Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Teror Para Pencoleng Metal

Pencurian bahan logam fasilitas umum meluas di sejumlah negara Eropa. Krisis ekonomi menjadi pemicunya.

5 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Papan nama jembatan Pont Alexandre III di Paris menghilang pada pertengahan bulan lalu. Dua lempeng kuningan penanda salah satu simbol ibu kota Prancis itu dicongkel pencuri. Sejumlah hiasan kuningan raib, termasuk yang menempel di patung peri dan kuda terbang. ¡±Kami tidak tahu apakah benda-benda itu diambil untuk dijual atau dikoleksi,¡± ujar juru bicara Wali Kota Paris kepada Reuters.

Tangan-tangan jail tergiur mengutil benda-benda logam di jalanan Paris karena harganya bikin ngiler. Penampung besi bekas di Paris bersedia membayar 10 euro atau setara dengan Rp 127 ribu per kilogram. "Ini bukan soal nilai logam, melainkan lebih pada nilai sejarahnya," kata juru bicara itu.

Pont Alexandre III dianggap sebagai jembatan paling anggun di Paris. Ia menghubungkan tempat-tempat termasyhur di kota itu, yaitu perempatan Champs-Élysées,­ Les Invalides, dan perempatan Menara Eiffel.

Jembatan yang membentang di atas Sungai Seine itu diperkenalkan pada Pameran Dunia 1900 di era Belle Epoque atau Era Keindahan (1870-1914). Jembatan itu dinamai sesuai dengan nama Tsar Rusia, Alexander­ III, sebagai penanda persahabatan kontemporer antara Prancis dan Rusia. Peletakan batu pertama jembatan itu dilakukan Tsar Nicholas II, putra Alexander III, pada Oktober 1896.

Kepolisian Paris menyatakan pencurian benda-benda metal—besi, aluminium, dan tembaga—marak beberapa tahun terakhir. Para pencuri plakat jembatan itu adalah sekelompok kecil pencuri yang menyasar logam di monumen.

Modus serupa terjadi tujuh tahun silam. Pada 2006, pencuri menjarah pemakaman Pere-Lachaise. Sejumlah patung kepala berbahan kuningan lenyap dari pemakam­an tertua di Paris yang menjadi tempat peristirahatan terakhir para pesohor, seperti penyair Oscar Wilde dan vokalis grup musik The Doors, Jim Morrison, itu.

Aksi pencurian logam meningkat seiring dengan krisis ekonomi yang melanda Eropa sejak 2008. Pada 2010, sekitar 5.800 perjalanan kereta api di Prancis ditunda karena tembaga pada rel digondol maling. Pencurian logam mereda setahun kemudian, tapi kembali marak sejak tahun lalu. Polisi menyatakan hanya sepuluh persen kasus yang bisa diungkap.

Menjelang 2012, penjarah kuburan menggegerkan Hoerdt, kota kecil di timur laut Prancis. Lempengan logam pada nisan­ hilang. "Ini menyedihkan. Hanya demi uang, menjarah jalan menuju Tuhan," kata Agnes, warga Hoerdt yang ayahnya dimakamkan di sana, seperti dikutip Telegraph. Polisi mencatat sedikitnya 900 nisan telah dipereteli hiasan logamnya. "Ini murni pencurian logam, bukan masalah ideologi," ucap Mayor Polisi Denis Riedinger.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah pencurian logam prasarana umum. Menurut polisi, mereka mengincar saluran air dan telekomunikasi serta rel kereta api. Namun incaran utama pencuri adalah jembatan karena banyak mengandung logam, baik di konstruksi maupun hiasannya.

Tren pencurian bahan metal juga melanda negara-negara Eropa lainnya. Tahun lalu aksi pencurian logam besar-besaran terjadi di Republik Cek. Menggunakan derek, sekawanan pencuri membongkar jembatan dan rel kereta api sepanjang sekitar 200 meter di Kota Loket, yang berpenduduk 3.000 jiwa, di bagian barat Republik Cek. Besi seberat sepuluh ton itu dihargai 4.800 euro atau sekitar Rp 60 juta. Bahkan para pencuri di negara itu tega menggondol lonceng gereja.

Di Jerman, sekilogram tembaga dihargai lima euro, sedangkan perunggu tiga euro. Para pencuri menjual logam-logam curiannya untuk diolah lagi. Selama 2011, Deutsche Bank menaksir kerugian dari pencurian logam di Jerman sebesar 15 juta euro (sekitar Rp 190 miliar). Sedangkan Deutsche Telekom mengklaim rugi 820 ribu euro (setara dengan Rp 10,5 miliar) akibat pencurian kabel. "Ini kesenjangan. Di tengah kemajuan di bidang teknologi, lembaga keuangan, dan berbagai aspek kehidupan, warga mencuri besi," kata pakar ekonomi Akademi Sains Rusia, Vyacheslav Senchagov.

Harun Mahbub (Reuters, Telegraph, Voice of Russia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus