GORKY (dulu Nizhni Novgorod), suatu kota industri yang tertutup
bagi orang asing, jarang terdengar di luar Uni Soviet. Karena
menjadi tempat pembuangan untuk Andrei Sakharov, kota itu yang
sekitar 400 km di sebelah timur Moskow selama beberapa minggu
terakhir ini sering diberitakan pers dunia.
Sakharov, pemenang hadiah Nobel 1975 untuk perdamaian, selama
lebih 10 tahun menjadi pembangkang. Bahkan kini ia dianggap
sebagai pembangkang utama di negerinya. Ketika tinggal di
Moskow, ia masih bisa memberi keterangan pers, dan pandangannya
yang mengecam Kremlin masih bisa sampai ke dunia luar. Tapi di
Gorky, ia sungguh terpencil. Tiada lagi wartawan asing yang bisa
menghubunginya. Bahkan bertelepon ia pun dilarang.
Sakharov ditangkap pada suatu Selasa. Seperti biasa selama ini,
hari itu suatu mobil dinas datang menjemputnya untuk menghadiri
seminar mingguan yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu
Pengetahuan Soviet. Ternyata sekali ini, 22 Januari, mobil Volga
itu dihadang di jalan, dan mereka yang berpakaian seragam
membawanya ke kantor kejaksaan. Atas tuduhan terlibat dalam
"kegiatan subversi", ia diasingkan ke Gorky.
Prinsip Moral
Kremlin tadinya enggan menangkap Sakharov, walau betapa pun
keras kritiknya. Tapi sejak Sakharov ikut pula mengecam invasi
Soviet ke Afghanistan, Kremlin kehilangan sabar. Kemudian
Sakharov turut menyatakan setuju, seperti yang dianjurkan
Presiden Jimmy Carter, untuk memboikot Olympiade Moskow. Jadi,
demikian sebagian reaksi pers dunia Barat, pembuangan Sakharov
itu semacam pukulan terhadap Carter.
Koran resmi Izvestia mendakwa pembangkang itu telah memberikan
informasi rahasia negara kepada pihak Barat. "Ini merupakan
pengkhianatan terhadap tanah-air yang tak bisa dimaafkan,"
tulis Izvestia.
Dari tempat pembuangannya, Sakharov menyanggah tuduhan itu.
Kremlin kesal karena, katanya, "saya mengecam penyerbuan Soviet
ke Afghanistan." Presiden Leonid Brezhnev yang marah sekali
mencopot segala gelar kehormatan dan tanda jasa yang pernah
diberikan kepada Sakharov, sebagai bapak bom hidrogen Soviet dan
Pahlawan Buruh Sosialis.
Jerman Barat dan Italia melayangkan protes keras. Sekutu Soviet
di Eropa Timur kaget bukan main. Jacques Chaban-Delmas, Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat Prancis mempersingkat kunjungan resminya
di Soviet, kembali ke Paris. "Sebagai tamu negara saya tidak
bisa mencampuri urusan dalam negeri Soviet," katanya. "Tapi
bersandar pada prinsip moral, saya tidak bisa tinggal diam."
"Tindakan pemerintah Soviet itu jclas menyerang aspirasi hak
asasi manusia," kata jurubicara Gedung Putih, AS. Pemerintah
Carter menawarkan suaka politik kepada Sakharov seperti pernah
mereka berikan kepada sastrawan Aleksandr Solzhenitsyn dan
musikus Matislav Rostropovich yang kehilangan hak
kewarganegaraannya. Rezim Brezhnev sendiri konon menawarkan
pembuangan ke Wina, Australia, atau ke salah satu negara Barat.
Tapi Sakharov lebih suka memilih Gorky, karena merasa "Soviet
lebih membutuhkan saya ketimbang negara Barat."
Tinggal bersama istrinya, Yelena Georgevna Bonner, di apartemen
berkamar empat yang berseberangan dengan kantor polisi, Sakharov
ternyata masih bandel. Dari Gorky itu ia masih sempat mengirim
telegram, dengan nama samaran, dan bertelepon kepada kenalannya
di Moskow. Kremlin yang mengetahui perbuatan itu kemudian
melarangnya mengadakan hubungan telepon atau menerima tamu, baik
dengan kenalan maupun anak-anak dan keluarganya.
Sakharov, yang dikenai kewajiban melapor setiap 10 hari sekali,
diawasi dengan ketat. Toh ternyata jiwanya masih terancam.
Seseorang, seperti diceritakan Sakharov pada kenalannya,
mengancam dengan sepucuk pistol andaikata ia masih meneruskan
propaganda anti pemerintah.
Berat memang hidup dalam siatuasi demikian sekalipun ia tidak
jadi Siberyaki (julukan untuk pembangkang yang kerja paksa di
Siberia).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini