Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KURIR itu, Hussein Ali namanya, diberhenti-kan di tengah ja-lan di pinggiran Bag-dad. Lelaki bersenjata yang menye-top sepeda motornya bertanya, ”Kamu Syiah atau Sunni?” Seorang lainnya me-meriksa identitas Hussein, lalu memperbolehkannya pergi.
Di Irak, pertanyaan se-perti itu sudah biasa. Di ko-ta besar seperti Bagdad dan Basrah, perbedaan sekte agama bukan pemicu perse-teruan. Tapi, di beberapa ko-ta kecil dan tempat ”berbahaya” seperti perbatasan provinsi, perbedaan itu bisa berbuntut panas.
Itulah yang terjadi di Samarra, kota kecil sekitar 100 kilometer di utara Bagdad. Di sana, masjid dan kompleks makam cucu Nabi Muhammad, Imam Ali al-Hadi an-Naqi dan Imam Hasan al-Askari, diledakkan, Rabu subuh pekan lalu.
Kubah masjid yang ke-emasan luluh-lantak. Tak ada korban jiwa karena kom-pleks baru dibuka untuk pengunjung pagi hari. Tapi inilah serangan paling provokatif terhadap kelompok Syiah sejak penduduk-an Amerika Serikat, tiga tahun lalu.
Menurut saksi mata, se-belum ledakan, ada dua le-laki bersenjata memasuki- kompleks. Penasihat Ke-amanan Nasional Irak, Mowaffaq al-Rubaie, me-nuding kelompok militan Sunni, yang ditopang Al-Qaidah, sebagai pelakunya.
Ulama besar Syiah di Najaf, Ayatullah Ali Sistani, mengutuk pengeboman dan minta pengikutnya berde-mons-trasi menentang keke-rasan dan perusakan tempat-tempat suci umat Islam. Jumat pekan lalu, para peng-ikut Syiah di berbagai belahan dunia turut bereaksi, termasuk di Chicago, Amerika Serikat.
Pemimpin radikal Syiah, Muqtada al-Sadr, pun mengecam keras pemerintah Irak yang tak melindungi tempat-tempat suci Syiah. Makam di Samarra, yang dipercaya akan menjadi tempat munculnya Imam Mahdi itu, memang berada di daerah mayoritas Sunni.
”Jika pemerintah tak mampu, tenta-ra Sadr, al-Mahdi, yang akan melin-dungi tempat-tempat suci kami,” katanya. Selain di Samarra, tempat suci Syiah di Irak juga ada di Najaf, Karbala, dan Ka-dhimiyah. Semua tak luput jadi sasaran kekerasan dan bom.
Belakangan, beberapa pria bersenjata- menyemburkan peluru dari senapan mesin ke kerumunan warga Sunni di Bagdad—47 tewas. Mayat mereka bergelimpangan di selokan. Menurut polisi Irak, dalam waktu 24 jam setelah peledakan, tidak kurang dari 130 orang terbunuh di Bagdad.
Menurut Asosiasi Ulama- Sunni Irak, kini banyak anggota kelompok militan Syiah, seperti milisi Mahdi- Al-Sadr, berkeliaran di jalan-jalan menenteng senjata api. Asosiasi juga mela-porkan, 184 masjid Sunni diserang, 10 imam masjid- tewas, 15 orang lainnya diculik, tak lama setelah insiden Samarra.
Masjid Abu Ayyub al-Anshari di Baquba, 40 kilometer di timur laut Bagdad, misalnya, ditembaki dan di-lempari granat. Seorang penjaga masjid dan belasan polisi Irak tewas, puluhan lainnya luka parah. Menurut komandan polisi setempat, Kapten Laith Muhammad, tiga jurnalis televisi Al-Arabiya ditemukan tak bernyawa, Kamis pekan lalu.
Presiden Irak, Jalal Talabani yang Kurdi, mengecam bom Samarra seba-gai tindak kriminal dan pengecut. Perdana Menteri Irak Ibrahim al-Jaafari, yang Syiah, meminta aparat keamanan segera mencari- dan menangkap para pelakunya.
Untuk mendinginkan ke-adaan, Talabani menggelar pertemuan darurat para pemimpin tiga kelompok besar: Syiah, Sunni, dan Kurdi, Kamis pekan lalu. Namun pihak Sunni tak hadir. ”Kami tak hadir jika belum ada permohonan maaf dari pelaku kekerasan terhadap masjid-masjid dan pengikut- Sunni,” kata Salman al-Jumaili, juru bicara Front Sunni Bersatu, salah satu faksi Sunni Arab terbesar di Irak.
Campur tangan Amerika Serikat di Irak sama sekali tak memperbaiki keadaan. Beberapa pimpinan Syiah malah menuduh Amerika membiarkan serang-an di Samarra. Padahal, konflik ini bisa memicu perang saudara.
Ahmad Taufik (AP, AFP, Reuters, The Economist)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo