Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Arjuna Mengisap Rokok

Ali nasib nasution, 27, pernah menikahi 121 orang wanita. ia tukang judi dan sering merampok harta isteri-istrinyanya. kini ia dibekuk polisi. (krim)

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAKI-LAKI itu pernah menikahi 121 orang wanita. Namanya Ali Nasib Nasution, umur 27 tahun, tinggi badan 159 cm, wajah biasa-biasa saja -- malah boleh dikatakan tidak tampan. Namun bila ia tersenyum kelihatan ada "sesuatu " di matanya yang sayu. Menurut kepolisian Padang Sidempuan di Tapanuli Selatan wanita-wanita yang pernah dinikahi Ali Nasib berumur antara 14 - 24 tahun. Dan rata-rata berwajah ayu. Tapi 93 di antara wanita-wanita itu telah dicerai. Namun di samping 4 orang wanita yang masih dipertahankan sebagai istri, 24 orang lainnya belum dicerai Nasib secara resmi. Pernah dua kali masuk bui, untuk urusan penipuan yang berhubungan dengan wanita-wanitanya, Nasib juga disangka bertanggungjawab terhadap 16 peristiwa kejahatan di Padang Sidempuan sejak September hingga Januari lalu. Cerita tentang kehebatan Nasib jadi buah bibir. Misalnya, baru dua hari kenal, Nasib berhasil membujuk Sumiati untuk melarikan diri dari keluarganya yang tinggal di Desa Simardona. Untung orang kampung mencium siapa si Nasib, lalu mengeroyoknya. Nasib melarikan diri. Ia masih sempat menggaet tape-recorder milik pacarnya. Tapi orang kampung mengejar terus dan berhasil meringkus Nasib di Desa Janji Raja, 11 km dari Padang Sidempuan dan menyerahkannya kepada polisi 18 Januari lalu. Ternyata Nasib memang bukan orang baru bagi polisi. Dua tahun lalu ia pernah dihukum 10 bulan, karena menyerobot barang perhiasan istrinya, Lamhasari, yang tiba-tiba ditinggalkannya tanpa alasan. Sebelumnya Nasib juga pernah masuk bui 8 bulan. Karena, menurut Danres Polri Tapanuli Selatan, Letkol. Pol. Sukardi, setelah melarikan Sairah (14 tahun) dari Desa Aek Libung, Nasib merenggut kegadisan dan perhiasan wanita itu, kemudian menelantarkan korbannya di desa lain. Kabar tentang nasib si Nasib ditahan polisi menggembirakan banyak wanita dan bekas istrinya. "Lega hatiku," kata Soriati, yang resminya masih istri Nasib -- entah yang ke berapa pula dan, menurut Nasib sendiri, dari istri yang satu inilah ia memperoleh satu-satunya anak -- sambil menggendong anak mereka yang baru berusia 8 bulan. "Maunya disembelih polisi saja dia," lanjutnya. Pengalamannya selama tiga bulan di sisi Nasib, katanya, sudah cukup membuatnya makan hati. Celana Kolor Tiga tahun lalu, ketika ia masih berumur 17 tahun, Soriati satu oplet dengan Nasib dalam perjalanan pulang ke Salambue dari Bange. "Saya masih ingat," tutur Soriati, "ia memakai jaket dan celana Lee." Mereka belum saling kenal. Tapi Nasib, katanya, senyum-senyum terus sambil berkali-kali menghembuskan asap rokok ke mukanya. Sekarang Soriati menyangka ketika itulah Nasib menancapkan mantra-mantra kepadanya. Buktinya, ketika Nasib berkata "besok kau kujemput," Soriati mengangguk begitu saja. Padahal, katanya, "saya tahu dia jelek, tapi entah kenapa, saya mengiyakan saja apa katanya." Besoknya Nasib langsung menawari Soriati kawin lari. Lagi-lagi Soriati tak menolaknya. Mereka menikah di Simangabat. Lalu kembali ke Salambue setelah, mau tak mau, orang tua Soriati menerima Nasib sebagai menantunya. Dari mertuanya, Nasib menerima sebuah rumah, sawah dan kebun karet. Mula-mula, menurut Soriati, suaminya baik-baik saja: mau turun ke sawah dan membelanjai istrinya dengan uang getah karet. Tapi usia rumah tangga mereka tak lama. Perangai asli Nasib mulai tampak. Penghasilan dari kebun karet mertuanya dihabiskannya di meja judi. Pernah ia pulang hanya dengan bercelana kolor saja karena kalah judi. Istrinya, yang juga terjun ke sawah, tak mendapat uang belanja lagi. Yang paling mengesalkan, kata Soriati, suaminya tak pernah shalat. Soriati, katanya, baru bisa meninggalkan Nasib dan kembali ke rumah orang tuanya setelah mandi air limau untuk melepaskan diri dari guna-guna suaminya. Nasib, seperti pengakuannya kepada TEMPO, memang merasa memiliki semacam ilmu untuk menundukkan wanita. Yaitu dengan mantra-mantra disertai hembusan asap rokok ke muka calon korban. Itu, katanya, diperolehnya dari seorang dukun, almarhum Jatautan, ketika ia berumur 17 tahun. Ia menuntut ilmu begituan, katanya, karena sebelumnya merasa rendah diri terhadap teman-teman sebayanya yang disenangi gadis-gadis. "Saya anak keluarga miskin -- itulah soalnya," katanya. Penghasilannya sebagai penyadap getah hanya cukup untuk makan dan rokok saja. Selesai menuntut ilmu dari Jatautan di Kotanopan Rao, Nasib membuka praktek pertama kali terhadap Hisma. Inilah istri pertamanya. Tapi Nasib menceraikan Hisma karena, katanya, istrinya tersebut tak mau mengikutinya tinggal jauh dari rumah orang tuanya. Selanjutnya Nasib makin gemar meniupkan asap rokoknya ke muka wanita-wanita yang menarik hatinya. Namun perkawinan tampaknya selalu mengecewakannya. "Saya tak pernah puas hidup berumahtangga," katanya, "karena istri saya selalu ditarik orang tuanya." Kegemarannya memikat perempuan menjadi-jadi. Tapi, katanya, istrinya tak pernah mencapai 121 orang seperti digambarkan polisi. "Yang saya ingat," ujar Nasib, "hanya 27 orang saja." Dan 23 orang di antaranya telah diceraikannya sedang lainnya, 4 orang, belum dicerainya walaupun tidak lagi digaulinya. Ia mengaku tak tahu apa artinya shahadat. Tapi ia fasih melafaskannya di muka penghulu yang menikahkannya di sana-sini. Ia membantah telah merampok perhiasan para istrinya. Ia, katanya, memang ada menjual barang-barang milik istrinya. Tapi menurut Nasib, semuanya digunakan untuk keperluan bersama: untuk ongkos hidup dan termasuk "menebus" surat nikah pada penghulu. Polisi mengumumkan apa dan siapa Nasib: eh, siapa tahu, masih ada wanita lain yang mau menambah angka prestasi "arjuna" ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus