelah dihajar bertubi-tubi, TTP justru seperti tumbuh menjadi ancaman besar, menebar teror. Itulah mengapa tak semua percaya TTP mampu melakukan semua serangan tanpa dalang besar di belakangnya. Safdar Darwa, Ketua Persatuan Wartawan Tribal, punya teori. Ia mengatakan serangan ledakan bom, pembunuhan, dan ancaman yang dilakukan tangan TTP merupakan skenario yang dimainkan Amerika Serikat. Sebelum serangan 11 September 2001, yang merontokkan menara kembar World Trade Center, New York, kehidupan di wilayah tersebut aman-aman saja. Semua berubah ketika Amerika memasuki Afganistan dan Pakistan, tempat perlindungan Al-Qaidah.
Serangan dan teror kian gencar menjelang pemilihan. Petinggi partai Pakistan meminta pemerintah interim Pakistan, yang mengambil alih sejak 17 Maret setelah Perdana Menteri Raja Pervez Ashraf menyelesaikan tugasnya untuk pertama kali, memberikan perlindungan kepada calon legislator.
Partai-partai peserta bak kehilangan akal. Mereka terpaksa berkampanye dengan menggelar pertemuan terbatas bahkan door-to-door mendatangi calon pemilih. "Kami tetap berkampanye. Kami takkan menyerah dari ekstremis, teroris, dan bom. Mereka takkan menghentikan kami pada pemilu mendatang," ucap pemimpin MQM, Haider Abbas Rizvi.
Adapun PPP terpaksa membatalkan ratusan agenda kampanye, termasuk di Larkhana, Provinsi Sindh, asal pendiri partai, Zulfikar Ali Bhutto. MQM punya cara lain. Partai yang memiliki basis pendukung di Karachi dan Sindh itu menggunakan media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan YouTube, untuk menarik simpati. "Tak seperti dulu, kini kami terpaksa melakukan kampanye dengan diam-diam dan sembunyi-sembunyi," kata Wakil Ketua MQM Mohammed Farooq Sattar Peerwani.
Toh, ancaman TTP tetap saja membuat banyak pihak keder. Tidak semua berani bertahan. Banyak juga anggota partai politik yang memilih loncat pagar ke partai kanan demi menghindari jadi target TTP. "Ini adalah kecurangan. Kalaupun tidak membawa Taliban berkuasa, tapi membuka jalan bagi pendukung dan simpatisan mereka masuk parlemen," ujar pemimpin ANP dan mantan Menteri Informasi Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Mian Iftikhar Hussain. Ia kehilangan putranya, Mian Rashid Ali Shah, yang ditembak Taliban pada Juli 2010.
Kampanye lebih aman dirasakan partai agama, seperti Jamat-e-Islami (JI); Jamiat-e-Islam Fazal (JUI-F); Pakistan Muslim League-Nawaz (PML-N), yang dipimpin mantan perdana menteri Nawaz Sharif; dan Pakistan Tehrik-e-Insaaf (PTI) pimpinan Amir Khan, mantan bintang kriket. Khan bahkan dengan bebas berkampanye di kantong-kantong tribal.
Keleluasaan itu, kata Wakil Ketua ANP Bushra Gopar, perlu diwaspadai. "Mereka tak sadar, meski saat ini target Taliban adalah partai liberal, besok mungkin giliran mereka. Taliban menyerang semua proses demokrasi."
Raju Febrian (Reuters, DAWN, CNN, Foreign Policy)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo