Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Laporan tentang lee

Ai meminta perhatian atas cara-cara yang dibuat kepada para tahanan. kasus ho, dr. lim dan zahari.(ln)

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI kaca-mata Amnesty International yang berpusat di London, pemerintah Singapura tergolong kejam terhadap tahanan politik. Di sana rupanya hak asasi diperkosa, seperti adanya penahanan terhadap orang tanpa dibawa ke pengadilan dan tanpa batas waktu. Dalam suatu laporannya setebal 60 halaman yang baru saja tersiar, AI membeberkan berbagai fakta tentang kekejaman pemerintah Singapura. Antara lain diungkapkannya kasus Ho Piao, tokoh Organisasi Pelaut Nasional yang sudah dibubarkan. Ho ditahan sejak tahun 1963 dan tak pernah dibawa ke pengadilan. Selama ditahan, demikian Ho bercerita kepada pengacaranya Mei lalu, dia mengalami pemeriksaan secara maraton. Bahkan kadang-kadang pemeriksa menempatkan Ho dalam sebuah kamar ber-AC yang cukup dingin dan kemudian menyiraminya dengan air dingin. Tak hanya sampai di situ. Berbagai pukulan pun melayang ke tubuhnya termasuk di bagian yang terlarang. "Siksaan mereka membuat tubuh saya terasa seperti mayat," kata Ho. Waktu itu, Desember 1978, dia ditahan di Pusat Tahanan, Jalan Whitley. Selama 4 hari secara terus menerus Ho mengalami siksaan yang luar biasa. Menurut dia, para pemeriksa telah memaksa supaya matanya terus terbuka sehingga dia tidak bisa tidur, sedang kupingnya ditutup agar tak mendengar. Secara berulang-ulang Al telah meminta perhatian pemerintah Singapura terhadap masalah tahanan politik. Termasuk nasib Dr. Lim Hock Siew dan Said Zahari. Keduanya telah ditahan selama 17 tahun karena dituduh terlibat kegiatan komunis. Dr. Lim pada tahun 1978 dikeluarkan dari penjara tapi diasingkan di Pulau Tekong Besar, sebuah pulau kecil di selat antara Malaysia-Singapura. Sedang Said Zahari bekas redaktur Utusan Melayu, diasingkan di Pulau Ubin. Namun akhir Agustus 1979, Zahari diizinkan pulang dengan status tahanan rumah. Dengan status itu Zahari yang juga penyair tidak diperkenankan untuk berhubungan dengan orang-orang yang pernah ditahan berdasarkan UU Darurat. Dia juga tidak dibolehkan mengambil bagian dalam kegiatan politik, bahkan dilarang memberi ceramah dalam pertemuan kebudayaan. Namun dalam laporan itu, AI juga mengakui bahwa dari segi jumlah tahanan politik -- yang diperkirakan hanya 50 orang -- Singapura termasuk kecil bila dibanding dengan yang ada di negara ASEAN lainnya. "Bila pemerintah merasa menghadapi semakin besarnya kritik yang dilancarkan mereka yang berpengaruh seperti pembela, mahasiswa dan wartawan, reaksinya sering sekali berupa penahanan terhadap individu," demikian AI. AI mencatat bahwa dari segi tingkat hidup rakyat, Singapura tergolong yang kedua setelah Jepang di Asia. Bahkan program perumahan dan kesejahteraan rakyat di republik itu sudah mendapat pujian internasional. Yang jadi masalah, kata AI, Singapura sebenarnya tidak menghadapi secara serius keresahan di dalam negerinya sejak negara itu merdeka pada tahun 1963. Suatu pertanyaan, memang. PM Lee Kuan Yew pernah membela tindakan pemerintahnya sebagai usaha untuk menjaga stabilitas demi kelangsungan hidup Singapura.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus